Bekasi (ANTARA News) - Layanan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, berbasis aplikasi belum efektif diakses publik karena penggunaan sistem operasionalnya belum praktis.

Terlebih lagi, masih banyak masyarakat belum memiliki ponsel pintar yang selaras dengan sistem operasional layanan aplikasi pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi.

Kesimpulan tersebut diperoleh dari hasil penelitian tentang sistem Smart City yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Bekasi, oleh tim mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata.

Mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan pada fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Sodikin (22), mengungkapkan fakta tersebut berdasarkan riset Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik "Smart City" di dua kawasan yakni Kecamatan Bekasi Selatan dan Kecamatan Bekasi Timur.

Sodikin bersama timnya di Kelompok 11 melakukan riset pada periode Agustus hingga September 2018 di wilayah RW05 Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Selatan dengan menyambangi Ketua RW setempat dalam misi menyosialisasikan sejumlah program aplikasi yang luncurkan oleh Pemkot Bekasi.

Selain mengemban misi Smart City, tim tersebut juga mengukur efektivitas program kerja pemberdayaan masyarakat yang tersinkronisasi dengan layanan Teknologi Informasi (TI) Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfostandi) Kota Bekasi, seperti Rapo RTRW, Bekasi Iconic serta Titik Jumantik.

Dari penelitian tersebut, tim mahasiswa mengambil kesimpulan bahwa program Smart City yang digagas Pemkot Bekasi sejak beberapa tahun lalu itu belum dikenal masyarakat secara menyeluruh akibat kendala teknis, di antaranya pengetahuan masyarakat hingga dukungan perangkat kerja yang kurang maksimal.

Tim mahasiswa mewawancara warga sembari menyosialisasikan aplikasi RapoRTRW yang menjadi acuan pemerintah dalam memonitoring operasional sekitar 1.200 perangkat RT/RW di wilayah setempat.

Dalam kegiatan itu, terungkap bahwa aparatur RT/RW setempat belum pernah mengakses layanan berbasis aplikasi yang telah diluncurkan oleh Pemkot Bekasi sejak Maret 2018.

Aplikasi Titik Jumantik (Juru Pemantau Jentik) di kalangan kader Posyandu sudah ada aplikasinya, tetapi pada faktanya mereka masih pakai buku tulis manual sebagai bahan laporan kinerja ke Puskesmas. "Mereka belum ngerti cara login," kata Sodikin.

"Layanan aplikasi pemerintah yang belum optimal pemanfaatannya ini hanya sebagian kecil dari program kerja RT/RW yang belum sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah. Namun kami tetap memberikan edukasi kepada masyarakat agar program layanan ini bisa berjalan optimal," katanya.

Secara terpisah, Ketua RW 013 Perumahan Pondok Mitra Lestari, Kecamatan Jatiasih, Sugih Hidayah, mengaku belum memperoleh pemahaman terkait layanan aplikasi berbasis TI yang digagas Pemkot Bekasi dalam menunjang operasional pelayanan terhadap 450 kepala keluarga (KK) di perumahan itu.

Sosialisasi aplikasi dari pemerintah diharapkan bisa berjalan lebih masif di tataran warga sehingga semangat memperbaiki layanan publik bisa berjalan optimal.

Sugih mengaku baru mendengar tentang layanan RapoRTRW dan aplikasi lainnya dari para mahasiswa yang turun ke lingkungannya selama dua pekan.

Pelaporan kinerja dari wilayahnya masih dilakukan secara konvensional menggunakan kertas untuk disampaikan kepada kelurahan setempat.

"Mekanisme pelaporan permasalahan melalui aplikasi Sistem Smart Online Reporting and Observation Tools (Sorot) maupun RapoRT/RW terlalu rumit, bahkan untuk `login` pun selalu gagal," katanya.

Persoalan di perumahan berpenduduk 1.200 jiwa itu adalah banjir serta minimnya lampu penerangan jalan umum dan dia telah melaporkan persoalan tersebut kepada instansi terkait melalui surat tertulis.

Selain persoalan banjir, juga telah dilaporkan secara manual Penerangan Jalan Umum (PJU) yang masih kekurangan sekitar 75 unit bohlam berikut tiangnya.



Penyederhanaan Aplikasi

Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid mengatakan masyarakat menengah dan ke atas di wilayah Kota Bekasi belum sepenuhnya memahami sistem operasional layanan berbasis aplikasi yang diluncurkan pemerintah setempat melalui program smart city.

KKN tematik smart city ini melibatkan sekitar 300 mahasiswa Universitas Islam 45 Bekasi pada periode Agustus hingga September 2018 di 15 RW Kecamatan Bekasi Timur dan Bekasi Selatan.

Sejak bergulirnya program smart city di Kota Bekasi, mayoritas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup pemerintah setempat secara serentak melakukan integrasi layanan publik melalui aplikasi dengan menguras kocek APBD 2017-2018 ratusan juta rupiah.

Pihaknya mencatat, terdapat ratusan aplikasi layanan masyarakat yang dibuat pemerintah daerah setempat hingga saat ini, namun banyak warga yang belum memahaminya.

"Hasilnya di luar dugaan. Ternyata, mahasiswa mampu mendeteksi persoalan di masyarakat yang selama ini belum memahami benar cara aplikasi seperti Sistem Smart Online Reporting and Observation Tools (Sorot), Titik Jumantik dan lainnya," katanya.

Masyarakat ingin lebih dimudahkan dengan teknologi yang memiliki platform lebih sederhana dan praktis. Kajian itu dilakukan dengan mengambil sampel pada kalangan masyarakat yang memiliki ponsel pintar.

Menurut Harun, media sosial justru lebih dominan diakses publik daripada layanan aplikasi teknologi informasi yang dibuat pemerintah.

Harun, mengimbau agar spesifikasi sistem operasional layanan aplikasi pemerintah setempat disederhanakan dan disesuaikan dengan kemampuan ponsel pintar warga dengan spesifikasi terendah.

"Random Access Memory (RAM) misalnya, ponsel pengurus RT/RW di Kota Bekasi banyak yang rendah dan tidak mendukung paltform aplikasi pemerintah yang butuh RAM besar," katanya.

Namun demikian, Harun juga mengungkap bahwa ada aplikasi lain milik pemerintah yang kini mulai familiar dengan warga, seperti aplikasi perizinan, lelang secara elektronik dan lainnya karena sudah menjadi persyaratan.

KKN tematik smart city yang perdana di Provinsi Jawa Barat itu sengaja dipilih sebagai tren layanan pemerintah di sejumlah daerah perkotaan dengan melibatkan mahasiswa di dalamnya.

Tujuannya, selain untuk memberikan masukan positif kepada pemerintah daerah dalam memaksimalkan layanan berbasis teknologi informasi (TI), juga untuk mempersiapkan secara dini para lulusan dengan tantangan teknologi berbasis informasi.

"Mahasiswa dilibatkan dalam program pemerintah, yang saat ini jadi unggulan adalah smart city, sehingga kalau mereka lulus harus mempersiapkan diri dengan perubahan teknologi yang bergerak masif," katanya.

Hasil riset oleh mahasiswa KKN tersebut akan dilaporkan tertulis kepada Pemkot Bekasi sehingga bisa menjadi salah satu sarana untuk perbaikan layanan .

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Kota Bekasi, Titi Masrifahati mengatakan Aplikasi RapoRTRW merupakan kanal pengaduan permasalahan RW di wilayah setempat berbasis online.

Kanal tersebut beralamat di http//raportrw.bekasikota.go.id yang akan menampung seluruh laporan pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) terkait dengan permasalahan warga secara online.

Titi mengatakan, penerapan pelaporan masalah warga secara online diimplementasikan di Kota Bekasi sejak 28 Maret 2018 untuk mempermudah dan mempercepat laporan kejadian sehari-hari sehingga dapat ditindaklanjuti oleh dinas terkait sesegera mungkin.

Sistem tersebut akan mengarahkan laporan dari pengurus RT/RW dapat beralih dari mekanisme konvensional kepada jaringan online menggunakan perangkat berbasis android atau browser lainnya.

Titi mengatakan, uji coba tersebut baru berlaku di Kelurahan Margajaya, Bekasi Selatan dan Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur.

Dari sistem yang telah disediakan, masing-masing pengurus RT/RW di Kota Bekasi tinggal mencocokan jenis laporan warga di antaranya masalah populasi kependudukan, aset, bencana alam, penyerapan APBD serta peribadatan.

Masing-masing aduan sudah ada kanalnya, sehingga secara otomatis akan langsung masuk ke kanal Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani persoalan yang timbul.

Pelaporan secara online ini pun dilakukan untuk mendorong kinerja para pengurus RT/RW di Kota Bekasi ke arah yang lebih baik lagi.

Sejak awal 2018 pemerintah Kota Bekasi kembali menaikan tunjangan para pengurus RT dari Rp1,2 juta perbulan menjadi Rp1,5 juta perbulan serta pengurus RW yang tadinya Rp1,5 juta meningkat jadi Rp1.750.000 per bulan.

Titi menambahkan, aduan masalah warga akan langsung dipantau oleh dinas teknis terkait sebelum menentukan masa waktu penanganan sehingga penanganan lebih cepat karena mereka sudah menerima aduan warga dengan cepat,`` katanya.*