Kafilah baru pengungsi El Salvador berangkat menuju AS
19 November 2018 09:56 WIB
Imigran Amerika Tengah, berada di dalam karavan melewati Meksiko, perjalanan dengan kereta terbuka untuk kargo setelah berhenti di jalur kereta, negara bagian Hidalgo, Meksiko, Sabtu (14/4/2018). (REUTERS/Edgard Garrido)
San Salvador (ANTARA News) - Sedikit-dikitnya 150 warga El Salvador berangkat pada Minggu dari negara miskin mereka di Amerika Tengah menuju Amerika Serikat.
Mereka mengabaikan kemungkinan penolakan di perbatasan AS-Meksiko, tempat sebagian besar kafilah lebih besar orang-orang Honduras terhenti berhari-hari.
Dengan dijaga polisi, pria, wanita dan anak-anak dari kafilah itu berkumpul berbaris melalui jalanan San Salvador dengan bus menuju Guatemala, penuh dengan ransel berat, air dan pengetahuan tentang perjalanan berat 4.300 kilometer ke perbatasan AS.
Kelompok dari El Salvador itu setidak-tidaknya kafilah keempat yang berangkat sejak pergerakan besar pertama di Honduras, negara tetangganya, yang berangkat pada 13 Oktober dari kota utara San Pedro Sula, yang penuh kejahatan.
Kafilah itu dengan cepat menjadi ribuan orang saat bergerak ke utara dalam perjalanan 50 kilometer sehari. Banyak anggotanya masih berjalan pada Minggu melalui Meksiko menuju perbatasan AS, tempat ratusan pendatang awal menunggu menyeberang sejak pekan lalu.
Menjelang pemilihan sela anggota kongres AS pada 6 November, Presiden Donald Trump mencela kafilah besar itu sebagai "serbuan", yang mengancam keamanan Amerika Serikat. Trump kemudian mengirim ribuan tentara ke perbatasan dengan Meksiko.
Trump belum secara terbuka memusatkan perhatian pada kafilah itu sejak pemilihan tersebut.
Karena terilhami sorotan umum tentang kafilah lebih besar, warga Salvador menggalang diri di jejaring gaul dan ajang WhatsApp untuk meluncurkan upaya terkini tersebut.
Di antara mereka terdapat Manuel Umana, petani berusia 53 tahun dari kota San Pedro Masahuat, yang menyatakan memutuskan bergabung dengan kafilah pada Minggu itu untuk lari dari MS-13, gerombolan penjahat keji, yang menguasai sebagian besar El Salvador dan Honduras tetangganya.
"Kami sudah diancam gerombolan di tempat kami tinggal," kata Umana, menunjuk bekas luka di wajahnya, yang dikatakannya akibat anggota gerombolan tersebut pada lima tahun lalu. "Kami tidak bisa lagi hidup dengan mereka," katanya.
Alasan itu digemakan puluhan pengungsi di kafilah awal, yang mengatakan kepada Reuters bahwa mereka meninggalkan rumah karena lari dari kekerasan, korupsi dan ketidakamanan ekonomi.
El Salvador dan Honduras bersaing dalam angka tertinggi pembunuhan di dunia, kata angka resmi. Kedua negara itu berada di antara yang termiskin di Amerika.
"Ini sangat berbahaya tapi kami tidak memiliki pilihan. Kami bertekad melakukan yang perlu kami lakukan," kata Umana, sebelum pergi dengan kafilah dari pusat ibu kota Salvador, Plaza Salvador del Mundo.
Jauh ke utara pada Minggu, di kota Tijuana, yang berbatasan dengan California, ratusan orang dari kafilah lebih besar bersiap menghadapi unjuk rasa, yang direncanakan dilakukan warga setempat Meksiko, baik yang mendukung maupun menentang mereka.
Sedikit di seberang perbatasan utara, hampir 6.000 tentara AS beberapa hari belakangan memasang kawat berduri untuk menghalangi orang-orang memasuki wilayah AS secara gelap.
Pejabat imigrasi AS melarang puluhan pengungsi lewat, yang dalam beberapa hari belakangan membentuk antrean teratur untuk masuk melalui pelabuhan masuk San Ysidro, titik yang menghubungkan Meksiko dengan San Diego.
Baca juga: Puluhan ribu keluarga di Honduras mengungsi akibat ancaman geng
Sumber: Reuters
Editor: Boyke Soekapdjo
Mereka mengabaikan kemungkinan penolakan di perbatasan AS-Meksiko, tempat sebagian besar kafilah lebih besar orang-orang Honduras terhenti berhari-hari.
Dengan dijaga polisi, pria, wanita dan anak-anak dari kafilah itu berkumpul berbaris melalui jalanan San Salvador dengan bus menuju Guatemala, penuh dengan ransel berat, air dan pengetahuan tentang perjalanan berat 4.300 kilometer ke perbatasan AS.
Kelompok dari El Salvador itu setidak-tidaknya kafilah keempat yang berangkat sejak pergerakan besar pertama di Honduras, negara tetangganya, yang berangkat pada 13 Oktober dari kota utara San Pedro Sula, yang penuh kejahatan.
Kafilah itu dengan cepat menjadi ribuan orang saat bergerak ke utara dalam perjalanan 50 kilometer sehari. Banyak anggotanya masih berjalan pada Minggu melalui Meksiko menuju perbatasan AS, tempat ratusan pendatang awal menunggu menyeberang sejak pekan lalu.
Menjelang pemilihan sela anggota kongres AS pada 6 November, Presiden Donald Trump mencela kafilah besar itu sebagai "serbuan", yang mengancam keamanan Amerika Serikat. Trump kemudian mengirim ribuan tentara ke perbatasan dengan Meksiko.
Trump belum secara terbuka memusatkan perhatian pada kafilah itu sejak pemilihan tersebut.
Karena terilhami sorotan umum tentang kafilah lebih besar, warga Salvador menggalang diri di jejaring gaul dan ajang WhatsApp untuk meluncurkan upaya terkini tersebut.
Di antara mereka terdapat Manuel Umana, petani berusia 53 tahun dari kota San Pedro Masahuat, yang menyatakan memutuskan bergabung dengan kafilah pada Minggu itu untuk lari dari MS-13, gerombolan penjahat keji, yang menguasai sebagian besar El Salvador dan Honduras tetangganya.
"Kami sudah diancam gerombolan di tempat kami tinggal," kata Umana, menunjuk bekas luka di wajahnya, yang dikatakannya akibat anggota gerombolan tersebut pada lima tahun lalu. "Kami tidak bisa lagi hidup dengan mereka," katanya.
Alasan itu digemakan puluhan pengungsi di kafilah awal, yang mengatakan kepada Reuters bahwa mereka meninggalkan rumah karena lari dari kekerasan, korupsi dan ketidakamanan ekonomi.
El Salvador dan Honduras bersaing dalam angka tertinggi pembunuhan di dunia, kata angka resmi. Kedua negara itu berada di antara yang termiskin di Amerika.
"Ini sangat berbahaya tapi kami tidak memiliki pilihan. Kami bertekad melakukan yang perlu kami lakukan," kata Umana, sebelum pergi dengan kafilah dari pusat ibu kota Salvador, Plaza Salvador del Mundo.
Jauh ke utara pada Minggu, di kota Tijuana, yang berbatasan dengan California, ratusan orang dari kafilah lebih besar bersiap menghadapi unjuk rasa, yang direncanakan dilakukan warga setempat Meksiko, baik yang mendukung maupun menentang mereka.
Sedikit di seberang perbatasan utara, hampir 6.000 tentara AS beberapa hari belakangan memasang kawat berduri untuk menghalangi orang-orang memasuki wilayah AS secara gelap.
Pejabat imigrasi AS melarang puluhan pengungsi lewat, yang dalam beberapa hari belakangan membentuk antrean teratur untuk masuk melalui pelabuhan masuk San Ysidro, titik yang menghubungkan Meksiko dengan San Diego.
Baca juga: Puluhan ribu keluarga di Honduras mengungsi akibat ancaman geng
Sumber: Reuters
Editor: Boyke Soekapdjo
Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: