Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) yakin defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) selama 2018 masih bisa ditekan di bawah tiga persen Produk Domestik Bruto (PDB), meskipun pada Oktober terjadi defisit neraca perdagangan sebesar menjadi 1,82 miliar dolar AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, mengatakan Bank Sentral dalam pertemuan penentuan kebijakan periode November 2018 ini masih meyakini defisit transaksi berjalan akan bisa ditekan ke bawah tiga persen dari PDB, dan selanjutnya menjadi 2,5 persen PDB pada 2019.

Proyeksi itu juga, ujar Perry, sudah memperhitungkan defisit neraca perdagangan Oktober 2018 yang baru saja diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS).

"Dalam perkirakaan kami (defisit neraca transaksi berjalan) sudah memperhitungkan neraca perdagangan yang hari ini diumumkan sebesar 1,82 miliar dolar AS," ujarnya.

Baca juga: BI naikan bunga acuan jelang pengetatan moneter global

Defisit neraca perdagangan yang semakin besar, kata Perry, dikarenakan tingginya impor barang modal sejalan dengan maraknya proyek pembangunan infrastruktur. Hal itu juga ditambah derasnya investasi bangunan dan non-bangunan untuk pembangunan infrastruktur yang mendongkrak permintaan domestik.

Maka itu, Perry mengklaim defisit transaksi berjalan yang ditimbulkan dari impor memiliki tujuan ekonomi jangka panjang dan bersifat produktif. Hal itu juga karena kenaikan impor dipengaruhi permintaan barang modal dan bahan baku untuk sektor produktif.

"Pemerintah menempuh sejumlah langkah menurunkan CAD, kami juga demikian. Kan langkah-langkah ini perlu waktu bisa berdampak ke CAD. Perlu waktu," ujarnya.

Kenaikan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" pada pertengahan November 2018 menjadi enam persen juga, kata Perry, menjadi upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan hingga ke bawah tiga persen PDB.

"Dan karenanya ini bagian dari proses penyesuaian dari neraca transaksi berjalan, rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar, fleksibilitas ini dapat mendorong ekspor, mengurangi impor, dan dapat menurunkan CAD," katanya

Pada kuartal III 2018, defisit neraca transaksi berjalan mencapai 3,37 persen dari PDB atau sebesar 8,8 miliar dolar. Namun jika melihat dari awal tahun hingga akhir kuartal III 2018, defisit neraca transaksi berjalan secara akumulatif sebesar 2,86 persen PDB.

Neraca transaksi berjalan yang terdiri dari neraca perdagangan dan jasa, merupakan parameter yang merekam transaksi pembayaran antara penduduk Indonesia dengan nonpenduduk Indonesia.

Oleh karena itu, neraca transaksi berjalan mencerminkan aliran devisa yang keluar dan masuk suatu negara, sehingga parameter ini juga menjadi pijakan investor untuk berinvestasi di suatu negara dan menentukan pergerakan nilai tukar mata uang.

Baca juga: BI longgarkan kewajiban GWM antisipasi perbankan kesulitan likuiditas

Baca juga: Rupiah menguat merespons kenaikan bunga acuan BI