Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil dua petinggi Grup Lippo untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Dua saksi itu antara lain Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus dan Direktur PT Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya. Mereka dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro (BS) yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group.

"Dua saksi itu dijadwalkan diperiksa untuk tersangka BS dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Selain itu, KPK juga memanggil 10 saksi lainnya untuk tersangka Billy, yaitu enam staf Lippo Cikarang masing-masin Novan, Endrikus, Ronald, Sri Tuti, Dianika, dan Josiah.

Selanjutnya, Eka Hidayat Taufik yang merupakan Kabid Sarana dan Prasarana atau Kabag Kerja Sama Antardaerah di Sekretariat Pemda, Lucki Widiyani sebagai Pengelola Dokumen Perizinan pada Seksi Penerbitan Perizinan Tata Ruang dan Bangunan serta dua saksi yang merupakan Analisis Penerbitan Pemanfaatan Ruang pada Seksi Penerbitan Perizinan Tata Ruang dan Bangunan masing-masing Kusnadi Hendra Maulana dan Ujang Tatang.

Selain Billy, KPK juga telah menetapkan delapan tersangka lainnya dalam kasus suap Meikarta itu antara lain konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).

Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten BekasiNeneng Rahmi (NR).

Diduga Bupati Bekasi dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.

Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.

Baca juga: KPK panggil 11 saksi suap perizinan Meikarta
Baca juga: KPK konfirmasi Neneng Hassanah proses perizinan Meikarta