BRG klaim gambut terintervensi minim titik panas
17 Oktober 2018 20:07 WIB
Kebakaran Lahan Kebakaran lahan dan hutan di wilayah Provinsi Riau, Kamis (20/6/2013). Satelit pemantau cuaca dan pendeteksi panas bumi milik National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) mendeteksi 148 titik panas yang tersebar hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota. (ANTARA FOTO/Virna Puspa Setyorini)
Jakarta (ANTARA News) - Badan Restorasi Gambut (BRG) mengklaim bahwa lahan gambut yang telah terintervensi pembasahan, revegetasi, dan revitalisasi mata pencaharian masyarakat minim muncul titik panas.
"Seperti Pak Haris (Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG Haris Gunawan, red.) sudah lakukan, membuat kolam-kolam ikan atau kebun-kebun percontohan. Nah itu kita petakan titik koordinatnya, lalu kita lihat satu kilometer dari sana itu tidak ada `hot spot`. Kalaupun ada hanya sedikit saja dan itu pun dalam jarak di atas dua kilometer dari yang sudah diintervensi," kata Kepala BRG Nazir Foead di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan intervensi mulai dari pembasahan gambut dengan membuat sekat kanal, membangun sumur-sumur bor, hingga revitalisasi mata pencaharian, seperti membuat kolam-kolam ikan dan kebun-kebun masyarakat, menekan munculnya titik panas.
"Jadi pelajaran yang barang kali bisa kita ambil dari musim kemarau 2018 ya dari intervensi kita sendiri. Sudah berapa puluh ribu sekat kanal dan sumur bor serta `pilot project` revitalisasi `livelihood` dilakukan, dan ternyata butuh lebih banyak lagi," ujar Nazir.
Dalam radius dua kilometer dari lokasi terintervensi tersebut, menurut dia, cukup luas. Perhitungannya kira-kira untuk setiap titik intervensi restorasi gambut beberapa ratus hektare lahan akan teredam dari titik panas.
"Jadi menurut saya itu cukup bagus, karena jika dihitung dari segi biaya tidak terlalu besar untuk membuat sekat kanal atau sumur bor, kolam ikan atau embung, dan bisa ratusan hingga ribuan hektare terhindar dari munculnya titik panas. Itu sih lumayan efektif," katanya.
Pelibatan masyarakat dalam pembuatan sekat kanal dan sumur bor, menurut dia, juga meningkatkan pemahaman kesiapsiagaan mereka terhadap munculnya titik panas sehingga mencegah munculnya asap.
BRG menargetkan merampungkan intervensi lahan gambut seluas lebih dari 600.000 hektare pada 2017-2018 sehingga harapannya dari 2,4 juta hektare lahan gambut yang menjadi prioritas restorasi dalam lima tahun sejak 2016 akan tersisa 400.000 hektare untuk diselesaikan pada 2019-2020.
"Dari 2,4 juta hektare itu tahun ini yang kita sentuh sampai akhir 2018 nanti 600.000 hektare sekian. Nanti sisanya tinggal sekitar 400.000 hektare yang di luar kawasan konsesi atau milik perusahaan," ujar dia.
Restorasi gambut di lahan perusahaan, menurut dia, sudah mulai ada yang melakukan dalam bentuk semacam proyek percontohan. Hampir seluruh perusahaan di wilayah prioritas restorasi gambut sudah membuat rencana pemulihan, sekarang tinggal implementasi dari rencana tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menyupervisi pelaksanaan restorasi di perusahaan bersama-sama dengan BRG.
Baca juga: BRG percepat pembasahan gambut di Sumsel
Baca juga: BRG riset aksi darurat penanggulangan kebakaran hutan-lahan
"Seperti Pak Haris (Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG Haris Gunawan, red.) sudah lakukan, membuat kolam-kolam ikan atau kebun-kebun percontohan. Nah itu kita petakan titik koordinatnya, lalu kita lihat satu kilometer dari sana itu tidak ada `hot spot`. Kalaupun ada hanya sedikit saja dan itu pun dalam jarak di atas dua kilometer dari yang sudah diintervensi," kata Kepala BRG Nazir Foead di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan intervensi mulai dari pembasahan gambut dengan membuat sekat kanal, membangun sumur-sumur bor, hingga revitalisasi mata pencaharian, seperti membuat kolam-kolam ikan dan kebun-kebun masyarakat, menekan munculnya titik panas.
"Jadi pelajaran yang barang kali bisa kita ambil dari musim kemarau 2018 ya dari intervensi kita sendiri. Sudah berapa puluh ribu sekat kanal dan sumur bor serta `pilot project` revitalisasi `livelihood` dilakukan, dan ternyata butuh lebih banyak lagi," ujar Nazir.
Dalam radius dua kilometer dari lokasi terintervensi tersebut, menurut dia, cukup luas. Perhitungannya kira-kira untuk setiap titik intervensi restorasi gambut beberapa ratus hektare lahan akan teredam dari titik panas.
"Jadi menurut saya itu cukup bagus, karena jika dihitung dari segi biaya tidak terlalu besar untuk membuat sekat kanal atau sumur bor, kolam ikan atau embung, dan bisa ratusan hingga ribuan hektare terhindar dari munculnya titik panas. Itu sih lumayan efektif," katanya.
Pelibatan masyarakat dalam pembuatan sekat kanal dan sumur bor, menurut dia, juga meningkatkan pemahaman kesiapsiagaan mereka terhadap munculnya titik panas sehingga mencegah munculnya asap.
BRG menargetkan merampungkan intervensi lahan gambut seluas lebih dari 600.000 hektare pada 2017-2018 sehingga harapannya dari 2,4 juta hektare lahan gambut yang menjadi prioritas restorasi dalam lima tahun sejak 2016 akan tersisa 400.000 hektare untuk diselesaikan pada 2019-2020.
"Dari 2,4 juta hektare itu tahun ini yang kita sentuh sampai akhir 2018 nanti 600.000 hektare sekian. Nanti sisanya tinggal sekitar 400.000 hektare yang di luar kawasan konsesi atau milik perusahaan," ujar dia.
Restorasi gambut di lahan perusahaan, menurut dia, sudah mulai ada yang melakukan dalam bentuk semacam proyek percontohan. Hampir seluruh perusahaan di wilayah prioritas restorasi gambut sudah membuat rencana pemulihan, sekarang tinggal implementasi dari rencana tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menyupervisi pelaksanaan restorasi di perusahaan bersama-sama dengan BRG.
Baca juga: BRG percepat pembasahan gambut di Sumsel
Baca juga: BRG riset aksi darurat penanggulangan kebakaran hutan-lahan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: