LIPI kembangkan tiga superkonduktor
26 Oktober 2018 13:21 WIB
Dua pekerja melakukan pemasangan konduktor di menara Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di kawasan Tanjung Perak Surabaya, Senin (21/12). Jaringan SUTET ini untuk pemerataan listrik dari pulau Jawa ke pulau Madura melewati jembatan Suramadu. (ANTARA/Bhakti Pundhowo/EI/ss/ama/09
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan tiga kawat superkonduktor untuk diaplikasikan pada keperluan kesehatan, kelistrikan dan otomotif.
Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Agung Imaduddin di Jakarta, Jumat, mengatakan kawat superkonduktor mampu menekan suhu saat berada di suhu kritis sehingga bisa menjadi penghantar yang baik.
Superkonduktor, menurut dia, banyak digunakan di rumah sakit untuk alat kesehatan MRI (magnetic resonance imaging), juga digunakan untuk penghantar listrik. Superkonduktor juga banyak digunakan untuk kereta cepat di Jepang dan Cina.
Superkonduktor yang diikat ke kawat penghantar listrik dan disemprotkan cairan nitrogen maka suhunya akan turun hingga -200 derajat Celcius sehingga mampu menghantar arus listrik lebih besar, katanya.
Saat ini LIPI mengembangkan superkonduktor tipe Nb3Sn Niobium Tin (Nb3Sn) dan HTS yang diselubungi dengan perak. Selain itu, ia mengatakan pihaknya juga sedang mengembangkan tipe Magnesium diboride (MgB2) dengan tanah jarang.
Pasar untuk superkonduktor juga besar, ujarnya, tercatat mencapai nilai Rp74 triliun pada 2013 di dunia.
Harganya awalnya memang mahal tapi sejak 2010 kebutuhan tipe High Temperatur Superconductors (HTS) ini semakin besar untuk kelistrikan, begitu juga untuk peralatan elektronik dan otomotif.
Harganya akhirnya semakin turun dan jika sampai 10 dolar AS per kilo Ampere per meter (kA/m) maka diperkirakan akan semakin banyak dicari, ujar dia.
Saat ini harganya masih di kisaran harga 20 dolar AS per kilo Ampere meter. Tapi harga juga sangat tergantung dengan materialnya.
"Karenanya kami berupaya mengembangkan superkonduktor secepatnya sebelum perkiraan harga turun mencapai 10 dolar AS," lanjutnya.
Superkonduktor, ia mengatakan, dapat mengurangi kehilangan energi listrik. Sehingga dapat menghemat Rp8,5 miliar per kilometer per tahun dari kehilangan energi listrik di rangkaian kawat penghantar listrik berbahan tembaga yang digunakan saat ini.
"Dengan kawat tembaga maka memerlukan ruang berdiameter besar ketika dibenamkan di tanah, namun tidak untuk superkonduktor. Dengan hambatan nol, superkonduktor lebih efektif dan efisien dalam mengalirkan listrik," katanya.
Pemakaian superkonduktor ini, menurut dia, jadi alternatif mengurangi pemborosan penggunaan listrik dan BBM. Superkonduktor ini juga bisa diterapkan di pembangkit listrik, transmisi, distribusi, gardu (kapasitas) dan gardu (unit).
Baca juga: FT UI luncurkan rumah masa depan dengan listrik "dual power"
Baca juga: Kementerian Perindustrian tetapkan standar tower transmisi
Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Agung Imaduddin di Jakarta, Jumat, mengatakan kawat superkonduktor mampu menekan suhu saat berada di suhu kritis sehingga bisa menjadi penghantar yang baik.
Superkonduktor, menurut dia, banyak digunakan di rumah sakit untuk alat kesehatan MRI (magnetic resonance imaging), juga digunakan untuk penghantar listrik. Superkonduktor juga banyak digunakan untuk kereta cepat di Jepang dan Cina.
Superkonduktor yang diikat ke kawat penghantar listrik dan disemprotkan cairan nitrogen maka suhunya akan turun hingga -200 derajat Celcius sehingga mampu menghantar arus listrik lebih besar, katanya.
Saat ini LIPI mengembangkan superkonduktor tipe Nb3Sn Niobium Tin (Nb3Sn) dan HTS yang diselubungi dengan perak. Selain itu, ia mengatakan pihaknya juga sedang mengembangkan tipe Magnesium diboride (MgB2) dengan tanah jarang.
Pasar untuk superkonduktor juga besar, ujarnya, tercatat mencapai nilai Rp74 triliun pada 2013 di dunia.
Harganya awalnya memang mahal tapi sejak 2010 kebutuhan tipe High Temperatur Superconductors (HTS) ini semakin besar untuk kelistrikan, begitu juga untuk peralatan elektronik dan otomotif.
Harganya akhirnya semakin turun dan jika sampai 10 dolar AS per kilo Ampere per meter (kA/m) maka diperkirakan akan semakin banyak dicari, ujar dia.
Saat ini harganya masih di kisaran harga 20 dolar AS per kilo Ampere meter. Tapi harga juga sangat tergantung dengan materialnya.
"Karenanya kami berupaya mengembangkan superkonduktor secepatnya sebelum perkiraan harga turun mencapai 10 dolar AS," lanjutnya.
Superkonduktor, ia mengatakan, dapat mengurangi kehilangan energi listrik. Sehingga dapat menghemat Rp8,5 miliar per kilometer per tahun dari kehilangan energi listrik di rangkaian kawat penghantar listrik berbahan tembaga yang digunakan saat ini.
"Dengan kawat tembaga maka memerlukan ruang berdiameter besar ketika dibenamkan di tanah, namun tidak untuk superkonduktor. Dengan hambatan nol, superkonduktor lebih efektif dan efisien dalam mengalirkan listrik," katanya.
Pemakaian superkonduktor ini, menurut dia, jadi alternatif mengurangi pemborosan penggunaan listrik dan BBM. Superkonduktor ini juga bisa diterapkan di pembangkit listrik, transmisi, distribusi, gardu (kapasitas) dan gardu (unit).
Baca juga: FT UI luncurkan rumah masa depan dengan listrik "dual power"
Baca juga: Kementerian Perindustrian tetapkan standar tower transmisi
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: