Cermati faktor-faktor ini sebelum investasi di pasar modal
Peluang Investasi Reksadana Dirut PT Danareksa Investment Management (DIM), Prihatmo Hari Mulyanto (kedua kanan), berbincang dengan Branch Manager PT DIM, Febriana Dewi Rosyanti (kedua kiri), Chief Economist Danareksa Research Institute (DRI), Damhuri Nasution (kiri), dan seorang Analyst Invesment, Rafdi Prima, saat investor gathering bertema Market Outlook 2015, di Surabaya, Rabu (25/2). Saat ini produk unggulan Reksa Dana DIM yang direkomendasikan kepada investor adalah Danareksa Mawar Konsumer 10 dan Danareksa Mawar Rotasi Sektor Strategis. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)
Secara global, Damhuri memprediksi perekonomian dunia akan mulai melambat seiring dengan masih terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta sejumlah negara lain, naiknya harga minyak karena geopolitik, dan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed. Hal-hal tersebut akan memengaruhi kondisi ekonomi domestik, termasuk pasar modal Indonesia.
"Dengan gambaran seperti itu, ke depan kenaikan suku bunga di AS tahun depan akan mulai berkurang. Tapi jangan lupa ada faktor lain yang perlu kita cermati kalau mau masuk ke pasar modal," ujar Damhuri saat menjadi pembicara dalam diskusi "Investasi Jaman Now" di Jakarta, Kamis.
Faktor pertama, yaitu eskalasi atau meningkatnya perang dagang. Menurut Damhuri, perang dagang ini agak sulit diprediksi. "Ini kan sama artinya memprediksi apa yang ada di pikirannya Trump. Kalau perang dagang berlanjut, ekonomi dunia bisa resesi," ujar Damhuri.
Faktor kedua yaitu geopolitik. Embargo AS terhadap Iran apabila tensi semakin meningkat maka akan membuat harga minyak dunia semakin mahal. Hal tersebut tentunya akan berdampak ke neraca perdagangan Indonesia karena Indonesia merupakan negara importir minyak.
"Ketiga yaitu kebijakan fiskal AS yang pro siklikal. Kalau belanja APBN AS semakin kencang, sehingga ia perlu tambahan duit melalui surat utang, lebih banyak investor akan minta imbal hasil lebih tinggi," kata Damhuri.
Faktor berikutnya yaitu kemungkinan gagal bayar negara berkembang kepada negara kreditur. Gagal bayar tersebut tidak akan hanya mengganggu stabilitas negara yang meminjam, namun juga bagi pemberi utang. "Ini juga berpotensi bikin guncangan. Sedangkan yang terakhir yaitu Brexit. Ini juga perlu dicermati," ujar Damhuri.
Kendati demikian, lanjut Damhuri, eskalasi perang dagang sendiri kemungkinan keci terjadi karena dinilai justru akan banyak memberikan dampak negatif bagi AS. "Hitung-hitungan akademiknya sebetulnya lebih banyak ruginya bagi AS. Sekarang masih "happy" karena masih ada duit hasil pemotongan pajak. Kalau inflasi suadh naik, ekonomi melambat, itu masyarakat AS juga akan semakin benci dengan presidennya," kata Damhuri.
Dari sisi domestik, indikator-indikator makro ekonomi perlu dipertimbangkan memutuskan masuk ke pasar modal, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ketika pertumbuhan ekonomi baik, kinerja pasar modal juga cenderung bagus. Begitu juga sebaliknya.
"Sampai dengan akhir tahun ini ekonomi kita masih oke, tapi tahun depan akan sedikit lebih lambat. Alasannya ekonomi melambat karena ekspor dan investasi turun, kenaikan harga BBM pasca pilpres bisa sedikit menekan daya beli," ujarnya.
Sementara itu dari sisi inflasi, sampai menjelang pilpres, inflasi untuk barang-barang yang diatur pemerintah (administered prices) seperti BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) masih akan relatif terkendali.
"Ke depan, kalau mau berinvestasi di pasar modal, anda harus tahu kondisi ekonomi global dan domestik," kata Damhuri.
Baca juga: Belajar pasar modal lewat games investasi
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018