Masyarakat diminta jeli lihat aksi bela agama
2 November 2018 21:35 WIB
Arsip: Cagub Jatim dari PDIP Saifullah Yusuf (Kiri), mantan Cawagub dari PDIP Jatim Abdullah Azwar Anas (tengah) dan Sekretaris Umum PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Nasyirul Falah Amru (kanan) dalam sebuah acara di Jakarta, Minggu (15/10/2017). (istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) PDI Perjuangan, Nasyirul Falah Amru meminta masyarakat jeli menilai aksi bela agama yang diduga ditunggangi kepentingan politik.
"Kita cinta NKRI, Pancasila, dengan budaya dan semua pemeluk agama sehingga masyarakat jangan dihasut dan jangan diganggu ketenangannya. Para pendiri bangsa sudah menggali Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa," kata Falah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, dalam Pancasila, kita mengakui dan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai prinsip pertama yang menyatu dan dibumikan ke dalam sila lainnya.
"Karena itu agama menjadi landasan moral, etika, dan tuntunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur, bukan sebaliknya menjadi alat kekuasaan politik," ujarnya.
Gus Falah mengaku miris melihat organisasi masyarakat yang sudah dibubarkan pemerintah seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seolah-olah masih diberi ruang beraktivitas.
Menurut dia, salah satu bukti dugaan kedekatan HTI dengan kelompok pendukung Prabowo-Sandiaga adalah saat politikus PKS yang menjadi inisiator gerakan ganti presiden, Mardani Ali Sera, menyampaikan gerakan ganti presiden dan ganti sistem bersama eks Juru Bicara HTI Ismail Yusanto.
"Ini jadi rentan disusupi, ditunggangi, kita tidak mau Indonesia kacau seperti Suriah, itu pengalaman buruk. Saya sungguh sedih, peringatan Hari Santri disusupi aksi provokasi yang menciptakan ketegangan di masyarakat," katanya.
Gus Falah mengatakan, masyarakat jangan terhasut mengikuti aksi bela agama, atau bela kalimat tauhid yang dimanfaatkan untuk tujuan politik.
Sebagai masyarakat nahdliyin, Gus Falah juga menyampaikan sangat menghormati para habib sehingga dirinya berharap para habib berperan aktif menahan berkembangnya ideologi radikal dengan menyampaikan pesan persatuan dan keteduhan.
Baca juga: Wiranto sebut Aksi Bela Tauhid mubazir
Baca juga: Din Syamsuddin bilang aksi bela tauhid jangan membawa perpecahan
"Kita cinta NKRI, Pancasila, dengan budaya dan semua pemeluk agama sehingga masyarakat jangan dihasut dan jangan diganggu ketenangannya. Para pendiri bangsa sudah menggali Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa," kata Falah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, dalam Pancasila, kita mengakui dan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai prinsip pertama yang menyatu dan dibumikan ke dalam sila lainnya.
"Karena itu agama menjadi landasan moral, etika, dan tuntunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur, bukan sebaliknya menjadi alat kekuasaan politik," ujarnya.
Gus Falah mengaku miris melihat organisasi masyarakat yang sudah dibubarkan pemerintah seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seolah-olah masih diberi ruang beraktivitas.
Menurut dia, salah satu bukti dugaan kedekatan HTI dengan kelompok pendukung Prabowo-Sandiaga adalah saat politikus PKS yang menjadi inisiator gerakan ganti presiden, Mardani Ali Sera, menyampaikan gerakan ganti presiden dan ganti sistem bersama eks Juru Bicara HTI Ismail Yusanto.
"Ini jadi rentan disusupi, ditunggangi, kita tidak mau Indonesia kacau seperti Suriah, itu pengalaman buruk. Saya sungguh sedih, peringatan Hari Santri disusupi aksi provokasi yang menciptakan ketegangan di masyarakat," katanya.
Gus Falah mengatakan, masyarakat jangan terhasut mengikuti aksi bela agama, atau bela kalimat tauhid yang dimanfaatkan untuk tujuan politik.
Sebagai masyarakat nahdliyin, Gus Falah juga menyampaikan sangat menghormati para habib sehingga dirinya berharap para habib berperan aktif menahan berkembangnya ideologi radikal dengan menyampaikan pesan persatuan dan keteduhan.
Baca juga: Wiranto sebut Aksi Bela Tauhid mubazir
Baca juga: Din Syamsuddin bilang aksi bela tauhid jangan membawa perpecahan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: