London (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Suhardi Alius, mengatakan Indonesia memandang terorisme tidak seharusnya dikaitkan dengan agama, kebangsaan, atau budaya manapun.

Hal itu disampaikan Komjen Pol. Suhardi Alius, dalam paparan upaya penanggulangan terorisme Indonesia pada Seminar MIKTA bertempat di salah satu universitas milik Vatikan, Universitas Kepausan Urbaniana (Pontifical Urban University), di Vatikan, Kamis.

Pensosbud KBRI Vatikan, Wanry Wabang kepada Antara London, Jumat mengatakan Komjen Pol. Suhardi Alius bertindak sebagai pembicara dalam seminar bertema `Countering Transnational Crimes yang digagas empat Kedutaan Besar untuk Takhta Suci Vatikan (TSV) yang merupakan anggota MIKTA, yakni Indonesia, Korea, Turki, dan Australia. Karena pertimbangan internal, Meksiko tidak dapat berpartisipasi pada seminar ini.

Dalam seminar yang secara resmi dibuka Duta Besar RI untuk TSV, Antonius Agus Sriyono sebagai koordinator MIKTA bagi Perwakilan untuk TSV. Kepala BNPT menekankan bahwa dalam usaha memberantas terorisme, sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2018, Indonesia menggunakan dua pendekatan yakni, soft approach (kontra radikalisasi, deradikalisasi, kesiapan dan ketahanan nasional) serta hard approach (penegakan hukum).

Dalam paparannya, Suhardi menyinggung beberapa kasus terorisme yang terjadi di Indonesia selama dua tahun terakhir, seperti bom Sarinah 2016, bom Panci di Bandung 2017, dan tiga bom gereja di Surabaya yang terjadi awal2018. Dua video kegiatan BNPT terkait upaya merangkul kembali mantan pelaku teroris diputar selama seminar berlangsung.

Menutup paparannya, Suhardi menjelaskan bahwa dalam usaha memberantas akar persoalan terorisme, pemerintah perlu melihat proses radikalisasi dan bagaimana terorisme dapat berkembang di suatu komunitas secara komprehensif. Hal ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga masyarakat, akademisi, bahkan sektor swasta untuk implementasi yang tepat sasaran.

Seminar bertema Countering Transnational Crimes dipilih berdasarkan isu prioritas keketuaan Indonesia dalam MIKTA tahun 2018 yang mengusung tema "Fostering Creative Economy and Contributing to Global Peace". Tiga pembicara lain dari negara anggota MIKTA yang juga memberikan paparannya adalah Youngja Bae dari Korea yang berbicara tentang kejahatan siber, Aylin Tashan dari Turki memaparkan strategi Turki dalam menangani terorisme, dan Andrea Humphrys dari Australia fokus pada isu perdagangan manusia.

Seminar ini dihadiri oleh anggota Korps Diplomatik untuk TSV, wakil dari pemerintah TSV, perwakilan organisasi internasional, perwakilan masyarakat, civitas akademika, dan media.

Baca juga: Menristekdikti paparkan pola penangkalan radikalisme di kampus
Baca juga: Polisi tangkap satu lagi terduga teroris di Probolinggo
Baca juga: Kapolri instruksikan semua Polda bentuk Satgas Antiteror
Baca juga: Presiden: Dukung sinergi elemen bangsa cegah terorisme