Ditjen BC nilai PPh 22 impor berhasil
16 November 2018 03:49 WIB
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi (kedua kanan) didampingi Direktur Teknis dan Kepabeanan Fajar Doni (kedua kiri) meninjau fasilitas laboratorium bea cukai di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (28/9/2018). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/kye
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menilai kenaikan tarif PPh 22 impor yang berlaku sejak 13 September 2018 telah berhasil menurunkan impor untuk kelompok barang mewah hingga 9,9 persen.
"Terjadi penurunan impor kelompok barang mewah pada periode 13 September-11 November 2018 dibandingkan periode 13 Agustus-11 Oktober 2018, dari 364,15 juta menjadi 328,11 juta dolar AS," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Kamis.
Heru mengatakan hal tersebut terlihat dari penurunan devisa impor dari kelompok barang mewah, yang mengalami kenaikan tarif dari 7,5 persen menjadi 10 persen, dari 10,27 juta dolar AS sebelum pemberlakuan menjadi 5,46 juta dolar AS setelah pemberlakuan.
Penurunan devisa impor tersebut ikut terlihat di kelompok bahan penolong yang mengalami kenaikan tarif 2,5 persen menjadi 7,5 persen dan kelompok barang konsumsi yang mengalami kenaikan tarif 2,5 persen menjadi 10 persen.
Devisa impor di kelompok bahan penolong turun dari sebesar 15,99 juta dolar AS sebelum pemberlakuan menjadi 9,65 juta dolar AS setelah pemberlakuan dan devisa impor di kelompok barang konsumsi turun dari 4,85 juta dolar AS sebelum pemberlakuan menjadi 3,22 juta dolar AS setelah pemberlakuan.
Secara keseluruhan, devisa impor harian rata-rata dari sebelumnya yang tercatat pada periode 1 Januari-12 September sebesar 31,1 juta dolar AS, turun menjadi 18,3 juta dolar AS pada 13 September-11 November 2018 setelah pemberlakuan.
"Penurunan rata-rata impor harian setelah kebijakan menjadi 41,05 persen," tambah Heru.
Sebelumnya, pemerintah menaikkan tarif PPh 22 impor serta mewajibkan penggunaan biodiesel (B20) untuk mengurangi impor dan menekan defisit neraca transaksi berjalan.
Namun, selama dua bulan pelaksanaan, implementasinya belum terlihat efektif untuk memberikan kontribusi kepada neraca perdagangan yang masih mengalami defisit.
Bahkan, Badan Pusat Statistik mencatat defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018 sebesar 1,82 miliar dolar AS yang dominan disebabkan oleh defisit dari sektor minyak dan gas.
Baca juga: DJBC siap berlakukan tarif baru PPh impor
"Terjadi penurunan impor kelompok barang mewah pada periode 13 September-11 November 2018 dibandingkan periode 13 Agustus-11 Oktober 2018, dari 364,15 juta menjadi 328,11 juta dolar AS," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Kamis.
Heru mengatakan hal tersebut terlihat dari penurunan devisa impor dari kelompok barang mewah, yang mengalami kenaikan tarif dari 7,5 persen menjadi 10 persen, dari 10,27 juta dolar AS sebelum pemberlakuan menjadi 5,46 juta dolar AS setelah pemberlakuan.
Penurunan devisa impor tersebut ikut terlihat di kelompok bahan penolong yang mengalami kenaikan tarif 2,5 persen menjadi 7,5 persen dan kelompok barang konsumsi yang mengalami kenaikan tarif 2,5 persen menjadi 10 persen.
Devisa impor di kelompok bahan penolong turun dari sebesar 15,99 juta dolar AS sebelum pemberlakuan menjadi 9,65 juta dolar AS setelah pemberlakuan dan devisa impor di kelompok barang konsumsi turun dari 4,85 juta dolar AS sebelum pemberlakuan menjadi 3,22 juta dolar AS setelah pemberlakuan.
Secara keseluruhan, devisa impor harian rata-rata dari sebelumnya yang tercatat pada periode 1 Januari-12 September sebesar 31,1 juta dolar AS, turun menjadi 18,3 juta dolar AS pada 13 September-11 November 2018 setelah pemberlakuan.
"Penurunan rata-rata impor harian setelah kebijakan menjadi 41,05 persen," tambah Heru.
Sebelumnya, pemerintah menaikkan tarif PPh 22 impor serta mewajibkan penggunaan biodiesel (B20) untuk mengurangi impor dan menekan defisit neraca transaksi berjalan.
Namun, selama dua bulan pelaksanaan, implementasinya belum terlihat efektif untuk memberikan kontribusi kepada neraca perdagangan yang masih mengalami defisit.
Bahkan, Badan Pusat Statistik mencatat defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018 sebesar 1,82 miliar dolar AS yang dominan disebabkan oleh defisit dari sektor minyak dan gas.
Baca juga: DJBC siap berlakukan tarif baru PPh impor
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2018
Tags: