KPK kembali panggil tujuh saksi kasus Meikarta untuk dua tersangka BS dan NHY
2 November 2018 11:14 WIB
Arsip Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hassanah Yasin (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/10/2018). KPK melakukan pemeriksaan terhadap Neneng Hassanah terkait kasus suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat kembali memangggil tujuh saksi dalam penyidikan dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Tujuh saksi itu akan diperiksa untuk dua tersangka berbeda dalam kasus itu, yaitu tersangka Billy Sindoro (BS) yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group dan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY).
"Penyidik hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh saksi untuk dua tersangka BS dan NHY," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Enam saksi akan diperiksa untuk tersangka Billy antara lain Kepala Dinas (Kadis) BPMPTSP Provinsi Jawa Barat Dadang Mohamad, Kadis Perindag Pemkab Bekasi Rofiq, Kadis Kominfo Pemkab Bekasi Rohim, Kepala BPKAD Pemkab Bekasi Juhandi, Staf Keuangan PT Lippo Cikarang Kristi, dan Meida yang merupakan sekretaris pribadi dari Toto Bartholomeus.
Sedangkan satu saksi lainnya akan diperiksa untuk tersangka Neneng Hassanah, yakni Sekretaris Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Bekasi Henry Lincoln.
Selain itu, KPK pada Jumat juga memanggil sembilan tersangka dalam kasus itu antara lain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Dalam penyidikan kasus itu, KPK mendalami lima hal krusial dalam terhadap para saksi yang diperiksa, yakni pertama alur dan proses perizinan Meikarta dari perspeksif aturan dan prosedur di Pemkab Bekasi.
Kedua, proses rekomendasi tahap pertama dari pihak Pemprov Jawa Barat pada Pemkab Bekasi terkait proses perizinan Meikarta.
Ketiga, alur dan proses internal di Lippo terkait dengan perizinan Meikarta. Keempat sumber dana dugaan suap terhadap Bupati Bekasi dan kawan-kawan.
Terakhir, KPK juga mendalami apakah ada atau tidak ada perbuatan korporasi dalam perkara tersebut.
Diduga Neneng Hassanah dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.
Tujuh saksi itu akan diperiksa untuk dua tersangka berbeda dalam kasus itu, yaitu tersangka Billy Sindoro (BS) yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group dan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY).
"Penyidik hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh saksi untuk dua tersangka BS dan NHY," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Enam saksi akan diperiksa untuk tersangka Billy antara lain Kepala Dinas (Kadis) BPMPTSP Provinsi Jawa Barat Dadang Mohamad, Kadis Perindag Pemkab Bekasi Rofiq, Kadis Kominfo Pemkab Bekasi Rohim, Kepala BPKAD Pemkab Bekasi Juhandi, Staf Keuangan PT Lippo Cikarang Kristi, dan Meida yang merupakan sekretaris pribadi dari Toto Bartholomeus.
Sedangkan satu saksi lainnya akan diperiksa untuk tersangka Neneng Hassanah, yakni Sekretaris Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Bekasi Henry Lincoln.
Selain itu, KPK pada Jumat juga memanggil sembilan tersangka dalam kasus itu antara lain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Dalam penyidikan kasus itu, KPK mendalami lima hal krusial dalam terhadap para saksi yang diperiksa, yakni pertama alur dan proses perizinan Meikarta dari perspeksif aturan dan prosedur di Pemkab Bekasi.
Kedua, proses rekomendasi tahap pertama dari pihak Pemprov Jawa Barat pada Pemkab Bekasi terkait proses perizinan Meikarta.
Ketiga, alur dan proses internal di Lippo terkait dengan perizinan Meikarta. Keempat sumber dana dugaan suap terhadap Bupati Bekasi dan kawan-kawan.
Terakhir, KPK juga mendalami apakah ada atau tidak ada perbuatan korporasi dalam perkara tersebut.
Diduga Neneng Hassanah dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: