Jakarta (ANTARA News) - Politisi PDI Perjuangan, Kapitra Ampera menilai isu bohong atau hoaks yang beredar di masyarakat dijadikan beberapa pihak sebagai sarana politisasi untuk merebut dukungan pemilih di Pemilu 2019 dan menjatuhkan kekuasaan.
"Ini bukan sesuatu yang kebetulan namun sudah diperhitungkan dan direncanakan. Hoaks menjadi sarana politisasi untuk merebut pemilih dan menjatuhkan kekuasaan," kata Kapitra dalam diskusi bertajuk "Hoaks dan HTI Masih Bergentayangan", di Jakarta, Jumat.
Dia menilai isu hoaks yang beredar terkesan dikonstruksi agar menjadi kekuatan masif untuk mengambil kekuasaan.
Menurut dia, figur Joko Widodo terlalu kuat untuk dikalahkan sehingga pihak lawan menggunakan isu hoaks untuk menjatuhkan Jokowi.
"Misalnya ada orang yang wajahnya bopeng-bopeng lalu diopersi karena tidak terima keadaan namun dibilang dipukuli pihak Jokowi," ujarnya.
Kapitra yang merupakan Alumni 212 itu menilai hoaks lahir karena fanatisme sehingga menghilangkan akal sehat dan berimbas masyarakat mengambil tindakan yang tidak sesuai.
Wakil Sekjen Partai Hanura Petrus Selestinus dalam diskusi tersebut menyoroti adanya diskriminasi sanksi pidana bagi pelaku ujaran kebencian misalnya di UU Penghapusan Diskrimibasi Ras, UU ITE dan KUHP ancaman hukumannya lima tahun.
Namun menurut dia, dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ancaman pidananya menjadi ringan padahal ujaran kebencian sangat marak menjelang Pemilu.
"Ada itikad tidak baik dari anggota DPR ketika menyetujui UU Pemilu yang tiap lima tahun sekali diubah, sanksi pidana ujaran kebencian menjadi ringan. Karena jelang pemilu, ujaran kebencian semakin gencar namun penegakan hukum lemah," katanya.
Dia menilai lemahnya penegakan hukum membuat kejahatan penyebaran hoaks menjamur karena orang tidak takut karena ancaman pidananya ringan.
Hoaks dinilai sebagai sarana politisasi jatuhkan kekuasaan
26 Oktober 2018 16:24 WIB
Diskusi bertajuk "Hoaks dan HTI Masih Bergentayangan", di Jakarta, Jumat (26/10/2018). (ANTARA/Imam Budilaksono)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018
Tags: