Potensi kebakaran hutan-lahan diprediksi meningkat tahun depan
12 November 2018 09:34 WIB
Arsip Foto. Kobaran api menyala dari lahan yang terbakar di Desa Ibul Besar I, Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (31/7/2018). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Pemerintah mulai mempersiapkan personel pemadam kebakaran Manggala Agni untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan karena tahun 2019 potensi kebakaran hutan dan lahan diprediksi meningkat akibat pengaruh El Nino.
"Siklus lima tahunan kemarau seharusnya terjadi pada 2020, tapi setahun lebih cepat karena ada El Nino juga pada 2019," kata Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan dan Lahan (BPPIKHL) Wilayah Sumatera Israr Albar dalam pernyataan persnya, Senin.
BPPIKHL Wilayah Sumatera merupakan unit kerja di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang wilayah kerjanya mencakup Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi dan Sumatera Selatan.
Israr menjelaskan balai sudah mempelajari hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Biro Meteorologi Australia, Jamstec dari Jepang, dan lembaga meteorologi Amerika Serikat mengenai risiko kemarau panjang akibat pengaruh El Nino.
"Empat institusi ini menyatakan akan ada peningkatan kemarau panjang, El Nino pada bulan Februari-Maret. Kita harus antisipasi keadaan karena mungkin akan lebih parah dari 2018," katanya.
El Nino adalah kejadian memanasnya suhu air laut di Samudra Pasifik hingga di atas rata-rata suhu normal, yang bisa menimbulkan fenomena alam seperti kekeringan.
Israr menyatakan tahun depan balai akan menambah personel Manggala Agni menjadi 915 orang plus peralatan pendukung kerja mereka guna mengantisipasi dampak musim kemarau panjang. Ia mengatakan di Sumatera ada 17 Daerah Operasi Manggala Agni yang memiliki 61 regu, namun masing-masing regu anggotanya belum semuanya 15.
"Seperti di Kota Dumai, Riau, masih kurang dua personel sehingga tahun depan akan dilengkapi jadi 15 orang," katanya.
Ia menambahkan sejak 2016 hingga 2018 kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau cenderung menurun karena banyak hujan meski jumlah titik panasnya terpantau lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera.
"Karena di Riau paling luas area lahan gambutnya," kata Israr, lalu menekankan pentingnya kerja sama dan sinergi semua pihak untuk mencegah dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan tahun depan.
Baca juga:
Risiko kebakaran hutan-lahan Riau turun bersama datangnya hujan
BMKG deteksi 76 titik panas di Sumatera
"Siklus lima tahunan kemarau seharusnya terjadi pada 2020, tapi setahun lebih cepat karena ada El Nino juga pada 2019," kata Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan dan Lahan (BPPIKHL) Wilayah Sumatera Israr Albar dalam pernyataan persnya, Senin.
BPPIKHL Wilayah Sumatera merupakan unit kerja di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang wilayah kerjanya mencakup Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi dan Sumatera Selatan.
Israr menjelaskan balai sudah mempelajari hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Biro Meteorologi Australia, Jamstec dari Jepang, dan lembaga meteorologi Amerika Serikat mengenai risiko kemarau panjang akibat pengaruh El Nino.
"Empat institusi ini menyatakan akan ada peningkatan kemarau panjang, El Nino pada bulan Februari-Maret. Kita harus antisipasi keadaan karena mungkin akan lebih parah dari 2018," katanya.
El Nino adalah kejadian memanasnya suhu air laut di Samudra Pasifik hingga di atas rata-rata suhu normal, yang bisa menimbulkan fenomena alam seperti kekeringan.
Israr menyatakan tahun depan balai akan menambah personel Manggala Agni menjadi 915 orang plus peralatan pendukung kerja mereka guna mengantisipasi dampak musim kemarau panjang. Ia mengatakan di Sumatera ada 17 Daerah Operasi Manggala Agni yang memiliki 61 regu, namun masing-masing regu anggotanya belum semuanya 15.
"Seperti di Kota Dumai, Riau, masih kurang dua personel sehingga tahun depan akan dilengkapi jadi 15 orang," katanya.
Ia menambahkan sejak 2016 hingga 2018 kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau cenderung menurun karena banyak hujan meski jumlah titik panasnya terpantau lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera.
"Karena di Riau paling luas area lahan gambutnya," kata Israr, lalu menekankan pentingnya kerja sama dan sinergi semua pihak untuk mencegah dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan tahun depan.
Baca juga:
Risiko kebakaran hutan-lahan Riau turun bersama datangnya hujan
BMKG deteksi 76 titik panas di Sumatera
Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: