Jokowi: Butuh keberanian bangun transportasi massal
7 November 2018 13:02 WIB
Presiden Joko widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Bawesdan saat meninaju pembangunan kereta massal "mass rapid transit" (MRT) di Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (6/11/2018). (Biro Pers Setpres RI)
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo mengatakan pembangunan transportasi massal sebagai moda angkutan masa depan masyarakat Indonesia, membutuhkan keberanian mengambil keputusan seorang pemimpin.
Saat meninjau perkembangan proyek kereta massal Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada Selasa (6/11/2018), Jokowi mengungkapkan bahwa pembangunan MRT Jakarta sudah dalam tahap penyelesaian dan diharapkan dapat segera beroperasi melayani masyarakat pada Maret 2019.
"Proyek ini telah selesai 97 persen. Jadi kurang hanya 3 persen dan kita harapkan nantinya di Maret 2019 sudah mulai operasional," tuturnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Secara khusus, Presiden Jokowi juga memuji kualitas dan kenyamanan kereta bawah tanah yang dinaikinya.
Ia menyebut suara gerbong saat kereta berjalan tidak berisik, meski menempuh perjalanan dengan kecepatan 60 kilometer per jam.
"Saat tadi kita naik dengan kecepatan 60 kilometer per jam, suaranya dapat dikatakan tidak ada bisingnya, tidak terdengar, dan menurut saya sangat bagus," ucapnya.
Selanjutnya, Kepala Negara berharap agar proyek pembangunan MRT ini akan berlanjut ke tahap kedua yang menghubungkan Bundaran HI hingga Ancol, Jakarta Utara.
Selain itu, Presiden juga menyatakan MRT ini akan terintegrasi dengan moda transportasi lain yang sudah ada.
"Harus terintegrasi antara MRT, LRT, kereta bandara, Transjakarta, Kopaja, dan angkot. Kalau itu terintegrasi, pertama akan mengurangi kemacetan, yang kedua mengurangi penggunaan mobil-mobil pribadi di Jabodetabek," kata Presiden.
"Kalau kita tidak berani memutuskan kita tidak mengerti sebetulnya ada masalah, kendala, dan tantangan apa di situ," tandasnya.
Mengenai transportasi dan konektivitas untuk publik, menurut data Kantor Staf Presiden, hingga 2018, Pemerintahan Jokowi-JK telah membangun jalan sepanjang 3.432 km, jalan tol 947 km, jembatan 39,8 km, jembatan gantung 134 unit.
Di sektor perkeretaapian, hingga 2018, telah terbangun jalur KA termasuk ruas ganda dan reaktivasi 754,59 km.
Selain itu, kereta ringan (light rail transit/LRT) di Sumatera Selatan dan Jakarta selesai dibangun, sedangkan proyek LRT Jabodebek akan selesai 2019.
Untuk pembangunan bandara, hingga 2018, telah terbangun 10 bandara baru, revitalisasi dan pengembangan 408 bandara di daerah rawan bencana, terisolasi, dan wilayah perbatasan.
Sedangkan pembangunan angkutan udara perintis kargo dapat menurunkan disparitas harga lima bahan kebutuhan pokok sebesar 57,21 persen untuk masyarakat daerah terpencil dan daerah tertinggal atau daerah yang belum terlayani moda transportasi lain.
Pembangunan infrastruktur konektivitas pada empat tahun ini didedikasikan untuk mempermudah mobilitas masyarakat bekerja dan berusaha.
Selain juga demi meratanya distribusi barang/jasa, meningkatnya produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Saat meninjau perkembangan proyek kereta massal Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada Selasa (6/11/2018), Jokowi mengungkapkan bahwa pembangunan MRT Jakarta sudah dalam tahap penyelesaian dan diharapkan dapat segera beroperasi melayani masyarakat pada Maret 2019.
"Proyek ini telah selesai 97 persen. Jadi kurang hanya 3 persen dan kita harapkan nantinya di Maret 2019 sudah mulai operasional," tuturnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Secara khusus, Presiden Jokowi juga memuji kualitas dan kenyamanan kereta bawah tanah yang dinaikinya.
Ia menyebut suara gerbong saat kereta berjalan tidak berisik, meski menempuh perjalanan dengan kecepatan 60 kilometer per jam.
"Saat tadi kita naik dengan kecepatan 60 kilometer per jam, suaranya dapat dikatakan tidak ada bisingnya, tidak terdengar, dan menurut saya sangat bagus," ucapnya.
Selanjutnya, Kepala Negara berharap agar proyek pembangunan MRT ini akan berlanjut ke tahap kedua yang menghubungkan Bundaran HI hingga Ancol, Jakarta Utara.
Selain itu, Presiden juga menyatakan MRT ini akan terintegrasi dengan moda transportasi lain yang sudah ada.
"Harus terintegrasi antara MRT, LRT, kereta bandara, Transjakarta, Kopaja, dan angkot. Kalau itu terintegrasi, pertama akan mengurangi kemacetan, yang kedua mengurangi penggunaan mobil-mobil pribadi di Jabodetabek," kata Presiden.
"Kalau kita tidak berani memutuskan kita tidak mengerti sebetulnya ada masalah, kendala, dan tantangan apa di situ," tandasnya.
Mengenai transportasi dan konektivitas untuk publik, menurut data Kantor Staf Presiden, hingga 2018, Pemerintahan Jokowi-JK telah membangun jalan sepanjang 3.432 km, jalan tol 947 km, jembatan 39,8 km, jembatan gantung 134 unit.
Di sektor perkeretaapian, hingga 2018, telah terbangun jalur KA termasuk ruas ganda dan reaktivasi 754,59 km.
Selain itu, kereta ringan (light rail transit/LRT) di Sumatera Selatan dan Jakarta selesai dibangun, sedangkan proyek LRT Jabodebek akan selesai 2019.
Untuk pembangunan bandara, hingga 2018, telah terbangun 10 bandara baru, revitalisasi dan pengembangan 408 bandara di daerah rawan bencana, terisolasi, dan wilayah perbatasan.
Sedangkan pembangunan angkutan udara perintis kargo dapat menurunkan disparitas harga lima bahan kebutuhan pokok sebesar 57,21 persen untuk masyarakat daerah terpencil dan daerah tertinggal atau daerah yang belum terlayani moda transportasi lain.
Pembangunan infrastruktur konektivitas pada empat tahun ini didedikasikan untuk mempermudah mobilitas masyarakat bekerja dan berusaha.
Selain juga demi meratanya distribusi barang/jasa, meningkatnya produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: