BMKG ajak warga berperan dalam mitigasi perubahan iklim
29 Oktober 2018 14:07 WIB
Arsip Foto. Anak-anak menyelesaikan lilin mainan bertema perubahan iklim ketika mengunjungi Indonesia Climate Change Education and Expo di Jakarta onvention Center, Jakarta, Jumat (15/5/15). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam mitigasi perubahan iklim.
Dalam siaran pers lembaga Senin, ia mengatakan warga bisa ikut berperan dalam mitigasi dengan melakukan hal-hal yang tampaknya sepele seperti mengurangi penggunaan sampah plastik, membatasi penggunaan kendaraan bermotor, mulai beralih ke sarana transportasi umum, menghemat penggunaan listrik dan air dan menanam pohon.
Hal-hal yang tampak sepele itu, menurut dia, akan membawa dampak besar dalam upaya mencegah dampak buruk perubahan iklim.
"Perubahan iklim ekstrem merupakan masalah yang dihadapi setiap negara tanpa memandang batas teritorial. Setiap negara pasti merasakan efek buruknya," kata Dwikorita Karnawati di sela Our Ocean Conference 2018 di Bali.
Perubahan iklim, kata Dwikorita, menghadirkan siklon dan cuaca ekstrem yang mengakibatkan banjir, longsor, gelombang tinggi, dan peningkatan muka air laut, bahkan kekeringan dan wabah penyakit.
Bencana-bencana tersebut dapat menimbulkan korban jiwa serta kerugian ekonomi dan ekologi yang tidak sedikit, karenanya perlu upaya mitigasi bersama guna mencegah dampak negatif perubahan iklim.
Dwikorita mengatakan bahwa di Indonesia dampak perubahan iklim mulai sangat terasa pada 2016, ketika seluruh wilayah Indonesia mengalami kekeringan parah akibat suhu panas ekstrem.
Data BMKG menunjukan pada 2016 suhu rata-rata 1,2 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu selama tahun 1981 sampai 2010. Anomali suhu tahun 2016 bahkan melampaui anomali suhu 2015, yang tercatat satu derajat Celsius lebih tinggi dari rata-rata normal.
Dwikorita menjelaskan bahwa menurut analisis BMKG penyebab anomali cuaca 2016 berbeda dengan tahun 2015. Anomali suhu tahun 2015 rata-rata sangat dipengaruhi oleh fenomena El-Nino, sedang pada 2016 tidak ada fenomena El-Nino, mengindikasikan bahwa unsur gas rumah kaca menunjukkan pengaruhnya terhadap suhu udara.
Saat ini, dampak perubahan iklim terasa dari suhu udara yang semakin meningkat serta pergeseran musim hujan dan musim kemarau, yang berdampak langsung pada pola tanam di sektor pertanian.
Baca juga:
Negara-negara rentan beri peringatan soal kenaikan suhu 1,5 derajad Celsius
Pemerintah tinjau ulang rencana adaptasi perubahan iklim
Dalam siaran pers lembaga Senin, ia mengatakan warga bisa ikut berperan dalam mitigasi dengan melakukan hal-hal yang tampaknya sepele seperti mengurangi penggunaan sampah plastik, membatasi penggunaan kendaraan bermotor, mulai beralih ke sarana transportasi umum, menghemat penggunaan listrik dan air dan menanam pohon.
Hal-hal yang tampak sepele itu, menurut dia, akan membawa dampak besar dalam upaya mencegah dampak buruk perubahan iklim.
"Perubahan iklim ekstrem merupakan masalah yang dihadapi setiap negara tanpa memandang batas teritorial. Setiap negara pasti merasakan efek buruknya," kata Dwikorita Karnawati di sela Our Ocean Conference 2018 di Bali.
Perubahan iklim, kata Dwikorita, menghadirkan siklon dan cuaca ekstrem yang mengakibatkan banjir, longsor, gelombang tinggi, dan peningkatan muka air laut, bahkan kekeringan dan wabah penyakit.
Bencana-bencana tersebut dapat menimbulkan korban jiwa serta kerugian ekonomi dan ekologi yang tidak sedikit, karenanya perlu upaya mitigasi bersama guna mencegah dampak negatif perubahan iklim.
Dwikorita mengatakan bahwa di Indonesia dampak perubahan iklim mulai sangat terasa pada 2016, ketika seluruh wilayah Indonesia mengalami kekeringan parah akibat suhu panas ekstrem.
Data BMKG menunjukan pada 2016 suhu rata-rata 1,2 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu selama tahun 1981 sampai 2010. Anomali suhu tahun 2016 bahkan melampaui anomali suhu 2015, yang tercatat satu derajat Celsius lebih tinggi dari rata-rata normal.
Dwikorita menjelaskan bahwa menurut analisis BMKG penyebab anomali cuaca 2016 berbeda dengan tahun 2015. Anomali suhu tahun 2015 rata-rata sangat dipengaruhi oleh fenomena El-Nino, sedang pada 2016 tidak ada fenomena El-Nino, mengindikasikan bahwa unsur gas rumah kaca menunjukkan pengaruhnya terhadap suhu udara.
Saat ini, dampak perubahan iklim terasa dari suhu udara yang semakin meningkat serta pergeseran musim hujan dan musim kemarau, yang berdampak langsung pada pola tanam di sektor pertanian.
Baca juga:
Negara-negara rentan beri peringatan soal kenaikan suhu 1,5 derajad Celsius
Pemerintah tinjau ulang rencana adaptasi perubahan iklim
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: