"Potensi penelitian di Tanah Air sangat banyak sekali. Sayangnya, potensi itu tidak digarap maksimal," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, potensi tersebut tidak digarap maksimal karena dosen lebih banyak mengajar dibandingkan meneliti. Hal ini dikarenakan pendapatan dosen lebih banyak mengajar dibandingkan meneliti.
Seharusnya baik mengajar maupun meneliti harus seimbang. Permenristekdikti No.17/2017 memberi peluang dosen untuk tidak hanya mengajar tapi juga meneliti. "Budaya meneliti sudah ada di kita, tapi masih kurang kuat. Masih sangat kurang menceritakan atmosfer akademik. Sehingga hasil penelitiannya masih kurang," kata dia.
Selain itu, di sejumlah Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) juga terjadi kesenjangan peneliti muda dan peneliti tua, yang mana lebih banyak peneliti berusia tua dibandingkan yang muda. Menurut Ghufron, hal tersebut harus segera diatasi agar kesenjangan tidak semakin berlarut.
Melalui program Rispro, kata dia, kesenjangan tersebut dapat diatasi karena bertujuan meningkatkan kapasitas dan kualitas dari peneliti dan transfer pengetahuan dari peneliti yang berusia tua ke muda.
"Sekarang Perkembangan teknologi dan seni luar biasa. Jika, kapasitas peneliti tidak diperkuat maka akan semakin susah. Apalagi sekarang eranya teknologi revolusi industri 4.0," kata dia lagi.*
Baca juga: Kemenristekdikti beri penghargaan kepada pendidik berprestasi
Baca juga: Menristekdikti dorong kampus miliki prodi kekinian