Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pemilik OEM Investment Pte Ltd Made Oka Masagung dituntut 12 tahun penjara karena menjadi perantara pemberian uang 7,3 juta dolar AS kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik (KTP-E).

"Agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa I Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan terdakwa II Made Oka Masagung secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

Kemudian, lanjut Wawan, menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan terdakwa II Made Oka Masagung selama 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti 6 bulan kurungan.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

JPU KPK juga tidak meminta agar Irvanto yang merupakan keponakan Setya Novanto itu dan Made Oka wajib membayar uang pengganti.

"Sesuai dengan faktar persidangan bahwa uang yang diterima para terdakwa seluruhnya berjumlah 7,3 juta dolar AS adalah untuk kepentingan Setya Novanto, uang tersebut telah dibebankan kepada Setya Novanto untuk membayar uang pengganti, oleh karena itu terhadap para terdakwa tidak dituntut pidana tambahan uang pengganti," ungkap jaksa Wawan.

Perbuatan Irvanto dan Made Oka dinilai bersifat masih menyangkut kedaulatan pengelolaan data kependudukan nasional dan dampaknya masih dirasakan sampai dengan saat ini.

"Akibat dari perubatan para terdakwa telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar, para terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit baik pada poses penyidikan maupun persidangan," tambah jaksa Wawan.

Dalam perkara ini, Irvanto pada 19 Januari 2012-19 Februari 2012 beberapa kali menerima uang dari Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS melalui Riswan alias Iwan Baralah dengan memberikan nomor rekening perusahaan atau 'money changer' di Singapura kepada Irvanto.

Selanjutnya Irvanto memerintahkan Direktur PT Biomorf Lane Indonesia Johannes Marliem untuk mengirimkan uang ke beberapa rekening perusahaan atau "money changer" di luar negeri.

Johannes Marliem lalu mengirimkan uang sesuai dengan permintaan Irvanto dan setelah Johanes mengirimkan uang tersebut, Irvanto menerima uang tunainya dari Riswan secara bertahap seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS.

Selain diberikan melalui Irvanto, "fee" untuk Setnov juga dikirimkan melalui Made Oka Masagung seperti kesepakatan yang dibuat sebelumnya. Pada 14 Juni 2012 Made Oka menerima "fee" untuk Setnov sejumlah 1,8 juta dolar AS dari Johannes Marliem melalui rekening OEM Investment, Pte. Ltd pada OCBC Center Branch dengan "underlying transaction software development final payment".

Pada 10 Desember 2012, Made Oka Masagung kembali menerima "fee" untuk Setnov dari Anang sejumlah 2 juta dolar AS melalui rekening pada Bank DBS Singapura atas nama Delta Energy Pte Ltd yang juga merupakan perusahaan milik Made Oka yang disamarkan dengan perjanjian penjualan saham sebanyak 100 ribu lembar milik Delta Energy di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation suatu perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum negara bagian Delware Amerika Serikat.

Selanjutnya Made Oka menemui Hery Hermawan selaku Direktur PT Pundi Harmez Valasindo, dan menyampaikan bahwa Made Oka mempunyai sejumlah uang di Singapura, namun akan menarik secara tunai di Jakarta tanpa melakukan transfer dari Singapura sehingga pedagang valas Juli Hira dan Hery Hermawan memberikan uang tunai kepada Made Oka Masagung secara bertahap, sedangkan uang Made Oka yang di Singapura dipergunakan untuk pembayaran transaksi Hery Hermawan dan Juli Hira.

Selain menarik secara tunai, Made Oka juga mengirimkan sebagian uang dari Johannes Marliem kepada Irvanto melalui rekening milik Muda Ikhsan Harahap di Bank DBS sejumlah 315 ribu dolar AS. Uang tersebut selanjutnya diterima oleh Irvanto secara tunai dari Muda Ikhsan Harapan di rumah Irvanto.

Perbuatan para terdakwa tersebut diatas telah memperkaya Setya Novanto sejumlah 7,3 juta dolar AS serta menguntungkan pihak lain dan korporasi.

Nota pembelaan (pledoi) akan dibacakan Irvanto dan Made Oka pada 21 November 2018.

Beberapa vonis
Terkait perkara ini, sudah beberapa orang dijatuhi vonis yaitu mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Sugiharto dan mantan Dirjen Dukcapil Irman masing-masing 15 tahun dan denda masing-masing Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Mantan Ketua DPR Setya Novanto 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sugihardjo selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp20,732 miliar.

Bekas anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis Mahkamah Agung selama 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar 2,15 juta dolar AS dan Rp1,186 miliar subsider 5 tahun kurungan.

Mantan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Markus Nari juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara KTP-E dengan sangkaan menghalang-halangi penyidikan namun proses penyidikannya masih berlangsung di KPK.