Hasil studi: Mobil listrik hemat energi hingga 80 persen
6 November 2018 21:19 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersama Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menghadiri Laporan Akhir Fase 1 Studi Komperehensif Electric Vehicle yang melibatkan UI, UGM, ITB, UNS, ITS, dan Udayana di Kementerian Perindustrian, Jakarta. (ANTARA News/HO/Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Mobil listrik dinilai mampu menghemat energi hingga 80 persen dibandingkan mobil konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Hal tersebut merupakan salah satu hasil studi dan riset yang didorong oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan menggandeng Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi, serta industri otomotif.
“Berdasarkan penelitian, rata-rata mobil listrik jenis hibrid itu bisa hemat 50 persen, sedangkan yang plug-in hybrid bisa lebih hemat lagi hingga 75-80 persen,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melalui keterangannya diterima di Bali, Selasa.
Airlangga menyampaikan hal itu pada acara “Final Report 1st Round Electrified Vehicle Comprehensive Research & Study” di Kemenperin, Jakarta.
Menurut Menperin, penggunaan mobil listrik bisa menghemat BBM hingga dua kali lipat dibanding saat memakai bahan bakar B20.
"Kalau program B20 saja sudah bisa menghemat sekitar enam juta kiloliter BBM, maka dengan hibrid atau plug-in hybrid akan ada dua kali penghematan,” tuturnya.
Langkah tersebut diyakini dapat merealisasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030 sekaligus menjaga ketahanan energi, khususnya di sektor transportasi darat.
Selain itu, diharapkan target 20 persen untuk produksi kendaraan emisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) di tahun 2025 dapat tercapai.
Airlangga menjelaskan, riset dan studi pada tahap pertama ini merupakan laporan dari tiga perguruan tinggi, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Mereka telah melakukan uji coba terhadap mobil listrik Toyota jenis hibrid atau plug-in hybrid.
“Tujuan studi dan riset tersebut adalah membahas tentang karakteristik teknis, kemudahan pengguna, dampak lingkungan, sosial dan industri, serta kebijakan dan regulasi yang akan ditetapkan ketika teknologi itu sudah berkembang,” paparnya.
Studi dan riset juga sejalan dengan hal yang didorong oleh Kemenristekdikti terkait dengan kemampuan mobil listrik nasional (molina).
“Saat ini, roadmap pengembangan industri otomotif nasional sedang kami dorong, termasuk peraturan pemerintah atau perpres terkait pengembangan kendaran listrik dan fasilitas-fasilitasnya," imbuhnya.
Dalam upaya pengembangan kendaraan listrik, Kemenperin telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan mengenai pemberian insentif fiskal berupa tax holiday, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, serta pembiayaan ekspor dan bantuan kredit modal kerja untuk pengadaan battery swap.
“Dari sisi fasilitas nonfiskal seperti penyediaan parkir khusus, keringanan biaya pengisian listrik di SPLU hingga bantuan promosi,” ujar Menperin.
Setelah tahap pertama ini, Kemenperin akan melanjutkan laporan hasil riset mobil listrik terkait dengan aplikasi, ketahanan, dan ketersediaan infrastruktur.
Tahap kedua akan dilakukan oleh Universitas Sebelas Maret (UNS), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Udayana yang ditargetkan rampung pada Januari 2019.
Di tahap kedua, riset yang sama juga akan dilakukan oleh perguruan tinggi selanjutnya, dengan demikian terjadi integrasi di kampus mulai dari riset sampai dengan aplikasi sehingga ekosistem itu bisa terpetakan di perguruan tinggi.
"Untuk Perpres-nya, rencananya akan dikeluarkan pada tahun ini," jelasnya.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan secara internal proses studi saat ini sudah selesai.
Artinya, tinggal dikolaborasikan dengan industri supaya bisa memanfaatkan inovasi mobil listrik tersebut.
“Tidak akan bisa jalan jika tidak ada industri yang akan menggunakan inovasi ini," ujarnya.
Nasir menambahkan, pemerintah juga berencana untuk memfasilitasi dan memediasi antara akademisi dengan industri yang akan memanfaatkan hasil studi tersebut. Salah satunya, melalui pemberian insentif industri seperti super tax deduction.
"Kalau ini bisa dilakukan, saya optimistis bisa berhasil," tegasnya.
Baca juga: Pengamat: mobil listrik baik dikembangkan di Indonesia, asal...
Baca juga: Kemenperin kaji insentif untuk dorong mobil listrik
Hal tersebut merupakan salah satu hasil studi dan riset yang didorong oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan menggandeng Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi, serta industri otomotif.
“Berdasarkan penelitian, rata-rata mobil listrik jenis hibrid itu bisa hemat 50 persen, sedangkan yang plug-in hybrid bisa lebih hemat lagi hingga 75-80 persen,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melalui keterangannya diterima di Bali, Selasa.
Airlangga menyampaikan hal itu pada acara “Final Report 1st Round Electrified Vehicle Comprehensive Research & Study” di Kemenperin, Jakarta.
Menurut Menperin, penggunaan mobil listrik bisa menghemat BBM hingga dua kali lipat dibanding saat memakai bahan bakar B20.
"Kalau program B20 saja sudah bisa menghemat sekitar enam juta kiloliter BBM, maka dengan hibrid atau plug-in hybrid akan ada dua kali penghematan,” tuturnya.
Langkah tersebut diyakini dapat merealisasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030 sekaligus menjaga ketahanan energi, khususnya di sektor transportasi darat.
Selain itu, diharapkan target 20 persen untuk produksi kendaraan emisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) di tahun 2025 dapat tercapai.
Airlangga menjelaskan, riset dan studi pada tahap pertama ini merupakan laporan dari tiga perguruan tinggi, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Mereka telah melakukan uji coba terhadap mobil listrik Toyota jenis hibrid atau plug-in hybrid.
“Tujuan studi dan riset tersebut adalah membahas tentang karakteristik teknis, kemudahan pengguna, dampak lingkungan, sosial dan industri, serta kebijakan dan regulasi yang akan ditetapkan ketika teknologi itu sudah berkembang,” paparnya.
Studi dan riset juga sejalan dengan hal yang didorong oleh Kemenristekdikti terkait dengan kemampuan mobil listrik nasional (molina).
“Saat ini, roadmap pengembangan industri otomotif nasional sedang kami dorong, termasuk peraturan pemerintah atau perpres terkait pengembangan kendaran listrik dan fasilitas-fasilitasnya," imbuhnya.
Dalam upaya pengembangan kendaraan listrik, Kemenperin telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan mengenai pemberian insentif fiskal berupa tax holiday, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, serta pembiayaan ekspor dan bantuan kredit modal kerja untuk pengadaan battery swap.
“Dari sisi fasilitas nonfiskal seperti penyediaan parkir khusus, keringanan biaya pengisian listrik di SPLU hingga bantuan promosi,” ujar Menperin.
Setelah tahap pertama ini, Kemenperin akan melanjutkan laporan hasil riset mobil listrik terkait dengan aplikasi, ketahanan, dan ketersediaan infrastruktur.
Tahap kedua akan dilakukan oleh Universitas Sebelas Maret (UNS), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Udayana yang ditargetkan rampung pada Januari 2019.
Di tahap kedua, riset yang sama juga akan dilakukan oleh perguruan tinggi selanjutnya, dengan demikian terjadi integrasi di kampus mulai dari riset sampai dengan aplikasi sehingga ekosistem itu bisa terpetakan di perguruan tinggi.
"Untuk Perpres-nya, rencananya akan dikeluarkan pada tahun ini," jelasnya.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan secara internal proses studi saat ini sudah selesai.
Artinya, tinggal dikolaborasikan dengan industri supaya bisa memanfaatkan inovasi mobil listrik tersebut.
“Tidak akan bisa jalan jika tidak ada industri yang akan menggunakan inovasi ini," ujarnya.
Nasir menambahkan, pemerintah juga berencana untuk memfasilitasi dan memediasi antara akademisi dengan industri yang akan memanfaatkan hasil studi tersebut. Salah satunya, melalui pemberian insentif industri seperti super tax deduction.
"Kalau ini bisa dilakukan, saya optimistis bisa berhasil," tegasnya.
Baca juga: Pengamat: mobil listrik baik dikembangkan di Indonesia, asal...
Baca juga: Kemenperin kaji insentif untuk dorong mobil listrik
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: