Delagasi 30 negara bahas pengembangan bisnis madu
22 Oktober 2018 20:34 WIB
Pekerja mengambil sarang madu yang dihasilkan lebah madu (Apis) saat panen di Desa Kedungsari, Singorojo, Kendal, Jawa Tengah, Selasa (18/9/2018). Madu yang dihasilkan dari budidaya lebah madu di sekitar perkebunan kopi dan karet itu dipasarkan ke wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah seharga Rp200.000 per botol (1,5 liter). ANTARA FOTO/Aji Styawan/wsj.
Jakarta (ANTARA News) – Sekitar 300 delegasi dari 30 negara berencana membahas pengembangan perlebahan dan madu di Benua Asia dalam Konferensi Perlebahan Asia ke-14 atau "14th Asian Apicultural Conference" di Jakarta, tanggal 22-25 Oktober 2018.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perlebahan Indonesia Masyhud, dalam siaran pers, Senin, menjelaskan tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah konferensi yang mengangkat tema “Bees Environmental and Sustainability” tersebut.
"Ini adalah kali kedua Indonesia menjadi tuan rumah konferensi pemangku kepentingan di bidang pengembangan lebah dan madu terbesar se-Asia tersebut," katanya.
Sebelumnya Indonesia pernah menjadi tuan rumah perhelatan acara serupa pada tahun 1994, yaitu Konferensi Perlebahan Asia ke-2 di Yogyakarta.
Pada konferensi tahun ini berbagai delegasi datang antara lain dari China, Arab Saudi, Korea Selatan, Jepang, Filipina, India, Pakistan, Malaysia, dan Indonesia.
Selain itu, beberapa tamu juga datang dari Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Australia, dan Mesir.
Masyhud menjelaskan Konferensi Asosiasi Perlebahan Asia ke-14 merupakan agenda dua tahunan yang mempertemukan semua praktisi Perlebahan Asia.
“Konferensi ini diharapkan mampu menjadi wahana pertukaran informasi kemajuan teknologi dan hasil penelitian terkini dalam dunia perlebahan Asia,” katanya.
Konferensi ini juga diharapkan menjadi wahana promosi bagi para pelaku usaha perlebahan terhadap pengembangan produk perlebahan baru, penguatan jejaring pelaku, pemerhati dan pembina usaha perlebahan, serta upaya memfasilitasi para penggiat perlebahan Indonesia mempromosikan usahanya kepada dunia Internasional.
“Saat ini produksi dan konsumsi madu alami yang berasal dari lebah di Indonesia masih sangat kecil,” kata Masyud.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produk Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hilman Nugroho sebelumnya mengakui tingkat konsumsi madu masyarakat Indonesia masih rendah.
Tingkat konsumsi yang rendah umumnya disebabkan anggapan sebagian besar masyarakat bahwa madu merupakan kebutuhan sekunder dan daya beli yang masih lemah.
Konsumsi madu masyarakat Indonesia diperkirakan hanya sekitar 40-60 gram per kapita per tahun.
Angka ini masih jauh dibandingkan beberapa negara maju yang tingkat konsumsinya mencapai rata-rata satu kilogram per kapita per tahun. Bahkan, konsumsi madu di Selandia Baru sudah mencapai dua kilogram per tahun per kapita.
Menurut Hilman, sebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang madu hanya sebagai obat atau sarana pengobatan.
Sejauh ini pangsa pasar madu di dalam negeri berasal dari produk madu lokal dan pasokan dari luar negeri.
Kebutuhan madu impor berkisar antara 1.500-2.500 ton per tahun. Padahal, potensi pengembangan perlebahan sangat besar dengan luas lahan hutan dan keanekaragaman hayati Indonesia yang beragam.
"Indonesia adalah megabiodiversitas lebah madu, karena tujuh dari sembilan spesies lebah madu genus Apis di dunia memiliki sebaran asli di Indonesia," pungkas Hilman.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perlebahan Indonesia Masyhud, dalam siaran pers, Senin, menjelaskan tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah konferensi yang mengangkat tema “Bees Environmental and Sustainability” tersebut.
"Ini adalah kali kedua Indonesia menjadi tuan rumah konferensi pemangku kepentingan di bidang pengembangan lebah dan madu terbesar se-Asia tersebut," katanya.
Sebelumnya Indonesia pernah menjadi tuan rumah perhelatan acara serupa pada tahun 1994, yaitu Konferensi Perlebahan Asia ke-2 di Yogyakarta.
Pada konferensi tahun ini berbagai delegasi datang antara lain dari China, Arab Saudi, Korea Selatan, Jepang, Filipina, India, Pakistan, Malaysia, dan Indonesia.
Selain itu, beberapa tamu juga datang dari Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Australia, dan Mesir.
Masyhud menjelaskan Konferensi Asosiasi Perlebahan Asia ke-14 merupakan agenda dua tahunan yang mempertemukan semua praktisi Perlebahan Asia.
“Konferensi ini diharapkan mampu menjadi wahana pertukaran informasi kemajuan teknologi dan hasil penelitian terkini dalam dunia perlebahan Asia,” katanya.
Konferensi ini juga diharapkan menjadi wahana promosi bagi para pelaku usaha perlebahan terhadap pengembangan produk perlebahan baru, penguatan jejaring pelaku, pemerhati dan pembina usaha perlebahan, serta upaya memfasilitasi para penggiat perlebahan Indonesia mempromosikan usahanya kepada dunia Internasional.
“Saat ini produksi dan konsumsi madu alami yang berasal dari lebah di Indonesia masih sangat kecil,” kata Masyud.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produk Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hilman Nugroho sebelumnya mengakui tingkat konsumsi madu masyarakat Indonesia masih rendah.
Tingkat konsumsi yang rendah umumnya disebabkan anggapan sebagian besar masyarakat bahwa madu merupakan kebutuhan sekunder dan daya beli yang masih lemah.
Konsumsi madu masyarakat Indonesia diperkirakan hanya sekitar 40-60 gram per kapita per tahun.
Angka ini masih jauh dibandingkan beberapa negara maju yang tingkat konsumsinya mencapai rata-rata satu kilogram per kapita per tahun. Bahkan, konsumsi madu di Selandia Baru sudah mencapai dua kilogram per tahun per kapita.
Menurut Hilman, sebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang madu hanya sebagai obat atau sarana pengobatan.
Sejauh ini pangsa pasar madu di dalam negeri berasal dari produk madu lokal dan pasokan dari luar negeri.
Kebutuhan madu impor berkisar antara 1.500-2.500 ton per tahun. Padahal, potensi pengembangan perlebahan sangat besar dengan luas lahan hutan dan keanekaragaman hayati Indonesia yang beragam.
"Indonesia adalah megabiodiversitas lebah madu, karena tujuh dari sembilan spesies lebah madu genus Apis di dunia memiliki sebaran asli di Indonesia," pungkas Hilman.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018
Tags: