Kolombo (ANTARA News) - Mahkamah Agung Sri Lanka pada Selasa (13/11) menangguhkan dekrit presiden untuk membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan baru.

Langkah MA tersebut meningkatkan ketakstabilan politik di negara itu.

Pada Selasa malam, Karu Jayasuriya, ketua parlemen mengatakan parlemen akan bersidang lagi pukul 10.00 waktu setempat pada Rabu, sebagaimana telah dijawalkan sebelumnya.

Sri Lanka telah mengalami pergolakan politik sejak Presiden Maithripala Sirisena memecat Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe bulan lalu dan mengangkat mantan Presiden Mahinda Rajapaksa, yang pro-China, untuk menggantikan Wickremesinghe.

Sirisena, yang menghadapi tekanan internasional, merencanakan sidang parlemen diselenggarakan pada 14 November, tetapi pada Jumat ia tiba-tiba membubarkannya dan memerintahkan pemilihan umum dilakukan pada 5 Januari.

Namun Mahkamah Agung, yang mendengarkan petisi pendukung Wickremesinghe, menangguhkan perintah kepresidenan terbaru itu hingga 7 Desember. Mahkamah akan memutuskan nanti mengenai petisi-petisi yang menentang dekrit itu.

Sirisena tidak mempunyai wewenang untuk memecat parlemen, menurut amandemen konstitusi yang disahkan pada tahun 2015, kata para penandatangan petisi.

Para pendukung Sirisena mengatakan pemerintahan koalisi telah gagal memenuhi janjinya dan pemilihan merupakan pilihan terbaik.

Tak lama setelah keputusan Mahkamah itu keluar, Sirisena bertemu dengan dewan keamanan dalam upaya untuk perdamaian dan ketertiban, demikian dilaporkan media lokal.

Ketakstabilan di negara pulau yang berpenduduk 21 juta itu telah menimbulkan kekhawatiran atas perekonomian, yang pertumbuhannya sudah melambat dalam lebih dari satu dekade.

Wickremesinghe menyambut baik keputusan Mahkamah Agung itu, yang dianggapnya sesuai dengan konstitusi.


Baca juga: Presiden Sri Lanka bubarkan parlemen

Sumber: Reuters
Editor: Mohamad Anthoni