Ahli waris lahan bandara laporkan Paku Alam X ke Bareskrim
24 Oktober 2018 00:55 WIB
Tolak Pembangunan Bandara Massa yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Tolak Bandara (Gestob) melakukan aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Provisinsi Yogyakarta, Senin (13/4). Dalam aksinya mereka menolak pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo yang dinilai akan melenyapkan lahan pertanian, permukiman warga, sekolah dan tempat peribadatan. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Jakarta (ANTARA News) - Ahli waris lahan yang terdampak pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo, Yogyakarta, Suwarsi dan keluarganya melaporkan Wakil Gubernur DIY Paku Alam X dan Ketua Pengadilan Negeri Wates, Marlius ke Bareskrim Polri atas dugaan pencairan dana ganti rugi tanah Bandara Kulon Progo sebelum waktunya.
Suwarsi dengan diwakili kuasa hukumnya, Petrus Selestinus membuat laporan tersebut.
"Kami melaporkan kasus penggelapan dalam jabatan atau penyalahgunaan wewenang," kata Petrus di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (23/10).
Dalam laporan bernomor LP/B/1224/X/2018/Bareskrim itu, pihaknya menuduh bahwa Paku Alam X dan Ketua Pengadilan Negeri Wates Marlius telah mencairkan dana konsinyasi pembayaran ganti rugi lahan seluas 120 hektar untuk pembangunan Bandara Kulon Progo.
Padahal menurut dia, dana sekitar Rp701 miliar tersebut tidak boleh dicairkan sebelum adanya putusan inkrah dari pengadilan.
Petrus menyebut, berdasarkan ketentuan Mahkamah Agung (MA), untuk obyek pengadaan tanah yang masih sengketa maka pembayaran ganti rugi dititipkan di PN Wates atau dengan sistem konsinyasi di PN tersebut.
Sistem konsinyasi atau penitipan ganti rugi di pengadilan diterapkan bila ada pihak yang menolak besaran ganti rugi, pemilik tidak diketahui keberadaannya atau obyek tanah masih menjadi obyek perkara. Sistem ini bertujuan agar pelaksanaan pembangunan proyek tidak terhambat.
Dana ganti rugi bisa dicairkan bila putusan pengadilan sudah berkekuatan hukum tetap atau bila ada kesepakatan damai antara dua pihak yang berperkara.
Padahal, kata Petrus, kasus sengketa lahan ini masih dalam tahap banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Dengan demikian, seharusnya dana konsinyasi masih tetap dititipkan di PN Wates.
"Sengketa masih berlangsung dari 2017. Tapi pada 5 Juni 2018, mereka bisa mencairkan dana konsinyasi itu," katanya.
Dalam laporan yang dibuat Petrus, para terlapor dituduh melanggar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Pihaknya berharap penyidik Bareskrim dapat bekerja secara transparan dan profesional dalam memproses laporannya tersebut.
Baca juga: Presiden diminta perhatikan sengketa Bandara Kulon Progo
Baca juga: Pemkab Kulon Progo diminta selesaikan pembebasan lahan bandara tersisa
Suwarsi dengan diwakili kuasa hukumnya, Petrus Selestinus membuat laporan tersebut.
"Kami melaporkan kasus penggelapan dalam jabatan atau penyalahgunaan wewenang," kata Petrus di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (23/10).
Dalam laporan bernomor LP/B/1224/X/2018/Bareskrim itu, pihaknya menuduh bahwa Paku Alam X dan Ketua Pengadilan Negeri Wates Marlius telah mencairkan dana konsinyasi pembayaran ganti rugi lahan seluas 120 hektar untuk pembangunan Bandara Kulon Progo.
Padahal menurut dia, dana sekitar Rp701 miliar tersebut tidak boleh dicairkan sebelum adanya putusan inkrah dari pengadilan.
Petrus menyebut, berdasarkan ketentuan Mahkamah Agung (MA), untuk obyek pengadaan tanah yang masih sengketa maka pembayaran ganti rugi dititipkan di PN Wates atau dengan sistem konsinyasi di PN tersebut.
Sistem konsinyasi atau penitipan ganti rugi di pengadilan diterapkan bila ada pihak yang menolak besaran ganti rugi, pemilik tidak diketahui keberadaannya atau obyek tanah masih menjadi obyek perkara. Sistem ini bertujuan agar pelaksanaan pembangunan proyek tidak terhambat.
Dana ganti rugi bisa dicairkan bila putusan pengadilan sudah berkekuatan hukum tetap atau bila ada kesepakatan damai antara dua pihak yang berperkara.
Padahal, kata Petrus, kasus sengketa lahan ini masih dalam tahap banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Dengan demikian, seharusnya dana konsinyasi masih tetap dititipkan di PN Wates.
"Sengketa masih berlangsung dari 2017. Tapi pada 5 Juni 2018, mereka bisa mencairkan dana konsinyasi itu," katanya.
Dalam laporan yang dibuat Petrus, para terlapor dituduh melanggar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Pihaknya berharap penyidik Bareskrim dapat bekerja secara transparan dan profesional dalam memproses laporannya tersebut.
Baca juga: Presiden diminta perhatikan sengketa Bandara Kulon Progo
Baca juga: Pemkab Kulon Progo diminta selesaikan pembebasan lahan bandara tersisa
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Arifin Siga
Copyright © ANTARA 2018
Tags: