Jakarta (ANTARA News) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis menilai proses politik yang terjadi antara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra terkait calon wakil gubernur DKI mengorbankan pelayanan publik di Jakarta.

"Sepertinya ada nego politik diantara dua partai, itu hal yang lumrah. Namun, pelayanan publik jadi terkorbankan," ujar Rissalwan, di Jakarta, Jumat.

Pelayanan publik yang dimaksud mengingat Gubernur DKI, Anies Baswedan telah cukup lama bekerja tanpa wagub, sehingga masalah di akhir tahun seperti anggaran, banjir, dan sebagainya akan membuat gubernur kewalahan dalam menanganinya.

Idealnya tugas pemerintahan dipegang oleh dua orang, yakni gubernur dan wagub, meski Anies pernah mengatakan dirinya tidak merasa kesulitan bekerja sendirian.

Mengenai tim seleksi cawagub DKI, jelas Rissalwan, akan lebih efektif bila dilakukan proses rembuk dengan melibatkan Anies dibandingkan membuat tim seleksi yang berdasarkan tradisi di PKS, yakni adanya proses pemilihan internal.

Rissalwan melihat Anies sebagai sosok yang berasal dari luar PKS dan belum tentu "nurut" dengan parpol tersebut, karena jika Anies mencari kriteria seperti Sandiaga Uno dari kader PKS maka hal itu dinilai sulit.

"Anies sebagai orang yang dipilih PKS, dia menepati semua janji politiknya, seperti menutup Alexis, reklamasi. Sebagai politisi dia bagus, namun seharusnya dari sisi pelayanan publik jangan terlalu lama kekosongan wagub," tambahnya.

Rissalwan berharap agar Anies bersikap tegas dengan memberikan tenggat waktu untuk menentukan wakil gubernur sebelum akhir tahun.

Sebelumnya, sesuai dengan instruksi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, saat ini hanya ada dua kader yang dipercaya menggantikan Sandiaga Uno yang maju dalam kontestasi Pilpres 2019, yakni Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto.

Dua nama tersebut nantinya akan diproses melalui tim seleksi yang melibatkan dua kader dari PKS dan dua dari Gerindra, bahkan bisa jadi lebih.