Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) memulai tahap pertama pembangunan 1.000 hunian nyaman terpadu (Integrated Community Shelter/ICS) bagi korban gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.

Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur dan Lurah Duyu Nurdin S. Adam pada Kamis menandai awal pembangunan hunian terpadu bagi korban bencana dengan meletakkan batu pertama pembangunan di lokasi pengungsian Lapangan Sepak Bola SMK Negeri 4 di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu.

"Ini bukan barak, apalagi tenda. Yang kita bangun untuk bapak-ibu sekalian adalah hunian nyaman. Bukan hunian sementara. Karena kita ingin hunian tersebut menjadi tempat tinggal tetap bagi pengungsi yang kehilangan rumahnya," kata Syuhelmaidi Syukur di depan pengungsi pada acara peletakan batu pertama pembangunan ICS.

ACT memanfaatkan lahan seluas kurang lebih sekitar 500 meter persegi untuk membangun 96 hunian yang dilengkapi dengan fasilitas umum sebagaimana umumnya kawasan permukiman bagi korban bencana di Kota Palu.

"Nanti akan kita bangun masjid atau mushala, tempat bermain anak-anak dan fasilitas umum yakni MCK bagi penghuni hunian nyaman tersebut," kata Syuhelmaidi, yang memperkirakan pembangunan ICS butuh waktu paling lama 30 hari.

Dia berharap korban bencana yang saat ini mengungsi di lapangan SMK Negeri 4 selanjutnya bisa menempati 96 hunian nyaman tersebut sambil menunggu relokasi dan pembangunan rumah permanen untuk mereka di lokasi yang baru.

"Selain di sini ada juga di wilayah Petobo, namun kita masih menunggu di mana saja wilayah-wilayah yang ditetapkan pemerintah sebagai lokasi relokasi," katanya mengenai rencana pembangunan ICS.

ACT selain di Palu akan membangun ICS di satu titik di Kabupaten Sigi dan dua titik di Donggala. Tiap hunian luasnya 3x7 meter persegi dan bisa dihuni empat sampai lima orang.

Lurah Duyu Nurdin S Adam mengatakan hunian di wilayahnya akan ditempati oleh korban bencana yang memenuhi persyaratan seperti dari daerah Balaroa, yang terdampak likuifaksi.

"Syarat-syaratnya seperti rumahnya rata dengan tanah, memiliki bayi dan wanita yang masih menyusui dan ada lansia. Itu yang akan kita prioritaskan untuk menepati ICS," kata Nurdin.

Baca juga: Mensos: hunian tetap pengungsi Sulteng selesai 2020
Baca juga: BNPB : pengungsi butuh 18 ribu tenda hunian