WALHI: banjir Palembang akibat drainase kurang memadai
14 November 2018 19:55 WIB
Personel SAR Palembang mengevakuasi warga yang menjadi korban banjir di Sekip Bendung, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (13/11/2018). Intensitas hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir menyebabkan sejumlah daerah di Palembang terendam banjir. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.
Jakarta, 14/11 (Antara) - Peneliti dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abdul Wahid Situmorang mengatakan salah satu penyebab terjadinya banjir terutama di Palembang adalah sistem drainase yang kurang memadai.
"Jalan banyak dibuat atau diperlebar namun sistem drainase tidak dibuat secara memadai dan tidak dijaga kebersihannya," kata Abdul saat dihubungi Antara, Jakarta, Rabu.
Abdul menuturkan penyebab lain dari banjir antara lain adanya konversi kawasan rawa menjadi pemukiman dengan cara menimbun.
"Rawa yang dulunya berfungsi menjadi 'catchment area' (wilayah yang menampung air) alami berubah menjadi pemukiman. Dan model pemukiman rumah tapak bukan rumah panggung," tuturnya.
Selain itu, perilaku dan aktivitas manusia sehari-hari juga berpengaruh pada terjadinya banjir yaitu dengan tidak menjaga kebersihan lingkungan seperti membuang sampah sembarangan terutama di saluran air yang menyebabkan terhambatnya aliran air dan berujung pada banjir ketika intensitas hujan meningkat.
"Kesadaran tidak membuang sampah terutama di saluran air belum merata sehingga ketika banjir, maka sampah menutupi saluran air," tuturnya.
Seperti yang diberitakan Antara pada Selasa (13/11), banjir mengepung beberapa kawasan di pusat hingga pinggiran Kota Palembang, Sumatera Selatan, Selasa, akibat guyuran hujan terus-menerus selama sekitar lima jam pada tengah malam.
Dampak dari banjir ini juga mengakibatkan kemacetan yang mengular di sejumlah jalan protokol.
Banjir di picu hujan deras yang melanda Kota Palembang sejak pukul 22.00 WIB, hujan baru mereda esok harinya sekitar pukul 06.00 WIB , akibatnya saluran drainase tak sanggup menampung debit air.
Lokasi-lokasi langganan banjir seperti Jalan Kolonel H. Burlian KM 6 titik Graha Pena, kawasan Rajawali, dan kawasan pemukiman di wilayah Kampus UIN Raden Fatah ketinggian airnya bahkan sepaha orang dewasa.
Baca juga: Banjir kepung kota Palembang
Baca juga: Palembang dinilai kurang serius tangani banjir
"Jalan banyak dibuat atau diperlebar namun sistem drainase tidak dibuat secara memadai dan tidak dijaga kebersihannya," kata Abdul saat dihubungi Antara, Jakarta, Rabu.
Abdul menuturkan penyebab lain dari banjir antara lain adanya konversi kawasan rawa menjadi pemukiman dengan cara menimbun.
"Rawa yang dulunya berfungsi menjadi 'catchment area' (wilayah yang menampung air) alami berubah menjadi pemukiman. Dan model pemukiman rumah tapak bukan rumah panggung," tuturnya.
Selain itu, perilaku dan aktivitas manusia sehari-hari juga berpengaruh pada terjadinya banjir yaitu dengan tidak menjaga kebersihan lingkungan seperti membuang sampah sembarangan terutama di saluran air yang menyebabkan terhambatnya aliran air dan berujung pada banjir ketika intensitas hujan meningkat.
"Kesadaran tidak membuang sampah terutama di saluran air belum merata sehingga ketika banjir, maka sampah menutupi saluran air," tuturnya.
Seperti yang diberitakan Antara pada Selasa (13/11), banjir mengepung beberapa kawasan di pusat hingga pinggiran Kota Palembang, Sumatera Selatan, Selasa, akibat guyuran hujan terus-menerus selama sekitar lima jam pada tengah malam.
Dampak dari banjir ini juga mengakibatkan kemacetan yang mengular di sejumlah jalan protokol.
Banjir di picu hujan deras yang melanda Kota Palembang sejak pukul 22.00 WIB, hujan baru mereda esok harinya sekitar pukul 06.00 WIB , akibatnya saluran drainase tak sanggup menampung debit air.
Lokasi-lokasi langganan banjir seperti Jalan Kolonel H. Burlian KM 6 titik Graha Pena, kawasan Rajawali, dan kawasan pemukiman di wilayah Kampus UIN Raden Fatah ketinggian airnya bahkan sepaha orang dewasa.
Baca juga: Banjir kepung kota Palembang
Baca juga: Palembang dinilai kurang serius tangani banjir
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018
Tags: