Saat ancaman iklim picu migrasi, perempuan India temukan peluang
19 Oktober 2018 13:29 WIB
Warga berjalan melewati kota tenda yang didirikan untuk ziarah masal di tepi sungai Gangga dalam rangka festival Makar Sankranti di kota utara India, Allahabad, Selasa (14/1). Makar Sakranti merupakan festival penuh harapan yang diperingati umat Hindu di seluruh negeri yang menandakan dimulainya musim panen. (REUTERS/Jitendra Prakash)
Sonagoan, India (ANTARA News) - Di desa terakhir yang berpenghuni jauh di dalam hutan bakau lebat di Wilayah Sundarbans, India, panen padi telah merosot sampai separuh selama dasawarsa terakhir.
Naiknya permukaan air laut dan topan yang lebih kuat, yang berkaitan dengan perubahan iklim, membuat air laut --yang bisa membunuh tanaman-- masuk makin jauh ke daratan dan mengusir petani.
Tapi buat Susama Das dan suaminya, bermigrasi dari desa mereka di Negara Bagian Odisha di India, untuk menanam padi --yang membuat sakit punggung-- dan bekerja di ladang udang, merupakan kegiatan yang layak dilakukan.
Secara bersama tim suami-istri tersebut memperoleh 17.000 rupee India (230 dolar AS) setiap bulan --dua kali lipat dari yang mereka peroleh di tempat asal mereka, kata Das.
Penghasilan itu telah membantu mereka membangun kembali rumah mereka untuk membuatnya jadi lebih aman, menabung agar mereka bisa menyekolahkan putri mereka, dan menghindari terjerumus ke dalam belitan utang dari rentenir, seperti yang pernah mereka lakukan.
"Meskipun setakat ini saya menyerahkan seluruh penghasilan saya kepada suami saya, satu hal yang saya desak ialah putri saya --yang berusia 12 tahun-- harus memperoleh pendidikan swasta sebab ia memiliki prestasi bagus di dalam studinya," kata Das.
"Saya ingin dia menjadi polisi. Ia akan berdiri tegak bersama orang-orang besar," kata perempuan yang berusia 31 tahun itu kepada Thomson Reuters Foundation --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi. Saat itu ia sedang berlibur di Sundarbans.
Perubahan iklim menambah cepat migrasi di seluruh dunia, terutama di tempat seperti Bangladesh. Di sana cuaca yang lebih berat dan kenaikan permukaan air laut membuat keadaan jadi lebih berat buat banyak keluarga untuk tetap tinggal di desa dataran rendah.
Buat mereka yang bermigrasi, kegiatan tersebut menciptakan masalah baru. Rumah dan pekerjaan sulit didapat di kota besar yang sudah padat penduduk seperti Dhaka, dan ketidak-pastian serta kelaparan dapat menyebar penyakit sosial, mulai dari pernikahan dini sampai prostitusi.
Tapi sebagian keluarga mendapati bahwa migrasi juga dapat menjadi jalan yang cerdik untuk menyesuaikan diri dengan tekanan iklim yang meningkat, menyediakan peluang baru untuk menghasilkan uang, menopang anggota keluarga di tempat asal serta mencoba pilihan baru.
Meskipun kebanyakan laki-laki yang bermigrasi dari Sundarbans, makin banyak perempuan sekarang bergabung dengan mereka, mencari cara untuk memperoleh pengganti bagi penghasilan yang merosot di tempat asal.
Di Wilayah Sundarbans di India, satu dari lima rumah tangga sekarang memiliki setidaknya satu anggota keluarga yang bermigrasi, dan di sub-kabupaten Gosaba, tempat Das tinggal, persentasenya lebih tinggi lagi, demikian studi 2018 yang dilakukan dalam proyek Deltas, Vulnerability and Climate Change: Migration and Adaptation (DECCMA) --yang didukung oleh Pemerintah Kanada serta Inggris.
Tapi tak seperti kaum pria, tujuh dari 10 perempuan yang bermigrasi tetap berada di negara bagian asal mereka, Benggala Barat. Mereka seingkali bekerja di atau dekat Kolkata untuk menjadi pengasuh anak atau orang tua, kata Sumona Banerjee, Koodinator DECCMA di India.
"Gosaba berada cuma empat meter di atas permukaan lau; separuh lahan pertaniannya kebanjiran setiap tahun," kata wanita pegiat itu.
Dengan 80 persen warga mengandalkan pertanian, dan banyak dari mereka miskin, wilayah tersebut merupakan satu dari daerah yang paling rentan di wilayah Delta India, katanya.
Das mengatakan ia telah bermigrasi selama lima tahun sekarang bersama suaminya buat satu koperasi pertanian di Badamaharan, desa di Negara Bagian Odisha.
Naiknya permukaan air laut dan topan yang lebih kuat, yang berkaitan dengan perubahan iklim, membuat air laut --yang bisa membunuh tanaman-- masuk makin jauh ke daratan dan mengusir petani.
Tapi buat Susama Das dan suaminya, bermigrasi dari desa mereka di Negara Bagian Odisha di India, untuk menanam padi --yang membuat sakit punggung-- dan bekerja di ladang udang, merupakan kegiatan yang layak dilakukan.
Secara bersama tim suami-istri tersebut memperoleh 17.000 rupee India (230 dolar AS) setiap bulan --dua kali lipat dari yang mereka peroleh di tempat asal mereka, kata Das.
Penghasilan itu telah membantu mereka membangun kembali rumah mereka untuk membuatnya jadi lebih aman, menabung agar mereka bisa menyekolahkan putri mereka, dan menghindari terjerumus ke dalam belitan utang dari rentenir, seperti yang pernah mereka lakukan.
"Meskipun setakat ini saya menyerahkan seluruh penghasilan saya kepada suami saya, satu hal yang saya desak ialah putri saya --yang berusia 12 tahun-- harus memperoleh pendidikan swasta sebab ia memiliki prestasi bagus di dalam studinya," kata Das.
"Saya ingin dia menjadi polisi. Ia akan berdiri tegak bersama orang-orang besar," kata perempuan yang berusia 31 tahun itu kepada Thomson Reuters Foundation --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi. Saat itu ia sedang berlibur di Sundarbans.
Perubahan iklim menambah cepat migrasi di seluruh dunia, terutama di tempat seperti Bangladesh. Di sana cuaca yang lebih berat dan kenaikan permukaan air laut membuat keadaan jadi lebih berat buat banyak keluarga untuk tetap tinggal di desa dataran rendah.
Buat mereka yang bermigrasi, kegiatan tersebut menciptakan masalah baru. Rumah dan pekerjaan sulit didapat di kota besar yang sudah padat penduduk seperti Dhaka, dan ketidak-pastian serta kelaparan dapat menyebar penyakit sosial, mulai dari pernikahan dini sampai prostitusi.
Tapi sebagian keluarga mendapati bahwa migrasi juga dapat menjadi jalan yang cerdik untuk menyesuaikan diri dengan tekanan iklim yang meningkat, menyediakan peluang baru untuk menghasilkan uang, menopang anggota keluarga di tempat asal serta mencoba pilihan baru.
Meskipun kebanyakan laki-laki yang bermigrasi dari Sundarbans, makin banyak perempuan sekarang bergabung dengan mereka, mencari cara untuk memperoleh pengganti bagi penghasilan yang merosot di tempat asal.
Di Wilayah Sundarbans di India, satu dari lima rumah tangga sekarang memiliki setidaknya satu anggota keluarga yang bermigrasi, dan di sub-kabupaten Gosaba, tempat Das tinggal, persentasenya lebih tinggi lagi, demikian studi 2018 yang dilakukan dalam proyek Deltas, Vulnerability and Climate Change: Migration and Adaptation (DECCMA) --yang didukung oleh Pemerintah Kanada serta Inggris.
Tapi tak seperti kaum pria, tujuh dari 10 perempuan yang bermigrasi tetap berada di negara bagian asal mereka, Benggala Barat. Mereka seingkali bekerja di atau dekat Kolkata untuk menjadi pengasuh anak atau orang tua, kata Sumona Banerjee, Koodinator DECCMA di India.
"Gosaba berada cuma empat meter di atas permukaan lau; separuh lahan pertaniannya kebanjiran setiap tahun," kata wanita pegiat itu.
Dengan 80 persen warga mengandalkan pertanian, dan banyak dari mereka miskin, wilayah tersebut merupakan satu dari daerah yang paling rentan di wilayah Delta India, katanya.
Das mengatakan ia telah bermigrasi selama lima tahun sekarang bersama suaminya buat satu koperasi pertanian di Badamaharan, desa di Negara Bagian Odisha.
Pewarta: Antara
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: