Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong inovasi keuangan digital dapat terus berkembang agar semakin mempercepat upaya inklusi keuangan di seluruh wilayah Indonesia, namun dengan tetap memerhatikan perlindungan terhadap masyarakat.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida di Jakarta, Selasa, mengatakan, apabila inovasi keuangan digital bisa diakomodir dan diberikan landasan hukum yang kuat dan juga akomodatif, maka ia bisa berkembang dengan baik.

"Arahnya pengembangan inovasi keuangan digital ini yaitu ke arah kemajuan ekonomi masyarakat kita. Karena dengan inovasi keuangan digital ini bisa menjangkau masyarakat secara lebih luas, itu salah satu keutamaannya," ujar Nurhaida.

OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan sebagai ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan industri teknologi finansial (fintech) pada awal September 2018.

Peraturan tersebut dikeluarkan OJK mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan digital yang tidak dapat diabaikan dan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.

Inovasi keuangan digital perlu diarahkan agar menghasilkan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab, aman, mengedepankan perlindungan konsumen dan memiliki risiko yang terkelola dengan baik.

Peraturan ini juga dikeluarkan sebagai upaya mendukung pelayanan jasa keuangan yang inovatif, cepat, murah, mudah, dan luas serta untuk meningkatkan inklusi keuangan, investasi, pembiayaan serta layanan jasa keuangan lainnya.

Nurhaida menambahkan, OJK berupaya untuk bisa memayungi semua jenis kegiatan di sektor jasa keuangan dengan aturan-aturan sehingga misalnya apabila ada pelanggaran yang dilakukan, maka sanksi yang diterapkan juga jelas.

"Ke depan, fintech ini kan selalu berkembang. Kita lihat kluster yang sudah terbentuk itu sudah ada aturannya atau belum, kalau belum maka OJK akan membuat aturan untuk kluster baru tersebut," ujar Nurhaida.

Hingga saat ini, OJK baru menerima pengajuan dokumen dari 21 perusahaan rintisan atau startup yang bergerak di sektor teknologi finansial (fintech) untuk terdaftar di OJK. Perusahaan fintech tersebut bergerak di sektor jual beli emas online, aggregator, financial planner, crowdfunding, credit scoring, verifikasi online, dan klaim asuransi lain.

Adapun mekanisme pencatatan dan pendaftaran fintech sebagaimana yang diatur dalam POJK 13 yaitu setiap penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD) baik perusahaan rintisan (startup) maupun Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui tiga tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan.

Pertama yaitu pencatatan kepada OJK untuk perusahaan startup atau non-LJK. Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian "regulatory sandbox". Sedangkan untuk LJK, permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB). Kedua, proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang selama enam bulan bila diperlukan. Ketiga, pendaftaran/perizinan kepada OJK.

Sementara itu, mekanisme pemantauan dan pengawasan fintech sendiri adalah OJK akan menetapkan penyelenggara IKD yang wajib mengikuti proses program ujicoba atau "regulatory sandbox". Hasil uji coba "regulatory sandbox" ditetapkan dengan status "direkomendasikan", "perbaikan", dan "tidak direkomendasikan".

Penyelenggara IKD yang sudah menjalani regulatory sandbox dan berstatus direkomendasikan dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK. Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan, penyelenggara IKD diwajibkan untuk melakukan pengawasan secara mandiri dengan menyusun laporan "self assessment" yang sedikitnya memuat aspek tata kelola dan mitigasi risiko.

Penyelenggara IKD juga dilarang mencantumkan nama dan atau logo OJK namun dapat mencantumkan nomor tanda tercatat atau terdaftar. Dalam jangka menengah, OJK dapat menunjuk pihak lain (Asosiasi Penyelenggara IKD yang diakui oleh OJK) yang bertugas dalam pengawasan IKD.