Jakarta (ANTARA News) - Pada awal September 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan sela, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur, melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Kabupaten Sampang.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah menemukan fakta dalam persidangan adanya ketidakakuratan serta tidak validnya data DP4 yang digunakan KPU Kabupaten Sampang selaku termohon dalam menentukan DPT Pilkada.

Kurang dari 60 hari setelah pengucapan putusan tersebut, KPU Kabupaten Sampang melaporkan hasil PSU yang dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 2018.

Kuasa hukum KPU Kabupaten Sampang Miftahul Rozak mengatakan bahwa pemungutan suara dan penghitungan suara ulang dilakukan secara serentak di 1.450 TPS, dan berlangsung sejak pukul 07.00 WIB.

Miftahul mengatakan bahwa proses pemungutan suara dan penghitungan suara dihadiri dan diawasi secara langsung oleh salah satu komisioner KPU RI Novida Ginting Manik, bersama-sama dengan KPU Provinsi Jawa Timur, Bawaslu RI, serta Bawaslu Provinsi Jawa TImur.

Adapun hasil dari PSU Kabupaten Sampang, paslon nomor urut 1 mendapat 307.126 suara, paslon nomor urut 2 mendapat 245.768 suara, paslon nomor 3 mendapat 24.786 suara, sementara suara tidak sah berjumlah 9.177.

"Sehingga jumlah suara sah dan tidak sah adalah 586.817," ujar Miftahul dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman.



Beberapa Catatan

Dalam kesempatan tersebut Miftahul mengungkapkan bahwa terdapat beberapa catatan dalam proses PSU di Kabupaten Sampang.

"KPU Sampang menerima surat dari tim paslon nomor urut 2 yang menyatakan melakukan pemboikotan untuk tidak hadir di rekapitulasi tingkat kecamatan," kata Miftahul.

Namun demikian, ternyata dua saksi dari paslon nomor urut 2 hadir di Kecamatan Robatal dan Kecamatan Omben.

Di Kecamatan Robatal, saksi hadir dan turut memberikan tanda tangan, sementara saksi yang hadir di Kecamatan Omben hadir, tetapi kemudian pergi tanpa mengikuti proses rekapitulasi.

Sementara untuk rekapitulasi di 12 kecamatan lainnya, tidak ada satu pun orang dari pihak dari paslon nomor urut 2 yang hadir.

Sebelum rekapitulasi di tingkat Kabupaten Sampang, KPU juga mendapatkan rekomendasi dari Panwascam Kecamatan Sampang.

Rekomendasi tersebut menyebutkan bahwa di TPS 5 Desa Kamoning, Kecamatan Sampang, telah terjadi pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh KPPS karena adanya selisih perbedaan antara C-7 daftar hadir dengan Plano C-1.

"Tetapi setelah dilakukan proses pencermatan dan pembukaan kotak pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan, ternyata ada Model C-6 dua pemilih, sedangkan satu pemilih itu memang tidak memakai C-6, tetapi tidak tercatat juga di C-7," kata Miftahul.

Kemudian rekomendasi kedua diterima KPU dari Panwascam Ketapang, yaitu supaya dilakukan proses pemungutan suara ulang di TPS 8 Desa Bunten Barat, Kecamatan Ketapang, pada tanggal 29 Oktober 2018.

Hal ini disebabkan dari 735 pemilih dalam DPT di TPS 8, hanya lima pemilih yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya. Selain itu dalam pelaksanaan PSU ketiga saksi dari masing-masing paslon tidak hadir dalam proses pemungutan suara ulang di TPS 8.

Pada proses akhir, KPU menyatakan pihaknya sudah memberikan kesempatan pada tim paslon masing-masing, tetapi tim paslon nomor urut 2 menyampaikan beberapa keberatan dan tidak menandatangani DB1-KWK PSU Pilkada Sampang 2018.

Dalam kesempatan yang sama Bawaslu Kabupaten Sampang yang diwakili Insyiatun menyampaikan laporan terkait dengan catatan pelanggaran dalam PSU.

Insyiatun menjelaskan dugaan pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Ketapang, Kecamatan Kedungdung, Kecamatan Torjun, dan Kecamatan Camplong. Pelanggaran tersebut diketahui berdasarkan laporan paslon nomor urut 2 yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa formulir model C-6 yang tidak disampaikan kepada pemilih.

Selain itu, di TPS 5 Desa Kemuning, Kecamatan Sampang, terjadi perbedaan antara penggunaan surat suara dengan formulir model C-7. Surat suara yang digunakan sebanyak 297 lembar, sedangkan pemilih formulir C-7 sebanyak 294 lembar.

Terakhir, Insyiatun menyebut ada pemilih ganda di TPS 7 Desa Nepa, Kecamatan Banyuates.

"Kami menemukan pemilih atas nama Kholil yang menggunakan hak pilih di 2 TPS, yaitu TPS 6 dan TPS 8 di Desa Nepa, Kecamatan Banyuates, dan pada saat yang bersamaan pemilih ini juga akan memilih lagi di TPS 7," kata Insyiatun.



Metode Sinkronisasi

Menyikapi hasil PSU, Pasangan Calon Hermanto Subaidi-Suparto selaku pihak terkait mengkritisi beberapa hal, terutama mengenai DPT. Pemohon mempermasalahkan mengenai KPU Kabupaten Sampang yang masih menggunakan metode sinkronisasi.

Padahal menurut Hermanto - Suparto metode tersebut sudah dianggap tidak valid, tidak logis, dan sudah dibatalkan MK.

"Sejak awal, tim paslon nomor 2 ini mempersoalkan metode yang digunakan oleh teman-teman KPU menyinkronkan DPT yang kemarin dianggap tidak valid, tidak logis, atau sudah dibatalkan oleh MK, tetapi masih digunakan untuk menyinkronkan antara DP4 dengan DPT 803 itu," kata kuasa hukum pihak terkait, M. Sholeh.

Seharusnya ketika DPT ditolak, maka PSU tidak bisa digelar. Namun demi terselenggaranya PSU dengan baik, Sholeh mengatakan pihak Hermanto - Suparto tetap ikut tanda tangan dengan catatan adanya konsultasi ke MK terkait metode sinkronisasi. Namun, konsultasi tersebut dikatakan Sholeh tidak pernah dilakukan.

Berikutnya, Pemohon mempersoalkan mengenai formulir model C-6 serta setong, yakni metode penghitungan yang tidak sesuai dengan PKPU.

"Kami memiliki 25 bukti video, masih tetap terjadi (setong), padahal menurut informasi semua Komisioner Bawaslu Kabupaten Kota se-Jawa Timur turun di semua TPS dan faktanya ini didiamkan," kata Sholeh.

Laporan PSU Kabupaten Sampang sudah diserahkan kepada Mahkamah, kini masyarakat menunggu putusan Mahkamah supaya pemimpin daerah Kabupaten Sampang terpilih dapat segera dilantik dan menjalankan tugas serta fungsinya dengan amanah.*