Jombang (ANTARA News) - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, KH Sholahudin Wahid mengimbau warga agar menghentikan kegaduhan terkait dengan adanya insiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid, sehingga tercipta kedamaian dan persatuan bangsa di antara warga.

"Kami berharap ini sudah tenang, tidak ada lagi kegaduhan, tindakan yang saling menyerang saling provokasi itu tidak produktif," kata Gus Sholah, sapaan akrabnya di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Sabtu.

Pihaknya sebenarnya menyesalkan dengan adanya insiden peristiwa pembakaran bendera yang ada kalimat tauhid. Bendera itu dikenal bendera organisasi masyarakat hizbut tahrir Indonesia (HTI) yang dilakukan oleh oknum barisan serbaguna nahdlatul ulama (Banser) dalam acara Hari Santri Nasional di Alun-alun Limbangan, Garut, 22 Oktober 2018.

Gus Sholah juga mempertanyakan oknum yang menyusup itu mengapa sampai membawa bendera selain yang diminta panitia. Polisi harus mengusut dengan tuntas motif di balik alasan yang sebenarnya, termasuk memastikan apakah ada yang menyuruh atau karena diri sendiri.

"Dengan ini kami menyesalkan terjadinya peristiwa itu yang diawali penyusup. Seseorang yang membawa bendera bertuliskan kalimat itu pada acara hari santri yang dirampas dan dibakar oleh oknum itu sehingga menimbulkan dampak kegaduhan nasional. Kami juga bertanya-tanya siapa yang suruh orang susupkan, mungkin juga diri sendiri mungkin juga ada yang menyuruh, hanya polisi yang punya wewenang," kata dia menjelaskan.

Ia juga menambahkan, dalam menanggapi kejadian itu ada dua persepsi yaitu yang menyatakan tindakan oknum itu tidak bisa dibenarkan serta bisa dibenarkan. Untuk yang bisa dibenarkan sebagai antisipasi terhadap bahaya yang lebih besar lagi.

Pihaknya juga mengakui insiden itu juga menimbulkan situasi di masyarakat menjadi tidak nyaman. Namun, Gus Sholah juga menyesalkan adanya penyusup yang pada hari itu melakukan hal yang dinilai tidak etis.

Gus Sholah juga memberikan apresiasi atas permohonan oknum anggota Banser Garut pascakejadian itu. Pihaknya juga tetap mendukung agar aparat penegak hukum bertindak tegas menindaklanjuti proses hukum yang berlaku pada pihak yang terlibat.

"Kami juga menyerukan agar menahan diri, tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu persatuan bangsa. Kami juga serukan agar semua mengedepankan kearifan, tenggang rasa demi menjaga `ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan)`. Semoga Allah senantiasa menjaga. Mudah-mudahan ini sudah tenang," kata dia berharap.

Sementara itu, aparat Kepolisian Daerah Jawa Barat juga sudah mengusut kasus pembakaran bendera itu. Polda Jabar telah mengamankan dan menetapkan Uus Sukmana, orang yang membawa bendera organisasi masyarakat HTI ke acara Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2018 di Garut sebagai tersangka.

Uus Sukmana dijerat dengan Pasal 174 KUHP karena telah membuat kegaduhan dalam sebuah acara. Pasal 174 KUHP tersebut isinya barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang, dengan mengadakan huru hara atau membuat gaduh, dihukum penjara selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp900.

Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka, Uus Sukmana tidak ditahan polisi. Sementara dua orang pembakar bendera masih berstatus sebagai saksi. Polisi menilai para pelaku pembakaran bendera bertindak atas dasar spontanitas dan tidak memiliki niat jahat sehingga tidak memenuhi unsur pidana.