Mahasiswa Unej tolak pabrik semen Kendeng
15 November 2018 20:47 WIB
Akademisi yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kedeng (JM-PPK) melakukan aksi mengecor kaki di depan Kedubes Jerman, Jakarta, Rabu (9/5/2018). Aksi tersebut untuk menolak rencana penambangan dan pendirian pabrik semen oleh perusahaan Jerman di Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah. (ANTARA /Aprillio Akbar)
Jember (ANTARA News) - Mahasiswa Universitas Jember (Unej) di Jember, Jawa Timur, mendukung penolakan pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, yang dinilai dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan yang nantinya memengaruhi keseimbangan ekosistem.
Universitas Jember melalui Centre for Human Rights, Migration and Multiculturalism (CHRM2) memberikan dukungannya terhadap masyarakat Rembang dengan menyelenggarakan Kuliah Bersama Rakyat dengan tema "Negara Hukum, Kemanusiaan, dan Ekologi" di Fakultas Hukum Unej di Jember, Kamis.
"Kuliah kali ini kami adakan agar dapat memberikan wawasan dan perspektif yang berbeda kepada mahasiswa Unej, sehingga mereka dapat mengetahui secara langsung bagaimana duduk permasalahan yang ada dari para narasumber yang hadir," kata Direktur CHRM2 Unej Al-Khanif.
Menurutnya kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang, masih menjadi polemik yang belum menemukan titik temu hingga saat ini, bahkan berbagai aksi digelar oleh warga untuk memperjuangkan kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng.
Salah satu perjuangan warga yakni demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta pada Maret 2017 dan para petani Kendeng mengecor kakinya di seberang Istana Merdeka, sehingga hal tersebut menyita perhatian masyarakat Indonesia termasuk Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi kemudian membentuk Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar kegiatan penambangan karst untuk kepentingan pembuatan semen di kawasan tersebut tidak menyebabkan kerusakan lingkungan dan keputusan itu juga berlanjut pada pemberhentian pembangunan pabrik semen di Kendeng hingga penyusunan KLHS selesai dilaksanakan.
"Kebijakan pemerintah untuk berbagai konflik agraria yang ada saat ini masih belum dapat melindungi kepentingan rakyat termasuk menjaga kelestarian lingkungan," tuturnya.
Dalam kuliah bersama rakyat tersebut juga dihadirkan Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendengan (JMPPK) Gunretno dan Ketua Paguyuban Petani Jawa Timur Yateno.
Menurut Gunretno pentingnya pemahaman mengenai fungsi suatu kawasan perlu disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat, seperti fungsi kawasan karst di Pegunungan Kendeng karena karst yang selama ini dianggap panas dan gersang ternyata memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan.
"Masyarakat termasuk para pemangku kepentingan perlu mengetahui fungsi kawasan karst agar mereka menjadi cinta terhadap kelestarian lingkungan," katanya.
Karst yang selama ini dianggap hanya gundukan batu panas dan gersang justru memiliki fungsi sebagai penyimpan cadangan air ketika musim hujan dan dimana satu kubiknya dapat menyimpan cadangan air sebanyak 200 liter.
"Berbagai aksi terus kami perjuangkan demi menjaga kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng hingga akhirnya muncul KLHS dari presiden. Namun kajian tersebut nyatanya masih belum dapat terealisasi dengan baik di lapangan dan seharusnya tetap ada pengawalan, agar keputusan presiden tersebut dapat berjalan dengan baik," katanya.
Sementara Yateno menambahkan selama ini program CSR dari beberapa perusahaan tidak memberikan dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat, bahkan masyarakat terkait justru tidak dilibatkan dengan baik untuk beberapa proses seperti penyusunan amdal.
"Disinilah kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat tegas terhadap para investor atau pemangku kepentingan karena seringkali ketika penyusunan amdal, masyarakat yang merasakan dampak langsung hanya dijadikan legitimasi," ujarnya.
Ia mengatakan aspirasi masyarakat hanya sekedar formalitas karena kedatangan warga untuk menyampaikan aspirasi untuk kelestarian lingkungan pada faktanya tidak tercantum satu pun di dalam amdal yang disusun, sehingga diduga ada manipulasi data yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.
Di akhir kuliah, sebanyak 150 mahasiswa yang hadir memberikan dukungannya melalui petisi dalam jaringan (daring) di akun facebook CHRM2 Unej yang dilakukan dengan serentak menyerukan "Kami Mahasiswa Universitas Jember, Mendukung Tolak Pabrik Semen di Gunung Kendeng. Salam Kendeng, Lestari".*
Baca juga: Pemerintah upayakan solusi terbaik bagi masyarakat sekitar pabrik semen Rembang
Baca juga: Solidaritas masyarakat peduli Kendeng tabur bunga untuk mendiang Patmi
Universitas Jember melalui Centre for Human Rights, Migration and Multiculturalism (CHRM2) memberikan dukungannya terhadap masyarakat Rembang dengan menyelenggarakan Kuliah Bersama Rakyat dengan tema "Negara Hukum, Kemanusiaan, dan Ekologi" di Fakultas Hukum Unej di Jember, Kamis.
"Kuliah kali ini kami adakan agar dapat memberikan wawasan dan perspektif yang berbeda kepada mahasiswa Unej, sehingga mereka dapat mengetahui secara langsung bagaimana duduk permasalahan yang ada dari para narasumber yang hadir," kata Direktur CHRM2 Unej Al-Khanif.
Menurutnya kasus pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang, masih menjadi polemik yang belum menemukan titik temu hingga saat ini, bahkan berbagai aksi digelar oleh warga untuk memperjuangkan kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng.
Salah satu perjuangan warga yakni demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta pada Maret 2017 dan para petani Kendeng mengecor kakinya di seberang Istana Merdeka, sehingga hal tersebut menyita perhatian masyarakat Indonesia termasuk Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi kemudian membentuk Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar kegiatan penambangan karst untuk kepentingan pembuatan semen di kawasan tersebut tidak menyebabkan kerusakan lingkungan dan keputusan itu juga berlanjut pada pemberhentian pembangunan pabrik semen di Kendeng hingga penyusunan KLHS selesai dilaksanakan.
"Kebijakan pemerintah untuk berbagai konflik agraria yang ada saat ini masih belum dapat melindungi kepentingan rakyat termasuk menjaga kelestarian lingkungan," tuturnya.
Dalam kuliah bersama rakyat tersebut juga dihadirkan Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendengan (JMPPK) Gunretno dan Ketua Paguyuban Petani Jawa Timur Yateno.
Menurut Gunretno pentingnya pemahaman mengenai fungsi suatu kawasan perlu disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat, seperti fungsi kawasan karst di Pegunungan Kendeng karena karst yang selama ini dianggap panas dan gersang ternyata memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan.
"Masyarakat termasuk para pemangku kepentingan perlu mengetahui fungsi kawasan karst agar mereka menjadi cinta terhadap kelestarian lingkungan," katanya.
Karst yang selama ini dianggap hanya gundukan batu panas dan gersang justru memiliki fungsi sebagai penyimpan cadangan air ketika musim hujan dan dimana satu kubiknya dapat menyimpan cadangan air sebanyak 200 liter.
"Berbagai aksi terus kami perjuangkan demi menjaga kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng hingga akhirnya muncul KLHS dari presiden. Namun kajian tersebut nyatanya masih belum dapat terealisasi dengan baik di lapangan dan seharusnya tetap ada pengawalan, agar keputusan presiden tersebut dapat berjalan dengan baik," katanya.
Sementara Yateno menambahkan selama ini program CSR dari beberapa perusahaan tidak memberikan dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat, bahkan masyarakat terkait justru tidak dilibatkan dengan baik untuk beberapa proses seperti penyusunan amdal.
"Disinilah kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat tegas terhadap para investor atau pemangku kepentingan karena seringkali ketika penyusunan amdal, masyarakat yang merasakan dampak langsung hanya dijadikan legitimasi," ujarnya.
Ia mengatakan aspirasi masyarakat hanya sekedar formalitas karena kedatangan warga untuk menyampaikan aspirasi untuk kelestarian lingkungan pada faktanya tidak tercantum satu pun di dalam amdal yang disusun, sehingga diduga ada manipulasi data yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.
Di akhir kuliah, sebanyak 150 mahasiswa yang hadir memberikan dukungannya melalui petisi dalam jaringan (daring) di akun facebook CHRM2 Unej yang dilakukan dengan serentak menyerukan "Kami Mahasiswa Universitas Jember, Mendukung Tolak Pabrik Semen di Gunung Kendeng. Salam Kendeng, Lestari".*
Baca juga: Pemerintah upayakan solusi terbaik bagi masyarakat sekitar pabrik semen Rembang
Baca juga: Solidaritas masyarakat peduli Kendeng tabur bunga untuk mendiang Patmi
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: