"Aku masih ingin di sini. Aku masih ingin di sini," kata salah satu keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 sambil menangis di buritan KRI Banjarmasin-592.

Didampingi relawan Palang Merah Indonesia (PMI), dia tidak kuasa menahan tangis di lokasi pesawat jatuh.

"Pasti ditemukan, hanya masalah waktu saja," kata seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang menangis.

Mereka berjalan berpelukan menuju buritan kapal untuk mendoakan keluarga yang menjadi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Tangis keluarga korban kecelakaan pesawat yang mengangkut 189 penumpang dan awak tersebut pecah di perairan Tanjung Karawang.

Banyak diantara mereka tidak kuasa menahan nangis, ketika panitia doa bersama dan tabur bunga menyatakan bahwa mereka berada di lokasi pesawat jatuh.

Beberapa bahkan tidak kuasa menahan kesedihan sehingga sampai tidak sadarkan diri. Beberapa terlihat tabah dan saling menguatkan.

Beberapa memilih menaburkan bunga di laut dalam diam, dengan tatapan mata menerawang ke arah laut lepas.

Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 difasilitasi untuk melihat lokasi pesawat jatuh untuk berdoa dan menaburkan bunga, Selasa.

Komanda Armada I TNI Angkatan Laut mengerahkan dua kapal, yaitu KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593. Kapal berangkat dari dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok.
Salah satu keluarga korban kecelakaan Lion Air JT 610 tidak sadarkan diri karena tidak kuasa menahan kesedihan saat doa bersama dan tabur bunga di atas KRI Banjarmasin-592 di perairan Tanjung Karawang, Selasa (6/11/2018) (ANTARA/Dewanto Samodro)


Berdialog


Dalam perjalanan menuju lokasi pesawat jatuh, di atas KRI Banjarmasin-592, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Muhammad Syaugi menyempatkan berdialog dengan keluarga korban.

"Kita tetap berusaha mencari sekuat tenaga. Insya Allah. Pasti akan ditemukan," kata Syaugi kepada salah satu keluarga korban.

Syaugi menyampaikan dukanya dan memanjatkan doa agar penumpang Lion Air JT 610 yang menjadi korban diampuni dosa-dosanya dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan.

Syaugi juga meminta keluarga korban untuk mendoakan tim pencarian dan pertolongan gabungan agar diberi kekuatan dalam melakukan pencarian korban.

Beberapa keluarga korban yang sempat berdialog menyampaikan doa sebagaimana diminta Syaugi.

"Aamiin. Kita saling mendoakan," kata Syaugi.

Kepada keluarga korban, Syaugi mengatakan tugas utama tim pencarian dan pertolongan adalah mengevakuasi korban, bukan yang lain.

Bila dalam proses pencarian dan evakuasi tim menemukan hal-hal lain berkaitan dengan kecelakaan tersebut, maka juga akan diambil.

"Sampai dengan kemarin, sudah ada 164 kantong jenazah yang ditemukan. Saya akan maksimalkan terus. Insya Allah hari ini akan ditemukan lagi," katanya.

Tentang badan pesawat yang belum ditemukan, Syaugi mengatakan selama ini tim pencarian dan pertolongan memang belum menemukan.

Pencarian telah dipersempit pada lingkar 250 meter karena di luar itu sudah tidak lagi ditemukan serpihan atau potongan badan pesawat.

"Kalau memang ditemukan, pasti akan kita ambil," jelasnya.
Salah satu keluarga korban kecelakaan Lion Air JT 610 menaburkan bunga di laut lepas dalam diam di atas KRI Banjarmasin-592 di perairan Tanjung Karawang, Selasa (6/11/2018) (ANTARA/Dewanto Samodro)



Operasi pencarian

Perjalanan menuju lokasi pesawat jatuh memakan waktu kurang lebih dua jam. Sekitar 10 menit sebelum sampai di lokasi, Syaugi menyampaikan sambutan dan menyampaikan tentang operasi pencarian.

Menurut Syaugi, pencarian telah diperpanjang hingga Rabu (7/11). Akan ada evaluasi dan analisis sebelum proses pencarian dinyatakan diteruskan atau akan dihentikan.

"Akan kami evaluasi dan analisis apakah ada kemungkinan korban masih bisa ditemukan. Kalau masih ada kemungkinan, akan diperpanjang," katanya.

Sebelum menuju buritan kapal untuk tabur bunga, keluarga korban memanjatkan doa bersama dipimpin para perwira rohani TNI dalam lima agama secara bergantian.

Tangis keluarga korban Lion Air JT 610 sudah mulai pecah saat doa dipanjatkan.

Di atas buritan KRI Banjarmasin-592, Syaugi memberikan keterangan kepada wartawan. Tujuan mengajak keluarga korban ke lokasi pesawat jatuh adalah agar mereka bisa mendoakan penumpang yang menjadi korban lebih dekat.

Selain itu, memberikan kesempatan kepada keluarga korban untuk melihat langsung proses pencarian dan pertolongan yang dilakukan tim gabungan.

Saat itu, di lokasi memang masih terdapat beberapa kapal pencarian dan pertolongan. "Tim pencarian dan pertolongan serius dalam mencari korban. Kami tidak main-main," katanya.

Perhatian masyarakat sedang tertuju pada kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang.

Awalnya pesawat dilaporkan hilang kontak pada Senin (29/10) pukul 06.33 WIB dengan posisi terakhir yang terdeteksi pada koordinat 107,07 Bujur Timur dan 05,46 Lintang Selatan.

Koordinat tersebut berjarak 34 mil laut dari Jakarta, 25 mil laut dari Tanjung Priok dan 11 mil laut dari Tanjung Karawang.

Dalam jumpa pers beberapa jam setelah pesawat dilaporkan hilang kontak, Kepala Basarnas M Syaugi mengatakan "Emergency Locator Transmitter" (ELT) dari pesawat Lion Air JT 610 tidak terdeteksi oleh "Medium Earth Orbit Local User Terminal" (MEOLUT) Basarnas.

"Kami sampai bertanya ke Australia yang juga memiliki MEOLUT. Ternyata MEOLUT Australia juga tidak mendeteksi ELT Lion Air JT610," katanya.

Sementara itu, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menduga ELT tidak menyala karena ikut tenggelam bersama badan pesawat.

Menurut Soerjanto, ELT seharusnya menyala ketika badan pesawat menghadapi tekanan tertentu yang diperkirakan sebagai awal dari kecelakaan.

Bila sudah tenggelam, ELT tidak bisa mengirimkan sinyal karena sinyalnya merambat melalui udara.

Di dalam air, pesawat akan mengeluarkan sinyal melalui "underwater locator beacon" (ULB) yang berupa bunyi "ping" terus menerus. Untuk mendeteksi pesawat di dalam air, digunakan "pinger finder".

Dalam proses pencarian, tim gabungan telah menemukan salah satu bagian dari kotak hitam yang berisi rekaman data penerbangan.

Dari analisis rekaman data penerbangan, diketahui indikator kecepatan Boeing 737 Max 8 yang baru berusia dua bulan itu rusak sehingga pilot sulit mengendalikan pesawat.

Dalam komunikasi dengan menara pengendali lalu lintas penerbangan, pilot juga diketahui sempat menanyakan kecepatan pesawat yang dia kendalikan.

Baca juga: Dalam duka, doa-doa mengiringi jenazah korban JT 610 di Babel
Baca juga: Kabasarnas ajak keluarga berdoa untuk para korban