Mantan menteri sarankan Bulog gelontorkan beras stok
12 November 2018 19:26 WIB
BULOG PERCEPAT PENYALURAN RASTA Pekerja mengangkut karung berisi stok Rasta/Raskin (beras untuk warga prajahtera) di Gudang Bulog Serang, Banten, Kamis (8/11/2018). Dirut Perum Bulog menegaskan skema penyaluran Rasta yang semula sebulan sekali kini akan dilakukan sekali kirim untuk kebutuhan tiga bulan guna menjamin ketersediaan beras warga prasejahtera sekaligus mengurangi beban gudang yang saat ini penuh supaya bisa kembali menampung beras petani hasil panen raya Desember 2018. (ANTARA/Asep Fathulrahman)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyarankan Perum Bulog segera menggelontorkan beras stok ke pasar sebagai upaya mengendalikan harga beras.
"Sekarang harusnya sudah menggelontorkan. Apalagi, saat ini Bulog kan sudah bebas melakukan operasi pasar sepanjang tahun," katanya dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin.
Hal tersebut, menurut Menteri Pertanian periode 2004-2009, terkait harga beras medium, yang pelan-pelan mulai menanjak naik.
Ia berpendapat kenaikan harga beras seiring dengan mulai menipisnya produksi pada akhir 2018.
Anton menilai besaran beras stok Bulog, yang mencapai hingga 2,4 juta ton, sudah dapat diturunkan untuk menjaga harga hingga akhir 2018.
Apalagi, menurutnya, dengan lansiran data beras terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatatkan surplus 2,85 juta ton, maka stok di pasaran hanya pas-pasan hingga akhir 2018. Hal ini terlihat, lanjutnya, dari mulai meningkatnya harga gabah di tingkat petani.
"Ada potensi kekurangan beras di akhir tahun 2018. Kan tiap tahun selalu begitu, akhir tahun sampai Februari biasa ada kekurangan. Nggak ada surplus," katanya.
Disebutkan Anton, stok di pasaran bisa berpotensi kurang karena catatan surplus yang dirilis BPS lebih banyak tersimpan di rumah tangga.
Potensi kekurangan beras di akhir tahun yang terindikasi dari harga terlihat juga dari data BPS yang menyebutkan adanya penyusutan luas lahan untuk pertanian padi.
"Lahan nyusut, sementara tiap tahun ada pertumbuhan masyarakat sekitar 1,4 persen. Konsumsi pasti nambah. Jadi kekurangan ini sesuatu yang jelas," kata pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kopi Nasional ini.
Senada dengan pernyataan Anton, pengamat perberasan sekaligus akademisi UI, Mohamad Ikhsan mengatakan, terus naiknya harga beras bukanlah keanehan yang terjadi akibat perdagangan.
Kondisi ini tak lain karena memang hasil panen sudah berkurang. Harga gabah dari petani pun dilihatnya memang juga sudah melambung.
Ia memperkirakan, untuk bisa mencapai harga normal beras medium, setidaknya Bulog mesti menggelontorkan stoknya sebanyak 100 ribu ton per bulan.
Dalam data beras terbaru yang dirilis BPS beberapa minggu lalu, diproyeksikan akan terjadi defisit beras hingga 2,53 juta ton dalam kisaran Oktober-Desember 2018.
Hal ini karena produksi padi dalam tiga bulan tersebut hanya 6,89 juta ton atau setara dengan 3,94 juta ton beras. Sementara itu, konsumsi masyarakat pada periode yang sama diprediksi mencapai 7,45 juta ton.
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi pun mengakui pihaknya membutuhkan gelontoran beras Bulog dikarenakan harga beras medium di Pasar Cipinang saat ini sudah Rp9.100 per kilogram.
Padahal normalnya, harga beras medium di pasar, yang menjadi barometer harga tingkat nasional tersebut Rp8.700 per kilogram.
Baca juga: Bulog curigai pedagang oplos beras premium
"Sekarang harusnya sudah menggelontorkan. Apalagi, saat ini Bulog kan sudah bebas melakukan operasi pasar sepanjang tahun," katanya dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin.
Hal tersebut, menurut Menteri Pertanian periode 2004-2009, terkait harga beras medium, yang pelan-pelan mulai menanjak naik.
Ia berpendapat kenaikan harga beras seiring dengan mulai menipisnya produksi pada akhir 2018.
Anton menilai besaran beras stok Bulog, yang mencapai hingga 2,4 juta ton, sudah dapat diturunkan untuk menjaga harga hingga akhir 2018.
Apalagi, menurutnya, dengan lansiran data beras terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatatkan surplus 2,85 juta ton, maka stok di pasaran hanya pas-pasan hingga akhir 2018. Hal ini terlihat, lanjutnya, dari mulai meningkatnya harga gabah di tingkat petani.
"Ada potensi kekurangan beras di akhir tahun 2018. Kan tiap tahun selalu begitu, akhir tahun sampai Februari biasa ada kekurangan. Nggak ada surplus," katanya.
Disebutkan Anton, stok di pasaran bisa berpotensi kurang karena catatan surplus yang dirilis BPS lebih banyak tersimpan di rumah tangga.
Potensi kekurangan beras di akhir tahun yang terindikasi dari harga terlihat juga dari data BPS yang menyebutkan adanya penyusutan luas lahan untuk pertanian padi.
"Lahan nyusut, sementara tiap tahun ada pertumbuhan masyarakat sekitar 1,4 persen. Konsumsi pasti nambah. Jadi kekurangan ini sesuatu yang jelas," kata pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kopi Nasional ini.
Senada dengan pernyataan Anton, pengamat perberasan sekaligus akademisi UI, Mohamad Ikhsan mengatakan, terus naiknya harga beras bukanlah keanehan yang terjadi akibat perdagangan.
Kondisi ini tak lain karena memang hasil panen sudah berkurang. Harga gabah dari petani pun dilihatnya memang juga sudah melambung.
Ia memperkirakan, untuk bisa mencapai harga normal beras medium, setidaknya Bulog mesti menggelontorkan stoknya sebanyak 100 ribu ton per bulan.
Dalam data beras terbaru yang dirilis BPS beberapa minggu lalu, diproyeksikan akan terjadi defisit beras hingga 2,53 juta ton dalam kisaran Oktober-Desember 2018.
Hal ini karena produksi padi dalam tiga bulan tersebut hanya 6,89 juta ton atau setara dengan 3,94 juta ton beras. Sementara itu, konsumsi masyarakat pada periode yang sama diprediksi mencapai 7,45 juta ton.
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi pun mengakui pihaknya membutuhkan gelontoran beras Bulog dikarenakan harga beras medium di Pasar Cipinang saat ini sudah Rp9.100 per kilogram.
Padahal normalnya, harga beras medium di pasar, yang menjadi barometer harga tingkat nasional tersebut Rp8.700 per kilogram.
Baca juga: Bulog curigai pedagang oplos beras premium
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: