Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengatakan, rencana penyesuaian nilai premi BPJS Kesehatan dilakukan setelah pelaksanaan Pemilu 2019.

Evaluasi dan penyesuaian besaran premi itu harus dilakukan mengingat kondisi anggaran BPJS Kesehatan yang terus defisit.

"Preminya terlalu murah dibanding dengan layanannya. Jadi karena itu harus, ini mungkin tahun depan harus kami evaluasi ulang preminya. Ya mungkin setelah Pemilu-lah," kata Kalla, kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa.

Dengan premi yang terlalu murah dan terlalu luas mencakup layanan kesehatan, maka kondisi anggaran BPJS Kesehatan terus defisit, menurut dia. Apabila kondisi itu dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kebangkrutan seperti yang dialami negara Yunani pada 2015 lalu.

"Jangan tidak terbatas (layanannya), kalau tidak terbatas khan nanti apa yang terjadi di Yunani seperti itu, karena layanannya tidak terbatas akhirnya (bangkrut)," katanya.

BPJS Kesehatan defisit hingga terakumulasi mencapai Rp16,5 triliun pada 2017. Terakhir, pemerintah berupaya mengalokasikan 75 persen dari setengah persen penerimaan pajak rokok daerah untuk menutup defisit anggaran itu.

Salah satu upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan mengatasi defisit anggaran tersebut antara lain dengan memberlakukan skema anjak piutang terhadap penyedia layanan kesehatan yang bermitra dengan badan penjamin layanan sosial milik Pemerintah itu.

Dengan menggunakan skema factoring itu nanti rumah sakit atau penyedia jasa layanan kesehatan dapat menjaminkan piutangnya dengan bunga kurang dari satu persen.

Skema anjak piutang tersebut ditempuh oleh BPJS Kesehatan supaya tidak terjadi kerugian atau defisit yang lebih besar lagi akibat penunggakan tagihan biaya layanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan.

Sesuai SK Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000, anjak piutang merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan, serta pengurusan piutang jangka pendek suatu perusahaan.