Nelayan Sumut yang ditahan Malaysia sudah dipulangkan
9 November 2018 05:21 WIB
Pemulangan Nelayan Indonesia Seorang nelayan asal Kabupaten Langkat, menggendong anaknya setibanya di Kantor DPD Provinsi Sumatera Utara pada proses pemulangan dari Malaysia, di Medan, Selasa (8/12). Sebanyak 12 nelayan asal Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada 21 Juli 2015 ditangkap pihak Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia dan ditahan dengan tuduhan memasuki perairan Malaysia. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Medan, (ANTARA News) - Lima orang nelayan Sumatera Utara yang sempat menjalani hukuman penjara di Malaysia selama delapan bulan, Kamis dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Kualanamu dengan bantuan dana Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kelima nelayan asal Kabupaten Langkat, Sumut itu bernama Riduwan (42 tahun), Imam Safil (28), Armansyah (36), Ismail (35), dan Juriansyah (30," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumut, Mulyadi Simatupang di Medan, Kamis, usai menyambut kepulangan lima nelayan itu untuk dikembalikan ke Langkat.
Ridwan adalah nakhoda kapal, sedangkan keempat lainnya merupakan anak buah kapal (ABK).
Dia menjelaskan, lima nelayan itu ditangkap Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) dengan alasan memasuki zona abu-abu atau batas perairan antara Indonesia-Malaysia.
"Para nelayan mengaku sudah menggunakan GPS sebagai kelengkapan saat menangkap ikan. Tetapi setelah empat sampai lima hari berada di tengah laut, mereka baru sadar bahwa telah memasuki perairan Malaysia," katanya.
Mulyadi menegaskan, DKP Sumut sendiri terus melakukan sosialisasi soal batas laut Indonesia. Sosialisasi kepada nelayan Langkat misalnya dilakukan pada Januari 2018. Bahkan ada pembagian alat ?GPS maupun perangkat kelengkapan melaut kepada nelayan.
Mengutip pernyataan pihak APMM, Mulyadi mengatakan, sebenarnya banyak nelayan tradisional Indonesia yang masuk perairan Malaysia.
"Namun yang ditangkap adalah nelayan yang sudah terlalu jauh masuk di perairan Malaysia itu,"ujarnya.
Pelanggaran hukum memasuki perairan Malaysia itu didenda 50.000 ringgit Malaysia, tetapi karena tidak bisa membayar denda, maka diganti dengan hukuman badan (penjara), termasuk lima nelayan tersebut.
Mulyadi menjelaskan, total nelayan asal Sumut yang sudah bebas dari penjara di Malaysia dan sudah dipulangkan selama periode Januari - November 2018 sebanyak 19 orang.
"Masih ada enam nelayan lagi yang masih menjalani hukuman di penjara karena ada 25 orang nelayan dari Sumut yang ditangkap," ujarnya.
Enam nelayan dimaksud masing - masing bernama Mohammad Fahrul Rozi, Abdul Rahman Ritonga, Elfan, M Parlen alias Ucok, Zulkifli, dan Danur Dirja -- yang semuanya juga berasal dari Langkat -- diperkirakan bebas pada Agustus 2019.
Mulyadi menegaskan, semua biaya pemulangan nelayan difasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, karena Pemprov Sumut tidak memiliki anggaran khusus untuk kasus itu.
"Baru pada APBD Sumut Tahun 2019, DKP Sumut mengalokasikan anggaran untuk pemulangan nelayan yang ditangkap.Itupun jumlahnya hanya senilai Rp50 juta,"katanya.
Karena keterbatasan anggaran, Pemprov Sumut berharap pemerintah kabupaten/kota menganggarkan dana pemulangan nelayan di APBD masing-masing.
Baca juga: Banyak nelayan Sumut melaut dengan alat navigasi terbatas
Baca juga: Nelayan Kabupaten Batubara ditahan di Malaysia
Baca juga: DPD ke Malaysia selamatkan nelayan Langkat
"Kelima nelayan asal Kabupaten Langkat, Sumut itu bernama Riduwan (42 tahun), Imam Safil (28), Armansyah (36), Ismail (35), dan Juriansyah (30," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumut, Mulyadi Simatupang di Medan, Kamis, usai menyambut kepulangan lima nelayan itu untuk dikembalikan ke Langkat.
Ridwan adalah nakhoda kapal, sedangkan keempat lainnya merupakan anak buah kapal (ABK).
Dia menjelaskan, lima nelayan itu ditangkap Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) dengan alasan memasuki zona abu-abu atau batas perairan antara Indonesia-Malaysia.
"Para nelayan mengaku sudah menggunakan GPS sebagai kelengkapan saat menangkap ikan. Tetapi setelah empat sampai lima hari berada di tengah laut, mereka baru sadar bahwa telah memasuki perairan Malaysia," katanya.
Mulyadi menegaskan, DKP Sumut sendiri terus melakukan sosialisasi soal batas laut Indonesia. Sosialisasi kepada nelayan Langkat misalnya dilakukan pada Januari 2018. Bahkan ada pembagian alat ?GPS maupun perangkat kelengkapan melaut kepada nelayan.
Mengutip pernyataan pihak APMM, Mulyadi mengatakan, sebenarnya banyak nelayan tradisional Indonesia yang masuk perairan Malaysia.
"Namun yang ditangkap adalah nelayan yang sudah terlalu jauh masuk di perairan Malaysia itu,"ujarnya.
Pelanggaran hukum memasuki perairan Malaysia itu didenda 50.000 ringgit Malaysia, tetapi karena tidak bisa membayar denda, maka diganti dengan hukuman badan (penjara), termasuk lima nelayan tersebut.
Mulyadi menjelaskan, total nelayan asal Sumut yang sudah bebas dari penjara di Malaysia dan sudah dipulangkan selama periode Januari - November 2018 sebanyak 19 orang.
"Masih ada enam nelayan lagi yang masih menjalani hukuman di penjara karena ada 25 orang nelayan dari Sumut yang ditangkap," ujarnya.
Enam nelayan dimaksud masing - masing bernama Mohammad Fahrul Rozi, Abdul Rahman Ritonga, Elfan, M Parlen alias Ucok, Zulkifli, dan Danur Dirja -- yang semuanya juga berasal dari Langkat -- diperkirakan bebas pada Agustus 2019.
Mulyadi menegaskan, semua biaya pemulangan nelayan difasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, karena Pemprov Sumut tidak memiliki anggaran khusus untuk kasus itu.
"Baru pada APBD Sumut Tahun 2019, DKP Sumut mengalokasikan anggaran untuk pemulangan nelayan yang ditangkap.Itupun jumlahnya hanya senilai Rp50 juta,"katanya.
Karena keterbatasan anggaran, Pemprov Sumut berharap pemerintah kabupaten/kota menganggarkan dana pemulangan nelayan di APBD masing-masing.
Baca juga: Banyak nelayan Sumut melaut dengan alat navigasi terbatas
Baca juga: Nelayan Kabupaten Batubara ditahan di Malaysia
Baca juga: DPD ke Malaysia selamatkan nelayan Langkat
Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018
Tags: