Jakarta (ANTARA News) - Rumah Sakit Dharmais akan dijadikan RS pusat kanker yang levelnya setara dengan rumah sakit kanker lainnya yang ada di Asia agar devisa negara tidak mengalir ke luar negeri lantaran masyarakat memilih berobat di negara lain.

"Kami punya cita-cita untuk membangun Rumah Sakit Kanker Dharmais ini sebagai pusat kanker nasional di Indonesia yang levelnya sama dengan pusat kanker nasional di Singapura, Malaysia, Korea dan Jepang," kata Direktur Utama RS Kanker Dharmais Abdul Kadir di Jakarta, Kamis.

Kadir mengatakan, masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri, khususnya untuk penyakit kanker, telah menghabiskan devisa negara sebesar Rp28 triliun per tahun. Angka tersebut juga diprediksi akan meningkat setiap tahunnya seiring bertambahnya pasien kanker di Indonesia.

"Oleh karena itu kita mau mereka tidak perlu lagi ke luar negeri tapi berobatlah di Indonesia, karena kita sudah punya fasilitas yang levelnya dan kualitasnya sudah sama dengan rumah sakit kanker yang ada di Asia. Seperti itu cita-cita kami," kata Kadir.

Kadir mengungkapkan saat ini Rumah Sakit Kanker Dharmais Tengah mengupayakan pengadaan alat terapi dengan teknologi canggih yang bernama Proton Beam Therapy.

Menurut Kadir alat ini belum tersedia di rumah sakit-rumah sakit kanker di Asia Tenggara seperti di Filipina, Malaysia, atau bahkan Australia.

Dia mengatakan saat ini RS Dharmais masih dalam proses pengadaan alat terapi tersebut dan direncanakan pelayanan akan tersedia dalam dua sampai tiga tahun ke depan.

Selain itu Kadir mengemukakan RS Dharmais juga telah menyediakan layanan alat deteksi dini kanker yang bisa dimobilisasi ke rumah-rumah warga dalam upaya pencegahan kanker.

Ke depannya, RS Dharmais juga merencanakan diadakannya alat kemoterapi yang bisa dimobilisasi ke tempat-tempat di luar rumah sakit untuk memudahkan pelayanan.

RS Kanker Dharmais saat ini juga tengah melakukan riset pengobatan kanker dengan teknologi baru seperti imunoterapi.

Menurut dia, imunoterapi ini akan menggantikan metode pengobatan kanker konvensional seperti operasi atau radiasi.

Baca juga: Kanker payudara tertinggi di Indonesia
Baca juga: 65 Persen Kanker Berobat ke RS pada Stadium Lanjut