Jakarta (ANTARA News) - Skema pentarifan penyedia transportasi daring, Go-Jek dinilai lebih matang untuk membuat para pengemudinya lebih sejahtera sehingga jarang menimbulkan gejolak seperti unjuk rasa oleh para mitranya.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Harryadin Mahardhika di Jakarta, Sabtu menilai, Go-Jek lebih matang dalam skema bisnis ketimbang kompetitornya, Grab karena mereka mulai bergeser dan tidak lagi mengejar akuisisi konsumen baru.

"Ini membuat penyesuaian tarifnya bisa tetap menjamin kesejahteraan mitra pengemudi," katanya ketika ditanya mengenai unjuk rasa para mitra pengemudi Grab Indonesia di depan kantor Grab Indonesia di Kuningan, Jakarta, Senin (29/10) dan berujung ricuh.

Mereka mengajukan tuntutan mulai dari skema penarifan, perjanjian kemitraan yang transparan, serta protes terhadap penghentian operasional sementara aplikasi pada pengemudi (suspend).

Pengajar tetap pada program studi Magister Manajemen UI ini menilai, apa yang dilakukan Go-Jek saat ini lebih kepada upaya mencapai keseimbangan bisnis.

Artinya, kata dia, penerapan tarif dari berbagai layanan yang keuntungannya besar, dialihkan perusahaan untuk menjaga pendapatan mitranya.

"Dari tarif yang ada, tidak mengorbankan pendapatan mitra pengemudi dan tetap stabil," katanya.

Kondisi itu, tegasnya, sedikit berbeda dengan yang dihadapi oleh bisnis Grab di Indonesia. "Grab bisa dibilang sebagai penantang masih memikirkan bagaimana mendapatkan sebanyak mungkin pelanggan atau pengguna baru dengan menerapkan harga kompetitif atau di bawah Go-Jek," kata Harryadin.

Ia berpendapat, tarif murah ini tentu berpengaruh pada pendapatan pengemudi Grab. Karena alokasi subsidi harga lebih banyak dikeluarkan supaya konsumen dapat harga lebih murah, tapi punya kecenderungan mengorbankan pendapatan mitra pengemudi jadi lebih kecil.

Namun, Harryadin juga melihat perlu adanya upaya penyesuaian harga antara perusahaan penyedia aplikasi transportasi dengan konsumen supaya bisnis ini tetap eksis.

Oleh karena itu, dia mengusulkan agar skema penerapan harga ini perlu dicari bentuk terbaik supaya mitra pengemudi mendapatkan keuntungan yang sepadan dan perusahaan juga tetap bisa kuat.

"Terutama untuk lini kendaraan roda empat ya. Kita bisa lihat skema menghamburkan banyak promo dengan mengorbankan pendapatan pengemudi malah membuat Uber angkat kaki dari Asia Tenggara," kata Harryadin.

Baca juga: Ini kata Kemenhub soal aksi ricuh pengemudi Grab
Baca juga: Demo ratusan pengemudi ojek "online" Grab ricuh