Luhut dorong aksi global hadapi perubahan iklim
30 Oktober 2018 00:39 WIB
Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan (tengah) berbincang dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) dan Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) sebelum mengikuti rapat terbatas terkait persiapan Our Ocean Conference (OOC) di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018). Presiden meminta laporan terkait persiapan penyelenggaraan OOC yang akan diselenggarakan di Bali pada 29-30 Oktober mendatang. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mendorong Forum Negara-Negara Pulau dan Kepulauan (AIS) mewujudkan aksi global menghadapi perubahan iklim.
"Perubahan iklim, bencana alam, polusi, dan limbah laut merupakan ancaman umum dan hal-hal tersebut membutuhkan solusi yang disesuaikan dengan keadaan negara-negara kita yang unik," kata Menko Luhut saat menghadiri Forum AIS di sela-sela "Our Ocean Conference" (OOC) di Nusa Dua, Bali, Senin.
Menko Luhut mengharapkan Forum AIS dapat mempercepat pemikiran inovatif dan membantu menghasilkan solusi dari para anggotanya.
Menurut dia, yang dibutuhkan saat ini yakni aksi global karena adanya tuntutan untuk lebih tanggap, cepat bahkan kreatif menghadapi perubahan iklim itu.
Ia mencontohkan adanya pembiayaan "Green Sukuk" yang diterbitkan pemerintah Indonesia bersama Badan PBB Bidang Pembangunan (UNDP) bisa membantu Indonesia mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan.
Luhut menjelaskan model pembiayaan campuran adalah salah satu skema yang dilakukan dengan meluncurkan Indonesia "SDG One" yang bertujuan untuk menghasilkan lebih dari dua miliar dolar AS pendanaan untuk proyek-proyek yang terkait dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
"Bantuan gabungan global yang tersedia saat ini untuk mengatasi dampak perubahan iklim sekitar 150 miliar AS sementara yang dibutuhkan mendekati 9 triliun dolar AS. Karena itulah masih banyak yang harus dilakukan," katanya.
Pertemuan di sela-sela OOC di Bali akan menjadi pendahuluan sebelum Forum AIS akan bertemu di Manado, 1-2 November 2018 yang diharapkan menjadi kendaraan bagi banyak pihak mengatasi perubahan iklim yang diselenggarakan atas kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan UNDP.
Sementara itu, Direktur UNDP di Indonesia Christophe Bahuet mengatakan ekonomi kelautan adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan dampaknya terlihat pada negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia, terlepas dari ukuran, lokasi, atau pembangunan.
Suhu perubahan dari arus teluk di Atlantik memiliki penyebab yang sama dengan naiknya permukaan laut yang mempengaruhi negara-negara pulau di Pasifik.
Semua negara bagian di negara kawasan itu, kata dia, berperan dalam perdagangan ikan global senilai 153,5 miliar dolar AS.
Industri tersebut dan industri kelautan lainnya akan menghadapi tekanan yang meningkat sehingga diperlukan tindakan yang cepat dan tanggap.
"Forum ini adalah kesempatan bagi semua pihak untuk memanfaatkan alat-alat inovatif dalam pembiayaan pembangunan dan UNDP Indonesia berkomitmen untuk menemukan cara baru untuk menutup kesenjangan pembiayaan pembangunan," katanya.
Partisipan AIS mencapai 46 negara, antara lain Indonesia, Singapura, Palau, Maurutius, Saint dan Nevis, Selandia Baru, dan Inggris, hampir mencakup seluruh negara kepulauan yang ada di dunia.
Baca juga: Presiden: Jangan terlambat berbuat untuk laut kita
Baca juga: Presiden tiba di Bali hadiri Our Ocean Conference
"Perubahan iklim, bencana alam, polusi, dan limbah laut merupakan ancaman umum dan hal-hal tersebut membutuhkan solusi yang disesuaikan dengan keadaan negara-negara kita yang unik," kata Menko Luhut saat menghadiri Forum AIS di sela-sela "Our Ocean Conference" (OOC) di Nusa Dua, Bali, Senin.
Menko Luhut mengharapkan Forum AIS dapat mempercepat pemikiran inovatif dan membantu menghasilkan solusi dari para anggotanya.
Menurut dia, yang dibutuhkan saat ini yakni aksi global karena adanya tuntutan untuk lebih tanggap, cepat bahkan kreatif menghadapi perubahan iklim itu.
Ia mencontohkan adanya pembiayaan "Green Sukuk" yang diterbitkan pemerintah Indonesia bersama Badan PBB Bidang Pembangunan (UNDP) bisa membantu Indonesia mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan.
Luhut menjelaskan model pembiayaan campuran adalah salah satu skema yang dilakukan dengan meluncurkan Indonesia "SDG One" yang bertujuan untuk menghasilkan lebih dari dua miliar dolar AS pendanaan untuk proyek-proyek yang terkait dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
"Bantuan gabungan global yang tersedia saat ini untuk mengatasi dampak perubahan iklim sekitar 150 miliar AS sementara yang dibutuhkan mendekati 9 triliun dolar AS. Karena itulah masih banyak yang harus dilakukan," katanya.
Pertemuan di sela-sela OOC di Bali akan menjadi pendahuluan sebelum Forum AIS akan bertemu di Manado, 1-2 November 2018 yang diharapkan menjadi kendaraan bagi banyak pihak mengatasi perubahan iklim yang diselenggarakan atas kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan UNDP.
Sementara itu, Direktur UNDP di Indonesia Christophe Bahuet mengatakan ekonomi kelautan adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan dampaknya terlihat pada negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia, terlepas dari ukuran, lokasi, atau pembangunan.
Suhu perubahan dari arus teluk di Atlantik memiliki penyebab yang sama dengan naiknya permukaan laut yang mempengaruhi negara-negara pulau di Pasifik.
Semua negara bagian di negara kawasan itu, kata dia, berperan dalam perdagangan ikan global senilai 153,5 miliar dolar AS.
Industri tersebut dan industri kelautan lainnya akan menghadapi tekanan yang meningkat sehingga diperlukan tindakan yang cepat dan tanggap.
"Forum ini adalah kesempatan bagi semua pihak untuk memanfaatkan alat-alat inovatif dalam pembiayaan pembangunan dan UNDP Indonesia berkomitmen untuk menemukan cara baru untuk menutup kesenjangan pembiayaan pembangunan," katanya.
Partisipan AIS mencapai 46 negara, antara lain Indonesia, Singapura, Palau, Maurutius, Saint dan Nevis, Selandia Baru, dan Inggris, hampir mencakup seluruh negara kepulauan yang ada di dunia.
Baca juga: Presiden: Jangan terlambat berbuat untuk laut kita
Baca juga: Presiden tiba di Bali hadiri Our Ocean Conference
Pewarta: Naufal Fikri Yusuf
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: