Billy Sindoro akui pernah bertemu Neneng Hassanah
5 November 2018 23:40 WIB
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/10/2018). KPK resmi menahan Billy Sindoro terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembanguan Meikarta. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama)
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) mengaku pernah bertemu sebanyak dua kali dengan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.
Untuk diketahui, dua orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Ada 29 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Penyidik bertanya apakah saya pernah bertemu dengan Ibu Neneng. Saya mengatakan "iya saya kenal", baru bertemu dua kali," kata Billy usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Pertemuan pertama, kata Billy, terjadi usai Neneng Hassanah melahirkan.
"Pertemuan pertama waktu silaturahmi waktu beliau melahirkan anak. Jadi rombongan saya ikut kebetulan di Meikarta, saya ikut memberikan selamat tetapi pertemuan pendek sekali hanya maksimal 30 menit dan orang-orang di situ rombongan," ucap Billy.
Ia pun membantah bahwa pertemuan itu juga membahas soal bisnis.
"Bicara yang umum, bicara biasa. Tidak ada bicara bisnis tidak ada bicara apa-apa yang lain apalagi soal uang," ungkap dia.
Selanjutnya pertemuan kedua terjadi di salah satu hotel. Dalam pertemuan itu, Billy menyatakan bahwa dirinya ingin melihat respons dari Neneng Hassanah soal usulannya agar Rumah Sakit Siloam membuka rumah sakit kecil sebagai bentuk dari program "corporate social responsibility" (CSR) perusahaan di Kebupaten Bekasi.
"Saya ingin melihat respons ibu bagaimana kalau saya mengusulkan kepada Rumah Sakit Siloam membukan rumah sakit kecil dulu untuk CSR untuk wilayah itu, saya ingin tahu respons si ibu karena rumah sakit kecil ukuran kelas C, kelas D itu dengan izin Bupati. Pertemuan singkat sekali dan ada orang-orang di situ dan ibu juga ditunggu orang-orang lain," tuturnya.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih menelusuri rangkaian proses perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi dari pemeriksaan saksi yang dipanggil dari pihak Pemkab Bekasi maupun Pemprov Jawa Barat.
Sementara saksi yang diperiksa dari pihak Lippo Group, KPK mendalami empat hal.
Pertama, bagaimana proses perencanaan hingga pembangunan proyek Meikarta itu dilakukan karena KPK juga sudah melakukan penyitaan sejumlah dokumen perencanaan proyek Meikarta tersebut.
Kedua, sejauh mana kontribusi keuangan dari korporasi dalam hal ini Lippo group pada proyek tersebut.
Selanjutnya ketiga mendalami sumber dana yang diduga suap terhadap pejabat di Bekasi apakah berasal dari perorangan atau berasal dari korporasi,.
Keempat, apakah ada arahan atau perintah dari pejabat-pejabat secara struktural dari pejabat-pejabat yang ada di Lippo Group, misalnya kepada anak-anak perusahaannya soal pemberian uang atau pengurusan-pengurusan proses perizinaan Meikarta ini.
Baca juga: KPK panggil empat saksi suap perizinan Meikarta
Baca juga: KPK dalami aliran dana Meikarta pembiayaan pilkada
Baca juga: KPK mendalami sumber dana suap kasus Meikarta
Baca juga: Penahanan sembilan tersangka suap perizinan Meikarta diperpanjang
Selain Billy dan Neneng Hassanah, KPK juga telah menetapkan tujuh tersangka lainnya, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Untuk diketahui, dua orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Ada 29 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Penyidik bertanya apakah saya pernah bertemu dengan Ibu Neneng. Saya mengatakan "iya saya kenal", baru bertemu dua kali," kata Billy usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Pertemuan pertama, kata Billy, terjadi usai Neneng Hassanah melahirkan.
"Pertemuan pertama waktu silaturahmi waktu beliau melahirkan anak. Jadi rombongan saya ikut kebetulan di Meikarta, saya ikut memberikan selamat tetapi pertemuan pendek sekali hanya maksimal 30 menit dan orang-orang di situ rombongan," ucap Billy.
Ia pun membantah bahwa pertemuan itu juga membahas soal bisnis.
"Bicara yang umum, bicara biasa. Tidak ada bicara bisnis tidak ada bicara apa-apa yang lain apalagi soal uang," ungkap dia.
Selanjutnya pertemuan kedua terjadi di salah satu hotel. Dalam pertemuan itu, Billy menyatakan bahwa dirinya ingin melihat respons dari Neneng Hassanah soal usulannya agar Rumah Sakit Siloam membuka rumah sakit kecil sebagai bentuk dari program "corporate social responsibility" (CSR) perusahaan di Kebupaten Bekasi.
"Saya ingin melihat respons ibu bagaimana kalau saya mengusulkan kepada Rumah Sakit Siloam membukan rumah sakit kecil dulu untuk CSR untuk wilayah itu, saya ingin tahu respons si ibu karena rumah sakit kecil ukuran kelas C, kelas D itu dengan izin Bupati. Pertemuan singkat sekali dan ada orang-orang di situ dan ibu juga ditunggu orang-orang lain," tuturnya.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih menelusuri rangkaian proses perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi dari pemeriksaan saksi yang dipanggil dari pihak Pemkab Bekasi maupun Pemprov Jawa Barat.
Sementara saksi yang diperiksa dari pihak Lippo Group, KPK mendalami empat hal.
Pertama, bagaimana proses perencanaan hingga pembangunan proyek Meikarta itu dilakukan karena KPK juga sudah melakukan penyitaan sejumlah dokumen perencanaan proyek Meikarta tersebut.
Kedua, sejauh mana kontribusi keuangan dari korporasi dalam hal ini Lippo group pada proyek tersebut.
Selanjutnya ketiga mendalami sumber dana yang diduga suap terhadap pejabat di Bekasi apakah berasal dari perorangan atau berasal dari korporasi,.
Keempat, apakah ada arahan atau perintah dari pejabat-pejabat secara struktural dari pejabat-pejabat yang ada di Lippo Group, misalnya kepada anak-anak perusahaannya soal pemberian uang atau pengurusan-pengurusan proses perizinaan Meikarta ini.
Baca juga: KPK panggil empat saksi suap perizinan Meikarta
Baca juga: KPK dalami aliran dana Meikarta pembiayaan pilkada
Baca juga: KPK mendalami sumber dana suap kasus Meikarta
Baca juga: Penahanan sembilan tersangka suap perizinan Meikarta diperpanjang
Selain Billy dan Neneng Hassanah, KPK juga telah menetapkan tujuh tersangka lainnya, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: