Jakarta (ANTARA News) - PT Dirgantara Indonesia (DI) segera akan mengajukan memori kasasi kepada Mahkamah Agung (MA), dan dijadwalkan pada Senin (9/9) untuk menggugat putusan pailit dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. "Tentu ini keputusan hukum, kita hormati, tapi kita lakukan kasasi dan sedang siapkan memori kasasi. Tadi, saya baru ketemu mereka, PT DI akan menyampaikan memori kasasi pada Senin, mudah-mudahan MA dapat melihat masalah ini lebih jernih," kata Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil, usai melantik direksi dan komisaris baru 10 BUMN, serta bertemu khusus dengan pihak Direksi PT DI di Jakarta, Kamis. Dalam pertemuan dengan jajaran direksi PT DI, Sofyan mengatakan, pihaknya mempertanyakan implikasi putusan pailit tersebut terhadap bisnis BUMN produsen pesawat itu. "Kita ingin mendengar perkembangannya, apa implikasi terhadap bisnisnya? Apa yang bisa dibantu? Apa yang perlu di-"confront" kepada klien, dan lain-lainnya," ujar Sofyan. Hal yang jelas, menurut mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu, proyek-proyek yang sedang dikerjakan tetap dilanjutjan pelaksanaannya. PT DI saat ini tengah mengerjakan pesanan pesawat Super Puma dari Prancis dan NC212 seri 200 dari Spanyol. "Sampai sekarang tentu secara hukum apa pun yang mereka lakukan harus dapat aproval dari hakim pengawas dan kurator. Tapi, sebenarnya itu tidak ada masalah," jelasnya. Sofyan mengemukakan, untuk menjaga keberlangsungan kontrak yang ada, maka pihaknya akan membantu meyakinkan klien PTB DI jika diperlukan. "Makanya itu yang saya tanya (ke direksi) apa yang bisa kita bantu untuk memberikan keyakinan kepada klien mereka bahwa semua akan berjalan dengan baik. Ini adalah masalah hukum, bukan berarti klaim pailit yang insolvent. Ini perusahaan yang cukup solid tapi ada sengketa hukum," ujarnya. Persoalan PT DI, lanjut Sofyan, karena ada sengketa terhadap putusan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan) yang mengatakan bahwa PT DI harus membayar kompensasi pensiun. "Tapi, dalam keputusan P4P itu tidak disebut berapa dan apa, dalam terminologi sistem pensiun tidak ada yang disebut itu. Oleh sebab itu, PT DI mempersengketakan gugatan itu. Tapi, putusan pengadilan menganggap bahwa itu sudah ada utang. Jadi, selisih itu yang menyebabkan PT DI tidak membayar, bukan tidak mampu membayar," ujarnya. Menurut Sofyan, PT DI masih memiliki potensi bisnis yang baik dan masih bisa berkembang. "PT DI itu sama seperti pemailitan Manulife, karena PT DI sebuah perusahaan yang `solvent`, potensi bisnisnya bagus sekali dan saya bangga. Oleh karena itu, kita akan bawa fakta ini ke MA. Mudah-mudahan MA bisa memutuskan segera," katanya menambahkan. (*)