Depok, Jawa Barat (ANTARA News) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) konsisten menjalankan sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menekan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara, dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2019 di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin, menyebutkan beberapa kebijakan tersebut antara lain subtitusi impor dengan produk dalam negeri, penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, dan penerapan B20.

"Penerapan B20 itu merupakan sinyal dan diharapkan akan mulai turun impornya di Oktober 2018, memang di September 2018 belum kelihatan efeknya yang terlalu besar," kata dia.

Suahasil meyakini apabila kebijakan B20 konsisten dilakukan maka akan mengurangi impor sehingga defisit migas di triwulan IV-2018 akan lebih kecil.

Selain memberi sinyal penekanan impor, pemerintah juga berupaya mengundang arus modal masuk dengan insentif pajak.

Delapan perusahaan, yang mencakup total rencana investasi Rp161,3 triliun, sudah menerima insentif pengurangan pajak penghasilan seusai revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tax holiday.

"Rangkaian ini kami memang sudah pikirkan sejak jauh-jauh hari. Konsistensi dan antisipasi ini sudah kami dibicarakan sejak lama," kata Suahasil.

Ia juga meyakini perekonomian Indonesia tetap dapat tumbuh positif dengan pertumbuhan di akhir 2018 sebesar 5,2 persen dan CAD membaik dibandingkan triwulan III-2018.

Baca juga: BI sebut defisit transaksi berjalan meningkat akibat impor minyak

Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III-2018 meningkat menjadi 3,37 persen dari PDB atau sebesar 8,8 miliar dolar AS. Pada triwulan II-2018, defisit transaksi berjalan sebesar 8,0 miliar dolar AS atau 3,02 persen PDB.

Bank Indonesia mencatat pelebaran defisit neraca transaksi berjalan terjadi karena peningkatan defisit neraca perdagangan migas seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia.

Neraca transaksi berjalan, yang terdiri dari neraca perdagangan dan jasa, merupakan parameter yang merekam transaksi pembayaran antara penduduk Indonesia dan non-penduduk Indonesia.

Oleh karena itu, neraca transaksi berjalan mencerminkan aliran devisa yang keluar dan masuk suatu negara, sehingga parameter ini juga menjadi pijakan investor untuk berinvestasi di suatu negara dan menentukan pergerakan nilai tukar mata uang.

Defisit neraca transaksi berjalan secara akumulatif dari awal tahun hingga akhir triwulan III-2018 adalah sebesar 2,86 persen PDB. BI menilai angka tersebut masih berada dalam batas aman.

Baca juga: Darmin: efektifitas kebijakan pemerintah dapat tekan defisit transaksi berjalan

Baca juga: Menkeu: tingginya impor picu defisit transaksi berjalan