Jakarta (ANTARA News) - Belum ada titik temu dalam pembahasan di tingkat Pemerintah untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang merupakan inisiatif dari DPR.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono setelah mengikuti rapat terbatas tertutup di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, mengatakan pembahasan terkait RUU tersebut masih belum solid.

"Intinya masih belum solid. Ya itu masih ada komentar-komentar," katanya.

Ia mengatakan, dalam rapat yang menghadirkan banyak menteri itu, masih ada beberapa masalah yang perlu disinkronkan.

Presiden sendiri kata Basuki, mengatakan tidak perlu tergesa-geda mengingat hal ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan rasa adil kepada masyarakat.

"Ini adalah momentum menyelesaikan konflik. Ternyata di MK 67 persen perkaranya terkait konflik lahan," katanya.

Selain itu, RUU tersebut diharapkan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi, misalnya sekarang ada hutan tanaman Industri (HTI) yang bisa dikelola tidak hanya oleh pengusaha skala besar namun juga skala kecil.

"Nah, dengan UU ini diharapkan HTI itu bisa dilakukan oleh menengah dan kecil juga. Tujuannya untuk keadilan. Makanya arahan Presiden, enggak usah tergesa-gesa yang penting semua solid," katanya.

Sementara pada kesempatan yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan, rapat digelar sebagai langkah pembahasan sebelum draf RUU Pertanahan disampaikan ke DPR.

"Sebelum dibawa di DPR maka kita perlu koordinasi terakhir.
Pembahasan RUU Pertanahan dengan Panja Komisi II DPR RI dilaksanakan pada 24-26 September 2018 di Wisma DPR, Bogor, dan disepakati agar Pemerintah dapat mereview kembali Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah atas RUU Pertanahan yang secara resmi diserahkan pada RDP DPR RI pada 22 November 2017.

Isu krusial dalam RUU Pertanahan yang muncul di antaranya terkait Single Land Registration System mendukung One Map Policy, pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) menuju sistem positif (semua tanah terdaftar), kemudian pengendalian penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan ruang mendukung ketertiban penggunaan dan pemanfaatan (tata) ruang dan tanah menuju ekonomi berkeadilan.

Selanjutnya terkait pembentukan bank tanah untuk penyediaan tanah untuk kepentingan umum, kedudukan tanah ulayat dan masyarakat hukum adat, pelaksanaan reforma agraria, pembentukan peradilan pertanahan, kepastian hapusnya hak-hak lama (eigendom) dan penerapan hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan.

Isu lain terkait pendaftaran hak atas ruang di bawah dan di atas tanah serta perairan dan pelibatan masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam bidang pertanahan (PPAT, surveyor pertanahan berlisensi, dan lain-lain).