Harga minyak naik, pasar tetap waspada
19 November 2018 11:34 WIB
Ilustrasi: Kilang Minyak TPPI Tuban Pekerja mengawasi pengoperasian mesin di Kilang Minyak PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur. PT Pertamina (Persero) menyebutkan pengoperasian kembali kilang minyak TPPI tersebut dapat menghemat devisa sebesar 2,2 miliar Dolar AS setahun karena mampu mengurangi impor BBM dan LPG. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Singapura (ANTARA News) - Harga minyak naik pada perdagangan Senin pagi, karena para pedagang memperkirakan eksportir utama Arab Saudi akan mendorong klub produsen OPEC untuk memangkas pasokan menjelang akhir tahun.
Meskipun demikian, pasar tetap waspada karena sentimen masih lemah mengingat tanda-tanda perlambatan permintaan di tengah sengketa perdagangan yang mendalam antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan China.
Minyak mentah Brent berjangka untuk pengiriman Desember, patokan internasional untuk harga minyak, diperdagangkan pada 67,29 dolar AS per barel pada pukul 00.45 GMT, naik 53 sen AS atau 0,8 persen, dari penutupan terakhir mereka.
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI), naik 61 sen AS atau 1,1 persen, menjadi diperdagangkan di 57,07 dolar AS per barel.
"Radar bullish pasar masih menunggu OPEC+ untuk memberikan angka pemotongan yang cukup besar," kata Kepala Perdagangan untuk Asia Pasifik di broker berjangka Oanda, Stephen Innes, di Singapura, seperti dikutip Reuters.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang secara de-facto dipimpin oleh Arab Saudi, mendorong kartel produsen dan sekutu-sekutunya untuk memotong pasokan satu juta hingga 1,4 juta barel per hari (bph) guna menyesuaikan perlambatan dalam pertumbuhan permintaan dan mencegah kelebihan pasokan.
Meskipun terjadi kenaikan pada Senin, harga minyak mentah tetap hampir seperempat di bawah tertinggi baru-baru ini pada awal Oktober, terbebani oleh lonjakan pasokan dan perlambatan pertumbuhan permintaan.
Di sisi permintaan, impor minyak mentah Jepang pada Oktober - yang terbesar keempat di dunia, tetapi sedang mengalami penurunan struktural karena populasi yang menurun dan meningkatnya efisiensi energi - turun 7,7 persen dari bulan yang sama tahun lalu, menjadi 2,77 juta barel per hari (bph), Kementerian Keuangan mengatakan pada Senin.
Pasokan di Amerika Serikat melonjak.
Perusahaan-perusahaan energi AS menambahkan dua rig minyak dalam seminggu hingga 16 November, sehingga jumlahnya menjadi 888 rig, tingkat tertinggi sejak Maret 2015, laporan mingguan oleh perusahaan jasa energi Baker Hughes mengatakan pada Jumat (16/11).
Akibat terjadi lonjakan pasokan dan perlambatan permintaan, pasar keuangan telah menjadi semakin waspada terhadap sektor minyak, dengan para manajer uang memotong taruhan bullish mereka pada minyak mentah berjangka dan opsi-opsi mereka ke angka terendah sejak Juni 2017, demikian kata Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) Jumat (16/11).
Kelompok spekulan memotong posisi gabungan berjangka dan opsi mereka pada minyak mentah AS dan Brent selama pekan yang berakhir 13 November, ke tingkat terendah sejak 27 Juni 2017.
Baca juga: Harga minyak mentah naik tipis, minyak Amerika sentuh 56,46 dolar/barel
Baca juga: Pelemahan rupiah dinilai wajar, ada aksi ambil untung
Meskipun demikian, pasar tetap waspada karena sentimen masih lemah mengingat tanda-tanda perlambatan permintaan di tengah sengketa perdagangan yang mendalam antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan China.
Minyak mentah Brent berjangka untuk pengiriman Desember, patokan internasional untuk harga minyak, diperdagangkan pada 67,29 dolar AS per barel pada pukul 00.45 GMT, naik 53 sen AS atau 0,8 persen, dari penutupan terakhir mereka.
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI), naik 61 sen AS atau 1,1 persen, menjadi diperdagangkan di 57,07 dolar AS per barel.
"Radar bullish pasar masih menunggu OPEC+ untuk memberikan angka pemotongan yang cukup besar," kata Kepala Perdagangan untuk Asia Pasifik di broker berjangka Oanda, Stephen Innes, di Singapura, seperti dikutip Reuters.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang secara de-facto dipimpin oleh Arab Saudi, mendorong kartel produsen dan sekutu-sekutunya untuk memotong pasokan satu juta hingga 1,4 juta barel per hari (bph) guna menyesuaikan perlambatan dalam pertumbuhan permintaan dan mencegah kelebihan pasokan.
Meskipun terjadi kenaikan pada Senin, harga minyak mentah tetap hampir seperempat di bawah tertinggi baru-baru ini pada awal Oktober, terbebani oleh lonjakan pasokan dan perlambatan pertumbuhan permintaan.
Di sisi permintaan, impor minyak mentah Jepang pada Oktober - yang terbesar keempat di dunia, tetapi sedang mengalami penurunan struktural karena populasi yang menurun dan meningkatnya efisiensi energi - turun 7,7 persen dari bulan yang sama tahun lalu, menjadi 2,77 juta barel per hari (bph), Kementerian Keuangan mengatakan pada Senin.
Pasokan di Amerika Serikat melonjak.
Perusahaan-perusahaan energi AS menambahkan dua rig minyak dalam seminggu hingga 16 November, sehingga jumlahnya menjadi 888 rig, tingkat tertinggi sejak Maret 2015, laporan mingguan oleh perusahaan jasa energi Baker Hughes mengatakan pada Jumat (16/11).
Akibat terjadi lonjakan pasokan dan perlambatan permintaan, pasar keuangan telah menjadi semakin waspada terhadap sektor minyak, dengan para manajer uang memotong taruhan bullish mereka pada minyak mentah berjangka dan opsi-opsi mereka ke angka terendah sejak Juni 2017, demikian kata Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) Jumat (16/11).
Kelompok spekulan memotong posisi gabungan berjangka dan opsi mereka pada minyak mentah AS dan Brent selama pekan yang berakhir 13 November, ke tingkat terendah sejak 27 Juni 2017.
Baca juga: Harga minyak mentah naik tipis, minyak Amerika sentuh 56,46 dolar/barel
Baca juga: Pelemahan rupiah dinilai wajar, ada aksi ambil untung
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: