Lebak (ANTARA News) - Laskar Fisabililah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak,Banten, menaklukan agresi Belanda pada 1948 dan gigih berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

"Saya merasakan dan melihat langsung pertempuran agresi Belanda pada 1948 dengan menggempur wilayah Rangkasbitung," kata warga Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Suminta (83) saat mengenang Hari Pahlawan di Lebak, Kamis.

Suminta mengaku, dirinya saat itu berusia 12 tahun dan duduk di bangku kelas VI Sekolah Rakyat (SR) kini di Jalan Multatuli Rangkasbitung.

Seusia itu juga mengetahui betul agresi Belanda kedua pada 1948 yang mendapat perlawanan dari Laskar Fisabililah.

Laskar Fisabililah yang anggotanya ulama, kiai, santri dan masyarakat sangat ditakuti tentara Belanda, sehingga memanggilnya dengan sebutan Fisabiliki.

Mereka (tentara Belanda) masuk kampung ke kampung untuk mencari pasukan Fisabiliki untuk menangkap dan menembak mati.

Karena itu, laskar Fisabililah menghimpun kekuatan dengan bergerilya ke hutan dan gunung untuk melancarkan serangan terhadap kolonial.

Pasukan Belanda menyimpan logistik senjata dan kendaran perang dipusatkan di gedung yang kini menjadi Terminal Sunan Kalijaga Rangkasbitung.

Saat itu, kata dia, beberapa pekan di wilayah Rangkasbitung dihujani mortir dari pesawat maupun peluru dari darat.

Namun, laskar Fisabililah melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda dan banyak jatuh korban di kedua belah pihak.

Laskar Fisabililah juga dibantu Tentara Rakyat Indonesia (TRI) menggunakan senjata seadanya, bahkan mereka membuat mortir di sebuah pabrik minyak di Kota Rangkasbitung yang kini menjadi Rabinza.

Saat itu, Rangkasbitung dibombardir peluru juga dihujani mortir dari udara.

Namun, taktik perang Fisabililah dan TRI tidak gentar dan semakin berani melakukan perlawanan.

Pejuang laskar Fisabililah melancar tembakan udara, tepatnya di Kampung Pasir Eurih dan berhasil menjatuhkan satu dari dua pesawat yang menghujani mortir.

Selain itu, TRI juga merobohkan sejumlah jembatan, termasuk jembatan Cijoro agar pasukan Belanda terhambat melakukan penyerangan terhadap pejuang.

Komandan Fisabililah, Kosim memerintahkan kepada rakyat agar bahu membahu melakukan perlawanan untuk mengusir pasukan Belanda.

"Gigihnya perjuangan itu akhirnya Indonesia tetap merdeka dan Belanda kembali ke negara asalnya," kata tokoh masyarakat Kabupaten Lebak itu.*


Baca juga: Warga Kudus telusuri lokasi agresi militer Belanda