Lapak ayam akan dipindah, 25 ketua RT di Surabaya ancam mundur
19 Oktober 2018 20:41 WIB
Ilustrasi - Pedagang menimbang ayam jualannya di salah satu pasar tradisional di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/7/2018). (ANTARA /Zabur Karuru) (ANTARA /Zabur Karuru)
Surabaya (ANTARA News) - Sekitar 25 ketua rukun tetangga, empat ketua rukun warga dan ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan Panjang Jiwo, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya, Jawa Timur, mengancam mundur dari jabatannya.
Ancaman itu terkait relokasi pedagang unggas Pasar Keputran ke Pasar Panjang Jiwo.
"Saat ini sudah tahap pengembalian stempel ke kantor kecamatan. Mereka mengancam akan mengajukan pengunduran diri," kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono usai rapat dengar pendapat dengan pengurus RT/RW dan LKMK Panjang Jiwo di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Jumat.
Menurut dia, ancaman para ketua Rukung Warga (RT), ketua Rukun Warga (RW) dan Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) Panjang Jiwo berawal dari pemasangan spanduk penolakan relokasi pedagang unggas Pasar Keputran ke Pasar Pasang Jiwo yang diambil sepihak oleh Satpol PP.
Adi mengatakan yang menjadi pertanyaan darimana ide memindahkan Pasar Unggas itu.
Pada saat rapat dengar pendapat, ide tersebut awalnya dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya dengan pertimbangan Pasar Panjang Jiwo dianggap memiliki luas memadai atau sekitar 800 meter persegi.
"Sementara aspek lain tidak diperhitungkan. Kalau dipindah karena bau, berarti sama saja memindah polusi ke tempat lain. Padahal Pasar Panjang Jiwo berimpitan dengan penduduk," katanya.
Namun ada perbedaan pendapat yang disampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya yaitu karena ada rencana pelebaran jalan bukan karena bau.
Adi mengatakan adanya rencana relokasi pedagang unggas mungkin ada kaitannya dengan sidak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Pasar Keputran beberapa waktu lalu.
"Menurut pedagang Keputran pembokaran stan unggas hanya 1,5 meter, namun faktanya sampai 8-9 meter sehingga menggerus banyak stan," katanya.
Untuk itu, pihaknya mengeluarkan rekomendasi yang intinya mendesak Pemkot Surabaya membatalkan pemindahaan pasar unggas. "Soal solusi akan ada rapat lanjutan," katanya.
Hanya saja yang menjadi persoalan kenapa Pasar Keputran dipindah apakah karena persoalan bau atau pelebaran jalan.
Kalau soal bau, kata dia, menurut Badan Lingkungan Hidup (BLH) mestinya bisa di atasi dengan membangun Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL).
"Kalau PD Pasar tidak punya uang, pemkot bisa membangun IPAL melalui penyertaan modal kepada PD Pasar sehingga persoalan bau bisa diatasi," katanya.
Namun, kata dia, kalau soal pelebaran jalan, akan dilihat dulu proyeksi pelebaran jalan memaksa pedagang untuk digusur atau tidak. "Kalau perlu berarti ada persoalan lain yang kita tidak tahu, tapi kalau tidak berarti para pedagang pasar unggas tidak perlu digusur," katanya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan kalau memang mendesak untuk dipindah, maka pihaknya meminta kepada pemkot dan PD Pasar untuk membangun pasar khusus potong unggas yang reresentatif yang ada IPAL-nya.
"Aset pemkot juga banyak yang bisa dipakai. Bisa juga menggunakan tnmpat pemotongan hewan milik (RPH) Rumah Potong Hewan di Kedurus yang informasinya tidak dipakai lagi," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PD Pasar Surya Zandy Ferryansah sebelumnya pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi B mengatakan selain alasan pelebaran jalan, merelokasi para pedagang unggas lantaran di pasar tersebut belum memiliki fasilitas IPAL.
Ia mengaku pihaknya mendapat keluhan warga terhadap bau yang ditimbulkan oleh pemotongan ayam tersebut. Hal ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan seperti timbulnya bau kurang sedap dan pencemaran terhadap sungai yang berada di sebelah pasar.
"Pembuangan limbah pemotongan oleh para pedagang di buang ke sungai ini yang perlu kita tertibkan," katanya.
Ancaman itu terkait relokasi pedagang unggas Pasar Keputran ke Pasar Panjang Jiwo.
"Saat ini sudah tahap pengembalian stempel ke kantor kecamatan. Mereka mengancam akan mengajukan pengunduran diri," kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono usai rapat dengar pendapat dengan pengurus RT/RW dan LKMK Panjang Jiwo di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Jumat.
Menurut dia, ancaman para ketua Rukung Warga (RT), ketua Rukun Warga (RW) dan Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) Panjang Jiwo berawal dari pemasangan spanduk penolakan relokasi pedagang unggas Pasar Keputran ke Pasar Pasang Jiwo yang diambil sepihak oleh Satpol PP.
Adi mengatakan yang menjadi pertanyaan darimana ide memindahkan Pasar Unggas itu.
Pada saat rapat dengar pendapat, ide tersebut awalnya dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya dengan pertimbangan Pasar Panjang Jiwo dianggap memiliki luas memadai atau sekitar 800 meter persegi.
"Sementara aspek lain tidak diperhitungkan. Kalau dipindah karena bau, berarti sama saja memindah polusi ke tempat lain. Padahal Pasar Panjang Jiwo berimpitan dengan penduduk," katanya.
Namun ada perbedaan pendapat yang disampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya yaitu karena ada rencana pelebaran jalan bukan karena bau.
Adi mengatakan adanya rencana relokasi pedagang unggas mungkin ada kaitannya dengan sidak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Pasar Keputran beberapa waktu lalu.
"Menurut pedagang Keputran pembokaran stan unggas hanya 1,5 meter, namun faktanya sampai 8-9 meter sehingga menggerus banyak stan," katanya.
Untuk itu, pihaknya mengeluarkan rekomendasi yang intinya mendesak Pemkot Surabaya membatalkan pemindahaan pasar unggas. "Soal solusi akan ada rapat lanjutan," katanya.
Hanya saja yang menjadi persoalan kenapa Pasar Keputran dipindah apakah karena persoalan bau atau pelebaran jalan.
Kalau soal bau, kata dia, menurut Badan Lingkungan Hidup (BLH) mestinya bisa di atasi dengan membangun Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL).
"Kalau PD Pasar tidak punya uang, pemkot bisa membangun IPAL melalui penyertaan modal kepada PD Pasar sehingga persoalan bau bisa diatasi," katanya.
Namun, kata dia, kalau soal pelebaran jalan, akan dilihat dulu proyeksi pelebaran jalan memaksa pedagang untuk digusur atau tidak. "Kalau perlu berarti ada persoalan lain yang kita tidak tahu, tapi kalau tidak berarti para pedagang pasar unggas tidak perlu digusur," katanya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan kalau memang mendesak untuk dipindah, maka pihaknya meminta kepada pemkot dan PD Pasar untuk membangun pasar khusus potong unggas yang reresentatif yang ada IPAL-nya.
"Aset pemkot juga banyak yang bisa dipakai. Bisa juga menggunakan tnmpat pemotongan hewan milik (RPH) Rumah Potong Hewan di Kedurus yang informasinya tidak dipakai lagi," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PD Pasar Surya Zandy Ferryansah sebelumnya pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi B mengatakan selain alasan pelebaran jalan, merelokasi para pedagang unggas lantaran di pasar tersebut belum memiliki fasilitas IPAL.
Ia mengaku pihaknya mendapat keluhan warga terhadap bau yang ditimbulkan oleh pemotongan ayam tersebut. Hal ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan seperti timbulnya bau kurang sedap dan pencemaran terhadap sungai yang berada di sebelah pasar.
"Pembuangan limbah pemotongan oleh para pedagang di buang ke sungai ini yang perlu kita tertibkan," katanya.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: