Kepolisian membongkar pembobolan bank
26 Oktober 2018 16:48 WIB
Petugas menunjukkan tersangka pelaku pembobolan tabungan nasabah yang juga karyawan BNI KCP Bandara Soetta FFR (tengah) saat pers rilis di Mapolsek Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (12/9/2018). FFR merupakan seorang teller di Bank BNI KCP Bandara Soetta yang berhasil membobol tabungan nasabah sebesar Rp44 juta lewat ATM BNI yang jatuh dan ditemukan oleh masyarakat kemudian diserahkan kepada tersangka. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj
Pekanbaru (ANTARA News) - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau berhasil mengungkap pembobolan BNI dengan modus transfer secara ilegal yang menyebabkan bank milik negara tersebut mengalami kerugian Rp563 juta.
"Kasus ini terbilang baru dan untuk pertama kalinya diungkap Polda Riau," kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.
Kasus yang dalam undang-undang disebut sebagai transfer dana tersebut dilakukan oleh seorang pria berinisial HG (37) di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Kasus ini terbilang unik karena HG berhasil melakukan transfer hingga 32 kali dalam waktu singkat, hanya tiga hari. Dalam waktu singkat itu pula, pria kurus dengan rambut tipis nyaris botak itu berhasil mentransfer uang ke berbagai rekening penampung miliknya hingga Rp563 juta.
Kasus itu berhasil diungkap jajaran Kriminal Khusus Polda Riau pada 20 Oktober 2018. Kasus itu terungkap setelah BNI 46 melaporkan ke Polda Riau karena adanya aliran dana mencurigakan dari rekening milik HG.
Transfer dana ilegal itu dilakukan HD secara sederhana, yakni cukup berbekal rekening BNI`46, kartu ATM serta satu unit mesin EDC atau Electronic Data Capture.
HG mentransfer uang yang yang tersimpan dalam rekeningnya ke sejumlah rekening, termasuk rekening istrinya. Rekening itu tidak hanya sesama BNI, namun juga sejumlah bank lainnya seperti Mandiri dan BRI.
Namun saat melakukan transfer dari rekeningnya menggunakan EDC, alat yang banyak digunakan konsumen bank itu dibuat menjadi error. Akibatnya, transfer seolah-olah gagal sehingga saldo di rekeningnya tidak berkurang, namun saldo di rekening tujuan justru bertambah.
"Transfer dilakukan berulang kali mulai tanggal 3 hingga 6 Oktober. Total 32 kali transfer seperti itu dilakukan tersangka. Nominalnya berbeda, mulai Rp2 juta hingga Rp30 juta dengan total Rp563 juta," tuturnya.
Sunarto menjelaskan bahwa mesin EDC yang digunakan tersangka merupakan pinjaman BNI setelah HG menjadi agen BNI sejak 2016. HG bukan merupakan mantan pegawai bank yang memahami seluk-beluk bentuk transfer dana.
Sunarto memastikan bahwa aksi itu dilakukan HG yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana tersebut berawal dari "try" dan "error" yang dilakukan selama menjadi agen BNI 46.
"Tersangka dijerat dengan Pasal 85 jo Pasal 82 UU RI Nomor 3 Tahun 2011 dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar," tuturnya.
Baca juga: Polisi tangkap lima tersangka kasus pembobolan 14 bank senilai Rp14 triliun
Baca juga: Bos Columbia serahkan diri terkait pembobolan bank
Baca juga: Polisi mendalami kelalaian terkait pembobolan 14 bank
"Kasus ini terbilang baru dan untuk pertama kalinya diungkap Polda Riau," kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.
Kasus yang dalam undang-undang disebut sebagai transfer dana tersebut dilakukan oleh seorang pria berinisial HG (37) di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Kasus ini terbilang unik karena HG berhasil melakukan transfer hingga 32 kali dalam waktu singkat, hanya tiga hari. Dalam waktu singkat itu pula, pria kurus dengan rambut tipis nyaris botak itu berhasil mentransfer uang ke berbagai rekening penampung miliknya hingga Rp563 juta.
Kasus itu berhasil diungkap jajaran Kriminal Khusus Polda Riau pada 20 Oktober 2018. Kasus itu terungkap setelah BNI 46 melaporkan ke Polda Riau karena adanya aliran dana mencurigakan dari rekening milik HG.
Transfer dana ilegal itu dilakukan HD secara sederhana, yakni cukup berbekal rekening BNI`46, kartu ATM serta satu unit mesin EDC atau Electronic Data Capture.
HG mentransfer uang yang yang tersimpan dalam rekeningnya ke sejumlah rekening, termasuk rekening istrinya. Rekening itu tidak hanya sesama BNI, namun juga sejumlah bank lainnya seperti Mandiri dan BRI.
Namun saat melakukan transfer dari rekeningnya menggunakan EDC, alat yang banyak digunakan konsumen bank itu dibuat menjadi error. Akibatnya, transfer seolah-olah gagal sehingga saldo di rekeningnya tidak berkurang, namun saldo di rekening tujuan justru bertambah.
"Transfer dilakukan berulang kali mulai tanggal 3 hingga 6 Oktober. Total 32 kali transfer seperti itu dilakukan tersangka. Nominalnya berbeda, mulai Rp2 juta hingga Rp30 juta dengan total Rp563 juta," tuturnya.
Sunarto menjelaskan bahwa mesin EDC yang digunakan tersangka merupakan pinjaman BNI setelah HG menjadi agen BNI sejak 2016. HG bukan merupakan mantan pegawai bank yang memahami seluk-beluk bentuk transfer dana.
Sunarto memastikan bahwa aksi itu dilakukan HG yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana tersebut berawal dari "try" dan "error" yang dilakukan selama menjadi agen BNI 46.
"Tersangka dijerat dengan Pasal 85 jo Pasal 82 UU RI Nomor 3 Tahun 2011 dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar," tuturnya.
Baca juga: Polisi tangkap lima tersangka kasus pembobolan 14 bank senilai Rp14 triliun
Baca juga: Bos Columbia serahkan diri terkait pembobolan bank
Baca juga: Polisi mendalami kelalaian terkait pembobolan 14 bank
Pewarta: Oleh Anggi Romadhoni
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: