Artikel
Realita penguatan rupiah yang patut diwaspadai
13 November 2018 00:40 WIB
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (8/5/2018). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang ditransaksikan pada Selasa (8/5/2018) ditutup melemah 51 poin atau 0,36 persen ke level Rp14.052 per dolar Amerika. (ANTARA/Sigid Kurniawan)
Jakarta, (ANTARA News) - Penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sejak awal November 2018 sedikit diluar perkiraan pengamat ekonomi maupun para pelaku pasar keuangan.
Pergerakan rupiah yang tercatat sekitar Rp15.200-an pada akhir Oktober 2018, tiba-tiba mencapai Rp14.500 per dolar AS-Rp14.600 per dolar AS pada pertengahan November, hanya dalam kurun waktu dua minggu.
Meski sempat mengalami perlemahan sebanyak 12 poin, pada Senin (12/11) pagi, menjadi Rp14.680 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.668, mata uang garuda masih terlihat kokoh dibandingkan pergerakan mata uang negara berkembang lainnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan tiga penyebab nilai tukar rupiah menguat dalam waktu relatif cepat karena faktor eksternal maupun internal yang saling mendukung.
Penyebab pertama adalah kepercayaan investor global yang meningkat karena membaiknya indikator ekonomi domestik seperti realisasi pertumbuhan ekonomi domestik triwulan III-2018 serta laju inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 3,16 persen hingga Oktober 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen tahun ke tahun (yoy), yang utamanya didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga.
Perry menilai pasar merespon positif dari perbaikan data pertumbuhan ekonomi yang masih diatas lima persen dalam kondisi yang masih diliputi ketidakpastian serta laju inflasi yang masih berada dibawah sasaran 3,5 persen.
Penyebab kedua adalah pemberlakukan pasar valas berjangka untuk domestik atau Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang baru diterbitkan oleh bank sentral dan efektif sejak 1 November 2018 untuk menjaga pergerakan rupiah.
Perry mengklaim pasokan dan permintaan di pasar DNDF sudah berjalan baik dengan total transaksi selama sembilan hari berjalan mencapai 115 juta dolar AS.
Sebagai gambaran, sesuai tujuannya, pemberlakuan Domestik NDF dapat membuat pasar keuangan domestik berkembang sehingga pasar NDF di Luar Negeri menjadi kurang diminati.
Sebelum terdapat Domestik NDF, selama ini pasar NDF di Luar Negeri yang begitu volatil menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah di pasar domestik.
"Pemantauan kami soal DNDF berkembang dengan cukup baik. Pasokan dan permintaan berkembang sehingga menambah pendalaman pasar," kata Perry.
Penyebab ketiga adalah meredanya perang dagang antara AS dan China menyusul rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di perhelatan G20 pada akhir November 2018.
Pertemuan pemangku kebijakan paling berpengaruh di dunia tersebut diklaim untuk membahas solusi perang dagang antara dua negara yang telah terjadi sejak awal tahun dan telah ditunggu oleh seluruh pelaku keuangan global.
Kondisi penguatan rupiah ini juga didukung oleh masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia sejak awal November 2018 yaitu mencapai Rp19,9 triliun, yang terdiri dari portfolio Surat Berharga Negara (SBN) Rp14,4 triliun dan saham Rp5,5 triliun.
Perry memastikan aliran modal asing kepada obligasi pemerintah maupun saham tersebut telah memperlihatkan adanya kepercayaan dari investor global terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Tingkatkan kewaspadaan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan fenomena penguatan rupiah merupakan hal yang baik ketika negara berkembang, termasuk Indonesia, rentan terhadap penguatan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat.
Untuk itu, pergerakan rupiah yang berada dalam tren positif ini harus dipertahankan melalui berbagai upaya, salah satunya dengan terus mengomunikasikan kepada pelaku pasar keuangan bahwa indikator perekonomian Indonesia dalam keadaan terjaga dan stabil.
Selama ini, pemerintah telah berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi diatas lima persen, laju inflasi rendah serta meningkatkan kesempatan kerja dan menekan tingkat kemiskinan.
Selain itu, penguatan fundamental perekonomian telah dilakukan dengan mendorong investasi berbasis ekspor dan subtitusi impor serta menggunakan barang dalam negeri agar defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dapat mengecil.
Untuk mengundang investasi dan mengurangi konsumsi barang impor, pemerintah telah membenahi sistem layanan perizinan terintegrasi (OSS) serta menyesuaikan tarif PPh impor barang konsumsi dan mewajibkan penggunaan konsumsi biodiesel (B20).
"Kita akan tetap fokus menjaga, agar CAD tetap bisa kita kelola, karena itu adalah salah satu sumber yang dapat menimbulkan persepsi terhadap perekonomian Indonesia," kata Sri Mulyani.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengingatkan pergerakan rupiah yang positif masih bersifat sementara karena pasar dapat bereaksi negatif terhadap hasil tiga pengumuman data ekonomi terbaru.
Reaksi yang dapat memicu perlemahan rupiah tersebut dapat terjadi terutama apabila hasil yang diharapkan berada diluar perkiraan konsensus dan pelaku pasar tidak melakukan antisipasi (price in).
"Meski terjadi penguatan rupiah dan kembalinya modal masuk ke pasar obligasi dan saham Indonesia, terdapat tiga pengumuman penting dalam beberapa hari ke depan yang dapat mempengaruhi sentimen pasar," ujarnya.
Pengumuman tersebut adalah realisasi defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2018, pencapaian neraca perdagangan pada Oktober serta Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada pertengahan November.
Dalam rilis Bank Indonesia yang diterbitkan Jumat (9/11), defisit neraca transaksi berjalan meningkat menjadi 3,37 persen dari PDB atau sebesar 8,8 miliar dolar AS pada triwulan III-2018 atau secara akumulatif mencapai 2,86 persen terhadap PDB.
Pengumuman kinerja neraca perdagangan Oktober akan diumumkan bersamaan dengan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, yang akan memutuskan penetapan suku bunga acuan, pada Kamis (15/11).
Pembenahan berkelanjutan
Sementara itu, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menambahkan sentimen global terkait normalisasi kebijakan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) dapat terus membayangi pergerakan rupiah.
Ia mengatakan selama The Fed masih mempertimbangkan kenaikan suku bunga maka pergerakan dolar AS terus berpotensi meningkat dan menganggu stabilitas mata uang di negara berkembang.
Kendati demikian, Reza memproyeksikan potensi terjadinya kembali depresiasi rupiah, masih terbatas, karena sentimen dalam negeri masih kondusif akibat membaiknya data perekonomian Indonesia.
Untuk itu, kesempatan ini merupakan momentum dari perbaikan defisit neraca transaksi berjalan guna meningkatkan daya tahan stabilitas rupiah agar tidak rentan dari tekanan eksternal hingga beberapa tahun mendatang.
Pemerintah juga telah mengantisipasi terjadinya gejolak mata uang pada 2019, yang dipicu oleh kemungkinan dua kali kenaikan suku bunga The Fed tahun depan dan ketidakpastian dari perang dagang.
Hal tersebut terlihat dari penetapan asumsi nilai tukar sebesar Rp15.000 per dolar AS dalam APBN 2019 dengan mempertimbangkan risiko global yang dapat memicu pergerakan arus modal kembali ke negara maju.
Penetapan ini ikut memperhatikan usulan Bank Indonesia yang memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah pada 2019 berada pada kisaran Rp14.500 per dolar AS-Rp15.200 per dolar AS.
Melalui penyusunan APBN yang realistis dan kredibel, pemerintah bersama Bank Indonesia telah menyiapkan mitigasi fiskal untuk mengantisipasi ketidakpastian global yang dapat terjadi tahun depan.
Dengan koordinasi tersebut, pergerakan rupiah terhadap dolar AS diyakini tidak akan terpengaruh oleh tekanan eksternal maupun domestik dalam jangka pendek maupun menengah panjang.
Meski demikian, tugas untuk memperbaiki fundamental perekonomian melalui pembenahan neraca transaksi berjalan harus dilakukan secara berkelanjutan karena kabar gembira dari luar bisa saja merupakan angin surga dan tidak terjadi setiap saat.*
Baca juga: BI sebut tiga penyebab penguatan rupiah dalam waktu cepat
Baca juga: Pergerakan rupiah tertahan setelah penguatan tajam
Pergerakan rupiah yang tercatat sekitar Rp15.200-an pada akhir Oktober 2018, tiba-tiba mencapai Rp14.500 per dolar AS-Rp14.600 per dolar AS pada pertengahan November, hanya dalam kurun waktu dua minggu.
Meski sempat mengalami perlemahan sebanyak 12 poin, pada Senin (12/11) pagi, menjadi Rp14.680 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.668, mata uang garuda masih terlihat kokoh dibandingkan pergerakan mata uang negara berkembang lainnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan tiga penyebab nilai tukar rupiah menguat dalam waktu relatif cepat karena faktor eksternal maupun internal yang saling mendukung.
Penyebab pertama adalah kepercayaan investor global yang meningkat karena membaiknya indikator ekonomi domestik seperti realisasi pertumbuhan ekonomi domestik triwulan III-2018 serta laju inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 3,16 persen hingga Oktober 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen tahun ke tahun (yoy), yang utamanya didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga.
Perry menilai pasar merespon positif dari perbaikan data pertumbuhan ekonomi yang masih diatas lima persen dalam kondisi yang masih diliputi ketidakpastian serta laju inflasi yang masih berada dibawah sasaran 3,5 persen.
Penyebab kedua adalah pemberlakukan pasar valas berjangka untuk domestik atau Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang baru diterbitkan oleh bank sentral dan efektif sejak 1 November 2018 untuk menjaga pergerakan rupiah.
Perry mengklaim pasokan dan permintaan di pasar DNDF sudah berjalan baik dengan total transaksi selama sembilan hari berjalan mencapai 115 juta dolar AS.
Sebagai gambaran, sesuai tujuannya, pemberlakuan Domestik NDF dapat membuat pasar keuangan domestik berkembang sehingga pasar NDF di Luar Negeri menjadi kurang diminati.
Sebelum terdapat Domestik NDF, selama ini pasar NDF di Luar Negeri yang begitu volatil menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah di pasar domestik.
"Pemantauan kami soal DNDF berkembang dengan cukup baik. Pasokan dan permintaan berkembang sehingga menambah pendalaman pasar," kata Perry.
Penyebab ketiga adalah meredanya perang dagang antara AS dan China menyusul rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di perhelatan G20 pada akhir November 2018.
Pertemuan pemangku kebijakan paling berpengaruh di dunia tersebut diklaim untuk membahas solusi perang dagang antara dua negara yang telah terjadi sejak awal tahun dan telah ditunggu oleh seluruh pelaku keuangan global.
Kondisi penguatan rupiah ini juga didukung oleh masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia sejak awal November 2018 yaitu mencapai Rp19,9 triliun, yang terdiri dari portfolio Surat Berharga Negara (SBN) Rp14,4 triliun dan saham Rp5,5 triliun.
Perry memastikan aliran modal asing kepada obligasi pemerintah maupun saham tersebut telah memperlihatkan adanya kepercayaan dari investor global terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Tingkatkan kewaspadaan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan fenomena penguatan rupiah merupakan hal yang baik ketika negara berkembang, termasuk Indonesia, rentan terhadap penguatan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat.
Untuk itu, pergerakan rupiah yang berada dalam tren positif ini harus dipertahankan melalui berbagai upaya, salah satunya dengan terus mengomunikasikan kepada pelaku pasar keuangan bahwa indikator perekonomian Indonesia dalam keadaan terjaga dan stabil.
Selama ini, pemerintah telah berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi diatas lima persen, laju inflasi rendah serta meningkatkan kesempatan kerja dan menekan tingkat kemiskinan.
Selain itu, penguatan fundamental perekonomian telah dilakukan dengan mendorong investasi berbasis ekspor dan subtitusi impor serta menggunakan barang dalam negeri agar defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dapat mengecil.
Untuk mengundang investasi dan mengurangi konsumsi barang impor, pemerintah telah membenahi sistem layanan perizinan terintegrasi (OSS) serta menyesuaikan tarif PPh impor barang konsumsi dan mewajibkan penggunaan konsumsi biodiesel (B20).
"Kita akan tetap fokus menjaga, agar CAD tetap bisa kita kelola, karena itu adalah salah satu sumber yang dapat menimbulkan persepsi terhadap perekonomian Indonesia," kata Sri Mulyani.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengingatkan pergerakan rupiah yang positif masih bersifat sementara karena pasar dapat bereaksi negatif terhadap hasil tiga pengumuman data ekonomi terbaru.
Reaksi yang dapat memicu perlemahan rupiah tersebut dapat terjadi terutama apabila hasil yang diharapkan berada diluar perkiraan konsensus dan pelaku pasar tidak melakukan antisipasi (price in).
"Meski terjadi penguatan rupiah dan kembalinya modal masuk ke pasar obligasi dan saham Indonesia, terdapat tiga pengumuman penting dalam beberapa hari ke depan yang dapat mempengaruhi sentimen pasar," ujarnya.
Pengumuman tersebut adalah realisasi defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2018, pencapaian neraca perdagangan pada Oktober serta Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada pertengahan November.
Dalam rilis Bank Indonesia yang diterbitkan Jumat (9/11), defisit neraca transaksi berjalan meningkat menjadi 3,37 persen dari PDB atau sebesar 8,8 miliar dolar AS pada triwulan III-2018 atau secara akumulatif mencapai 2,86 persen terhadap PDB.
Pengumuman kinerja neraca perdagangan Oktober akan diumumkan bersamaan dengan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, yang akan memutuskan penetapan suku bunga acuan, pada Kamis (15/11).
Pembenahan berkelanjutan
Sementara itu, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menambahkan sentimen global terkait normalisasi kebijakan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) dapat terus membayangi pergerakan rupiah.
Ia mengatakan selama The Fed masih mempertimbangkan kenaikan suku bunga maka pergerakan dolar AS terus berpotensi meningkat dan menganggu stabilitas mata uang di negara berkembang.
Kendati demikian, Reza memproyeksikan potensi terjadinya kembali depresiasi rupiah, masih terbatas, karena sentimen dalam negeri masih kondusif akibat membaiknya data perekonomian Indonesia.
Untuk itu, kesempatan ini merupakan momentum dari perbaikan defisit neraca transaksi berjalan guna meningkatkan daya tahan stabilitas rupiah agar tidak rentan dari tekanan eksternal hingga beberapa tahun mendatang.
Pemerintah juga telah mengantisipasi terjadinya gejolak mata uang pada 2019, yang dipicu oleh kemungkinan dua kali kenaikan suku bunga The Fed tahun depan dan ketidakpastian dari perang dagang.
Hal tersebut terlihat dari penetapan asumsi nilai tukar sebesar Rp15.000 per dolar AS dalam APBN 2019 dengan mempertimbangkan risiko global yang dapat memicu pergerakan arus modal kembali ke negara maju.
Penetapan ini ikut memperhatikan usulan Bank Indonesia yang memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah pada 2019 berada pada kisaran Rp14.500 per dolar AS-Rp15.200 per dolar AS.
Melalui penyusunan APBN yang realistis dan kredibel, pemerintah bersama Bank Indonesia telah menyiapkan mitigasi fiskal untuk mengantisipasi ketidakpastian global yang dapat terjadi tahun depan.
Dengan koordinasi tersebut, pergerakan rupiah terhadap dolar AS diyakini tidak akan terpengaruh oleh tekanan eksternal maupun domestik dalam jangka pendek maupun menengah panjang.
Meski demikian, tugas untuk memperbaiki fundamental perekonomian melalui pembenahan neraca transaksi berjalan harus dilakukan secara berkelanjutan karena kabar gembira dari luar bisa saja merupakan angin surga dan tidak terjadi setiap saat.*
Baca juga: BI sebut tiga penyebab penguatan rupiah dalam waktu cepat
Baca juga: Pergerakan rupiah tertahan setelah penguatan tajam
Pewarta: Satyagraha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: