Penculik bebaskan anak-anak dari penyekapan di Kamerun
8 November 2018 16:22 WIB
Sejumlah wanita melakukan aksi protes di depan parlemen Nigeria menuntut pasukan keamanan mencari lebih keras 200 pelajar putri yang diculik militan Islam dua minggu lalu, Abuja, Rabu (30/4). Sekelompok pria bersenjata diduga Boko Haram menyerbu sekolah menengah putri di desa Chibok, negara bagian Borno, Senin (14/4). Menaikkan mereka ke dalam truk dan menghilang ke wilayah perbukitan terpencil sepanjang perbatasan Kamerun. (REUTERS/Afolabi Sotunde)
Bamenda (ANTARA News) - Para penculik melepaskan sejumlah anak-anak sekolah dan pengemudi di Kamerun Barat pada Rabu (7/11) pagi, tetapi masih menahan kepala sekolah dan seorang guru, kata para pejabat setelah penculikan yang dituduh dilakukan pihak-pihak yang ingin memisahkan diri.
Sekelompok pria bersenjata yang menculik anak-anak sekolah tersebut pada Senin di kota Bamenda - pusat komersial kawasan yang berbahasa Inggris di Kamerun - membebaskan mereka sekitar 18 kilometer dari kota Bafut, kata tentara.
Penculikan terhadap 80 anak-anak, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam krisis separatis yang telah berlangsung lama di negara itu, serta ketiadaan informasi resmi menimbulkan kebingungan terkait penculikan tersebut dan tempat penyekapan mereka.
"Saya tahu tentang penculikan di Facebook. Saya berdoa semoga putri saya tidak ada di antara mereka (korban penculikan)," kata Philo Happi, seorang ibu yang puterinya berusia 15 tahun. "Saya menemukan dia diculik. Saya menangis, Saya takut. (Sekarang) anak-anak sudah ditemukan. Saya senang."
Samuel Fonki, seorang tokoh gereja di Kamerun yang berunding untuk membebaskan 78 anak-anak, mengatakan tak ada uang tebusan yang diminta. Tapi, ia tak memberikan rincian mengenai situasi yang mengarah ke pembebasan mereka.
"Kepala sekolah dan seorang guru masih bersama para penculik. Mari kita doakan," ujar dia, dengan menambahkan seorang anak-anak berhasil meloloskan diri.
Anak-anak yang dibebaskan tak menderita luka-luka walaupun pakaian mereka kotor dan mereka tampak kelelahan, demikian diungkapkan seorang saksi mata Reuters.
Alain, 17 tahun, melukiskan bagaimana sejumlah orang telah menculik mereka dari sekolah Senin pagi, memaksa mereka lari dan menutup wajah-wajah mereka. Mereka mendapat makanan dan tidak diperlakukan kasar, kata dia.
Baca juga: 80 lebih, sebagian besar murid, diculik di Kamerun
Sumber: Reuters
Editor: Mohamad Anthoni/Chaidar Abdullah
Sekelompok pria bersenjata yang menculik anak-anak sekolah tersebut pada Senin di kota Bamenda - pusat komersial kawasan yang berbahasa Inggris di Kamerun - membebaskan mereka sekitar 18 kilometer dari kota Bafut, kata tentara.
Penculikan terhadap 80 anak-anak, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam krisis separatis yang telah berlangsung lama di negara itu, serta ketiadaan informasi resmi menimbulkan kebingungan terkait penculikan tersebut dan tempat penyekapan mereka.
"Saya tahu tentang penculikan di Facebook. Saya berdoa semoga putri saya tidak ada di antara mereka (korban penculikan)," kata Philo Happi, seorang ibu yang puterinya berusia 15 tahun. "Saya menemukan dia diculik. Saya menangis, Saya takut. (Sekarang) anak-anak sudah ditemukan. Saya senang."
Samuel Fonki, seorang tokoh gereja di Kamerun yang berunding untuk membebaskan 78 anak-anak, mengatakan tak ada uang tebusan yang diminta. Tapi, ia tak memberikan rincian mengenai situasi yang mengarah ke pembebasan mereka.
"Kepala sekolah dan seorang guru masih bersama para penculik. Mari kita doakan," ujar dia, dengan menambahkan seorang anak-anak berhasil meloloskan diri.
Anak-anak yang dibebaskan tak menderita luka-luka walaupun pakaian mereka kotor dan mereka tampak kelelahan, demikian diungkapkan seorang saksi mata Reuters.
Alain, 17 tahun, melukiskan bagaimana sejumlah orang telah menculik mereka dari sekolah Senin pagi, memaksa mereka lari dan menutup wajah-wajah mereka. Mereka mendapat makanan dan tidak diperlakukan kasar, kata dia.
Baca juga: 80 lebih, sebagian besar murid, diculik di Kamerun
Sumber: Reuters
Editor: Mohamad Anthoni/Chaidar Abdullah
Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: