BI sebut tiga penyebab penguatan rupiah dalam waktu cepat
9 November 2018 15:17 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo membeirkan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/11/2018). (ANTARA/Indra Arief Pribadi)
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menyebutkan setidaknya terdapat tiga penyebab nilai tukar rupiah menguat dalam waktu relatif cepat yakni selama dua pekan terakhir dari level Rp15.200 ke kisaran saat ini Rp14.600 per dolar AS.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, kepercayaan investor global meningkat karena indikator ekonomi domestik yang membaik seperti laju inflasi hingga Oktober 2018 dan realisasi pertumbuhan ekonomi domestik kuartal III 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III sebesar 5,17 persen secara tahunan (year on year/yoy), yang utamanya didorong konsumsi rumah tangga.
Sementara, inflasi pada Oktober 2018 sebesar 0,28 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 3,16 persen (yoy) yang berarti berada di batas bawah sasaran inflasi.
"Keyakinan pasar terhadap kebijakan-kebijakan perekonomian (domestik meningkat)," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Perry, penyebab kedua penguatan rupiah dalam beberapa waktu terakhir adalah pemberlakukan pasar valas berjangka untuk domestik atau domestic non-deliverable forward (DNDF).
Operasional DNDF mulai efektif pada 1 November 2018. Perry mengklaim pasokan dan permintaan di pasar DNDF sudah berjalan baik dengan total transaksi selama sembilan hari berjalan mencapai 115 juta dolar AS.
"Pemantauan kami soal DNDF berkembang dengan cukup baik. Pasokan dan permintaan berkembang, sehingga menambah pendalaman pasar," ujar dia.
Sesuai tujuannya, pemberlakuan DNDF dapat membuat pasar keuangan domestik berkembang sehingga pasar NDF di luar negeri kurang diminati.
Sebelum terdapat DNDF, pasar NDF di luar negeri yang begitu volatil menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah di pasar domestik.
Penyebab ketiga adalah meredanya perang dagang antara AS dan China menyusul rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping pada perhelatan G-20 akhir November 2018.
Pertemuan itu diklaim untuk membahas solusi perang dagang antara dua negara yang telah terjadi sejak awal tahun.
Semua pelaku pasar keuangan global kini menanti perkembangan dari rencana pertemuan dua pemangku kebijakan paling berpengaruh di dunia itu.
Berdasarkan catatan Antara, rupiah mulai menunjukkan tren penguatan pada akhir Oktober 2018 dan hingga Jumat ini pukul 14.00 WIB, rupiah di pasar spot diperdagangkan di Rp14.681 per dolar AS.
Meski demikian, pada perdagangan Jumat ini di pasar spot, rupiah menunjukkan tren pelemahan, menjelang pengumuman defisit neraca transaksi berjalan domestik pada Jumat sore.
Baca juga: Sudah di bawah Rp14.500, rupiah makin perkasa
Baca juga: Pertemuan Trump dan Xi Jinping tentukan pergerakan rupiah
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, kepercayaan investor global meningkat karena indikator ekonomi domestik yang membaik seperti laju inflasi hingga Oktober 2018 dan realisasi pertumbuhan ekonomi domestik kuartal III 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III sebesar 5,17 persen secara tahunan (year on year/yoy), yang utamanya didorong konsumsi rumah tangga.
Sementara, inflasi pada Oktober 2018 sebesar 0,28 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 3,16 persen (yoy) yang berarti berada di batas bawah sasaran inflasi.
"Keyakinan pasar terhadap kebijakan-kebijakan perekonomian (domestik meningkat)," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Perry, penyebab kedua penguatan rupiah dalam beberapa waktu terakhir adalah pemberlakukan pasar valas berjangka untuk domestik atau domestic non-deliverable forward (DNDF).
Operasional DNDF mulai efektif pada 1 November 2018. Perry mengklaim pasokan dan permintaan di pasar DNDF sudah berjalan baik dengan total transaksi selama sembilan hari berjalan mencapai 115 juta dolar AS.
"Pemantauan kami soal DNDF berkembang dengan cukup baik. Pasokan dan permintaan berkembang, sehingga menambah pendalaman pasar," ujar dia.
Sesuai tujuannya, pemberlakuan DNDF dapat membuat pasar keuangan domestik berkembang sehingga pasar NDF di luar negeri kurang diminati.
Sebelum terdapat DNDF, pasar NDF di luar negeri yang begitu volatil menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah di pasar domestik.
Penyebab ketiga adalah meredanya perang dagang antara AS dan China menyusul rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping pada perhelatan G-20 akhir November 2018.
Pertemuan itu diklaim untuk membahas solusi perang dagang antara dua negara yang telah terjadi sejak awal tahun.
Semua pelaku pasar keuangan global kini menanti perkembangan dari rencana pertemuan dua pemangku kebijakan paling berpengaruh di dunia itu.
Berdasarkan catatan Antara, rupiah mulai menunjukkan tren penguatan pada akhir Oktober 2018 dan hingga Jumat ini pukul 14.00 WIB, rupiah di pasar spot diperdagangkan di Rp14.681 per dolar AS.
Meski demikian, pada perdagangan Jumat ini di pasar spot, rupiah menunjukkan tren pelemahan, menjelang pengumuman defisit neraca transaksi berjalan domestik pada Jumat sore.
Baca juga: Sudah di bawah Rp14.500, rupiah makin perkasa
Baca juga: Pertemuan Trump dan Xi Jinping tentukan pergerakan rupiah
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: