Jakarta (ANTARA News) – Pemerintah tetap melarang penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran pada pengguna perseorangan ke kawasan Timur Tengah.

Peraturan Menteri No 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah, tetap berlaku.

“Sampai sekarang, pemerintah tidak mencabut larangan pengiriman pekerja migran untuk pengguna perseorangan ke Saudi Arabia dan negara Timur Tengah lainnya,” kata Direktur Jenderal Pembinaan, Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli A. Hasoloan melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.

Maruli merasa perlu menjelaskan hal ini guna menghindari pemahaman keliru pada masyarakat menyusul disepakatinya kerja sama uji coba secara terbatas Sistem Penempatan Satu Kanal pekerja migran antara pemerintah Indonesia dengan Saudi Arabia.

Memang kerja sama tersebut terkait penempatan pekerja migran Indonesia pada sektor domestik. Namun, tidak berarti calon pekerja migran bisa berangkat dengan mudah.

Uji coba hanya untuk jumlah terbatas, dan hanya untuk enam jabatan (baby sitter, family cook, elderly caretaker, family driver, child careworker, housekeeper), serta hanya penempatan di Jeddah, Madinah, Riyadh, Damam, Qobar dan Dahran).

Calon pekerja migran juga harus mengikuti pelatihan dan memiiki sertifikat kompetensi dan mendaftarkan diri ke Dinas Tenaga Kerja setempat atau Layanan Terpadu Satu Atap di daerah. Bukan melalui perusahaan jasa penempatan swasta.

“Informasi ini harus sampai ke masyarakat agar calon pekerja migran terhindar dari penempatan pekerja migran secara ilegal yang dilakukan oleh pihak tertentu,” kata Maruli.

Tanggal 11 Oktober 2018, pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia menyepakati kerjasama bilateral Sistem Penempatan Satu Kanal pekerja migran Indonesia.

Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz Alrajhi.

Ada banyak ketentuan dalam Sistem Penempatan Satu Kanal yang lebih menguntungkan pekerja migran.

Kontrak kerja tak lagi dengan kafalah (majikan perseorangan), melainkan dengan syarikah (perusahaan yang ditunjuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah Arab Saudi).

Hal ini memudahkan bagi pekerja migran maupun pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia memberikan perlindungan kepada pekerja migran.

Hal lain yang diatur adalah, gaji bersih minimum 400 dolar AS yang dibayarkan melalui rekening bank atas nama pekerja, yang dibayarkan setiap akhir bulan.

Jam kerja per hari maksimal 10 jam serta berhak tinggal di asrama yang disediakan oleh syarikah kecuali untuk jabatan Baby Sitter, Elderly Care Taker, Child Care. Aturan lembur dan libur diatur secara ketat.

Pekerja migran juga memiliki hak berkomunikasi dengan keluarga/kerabat/perwakilan RI, hak beribadah,memegang sendiri paspor/dokumen identitas diri.

Diikutsertakan asuransi yang menanggung kecelakaan kerja dan kesehatan. Berhak difasilitasi kepulangan setelah selesai kontrak atau situasi darurat. Pemberi kerja wajib memberikan akomodasi dan konsumsi yang layak, istirahat saat sakit dan biaya pengobatan.

Menindak lanjuti kesepakatan tersebut, saat ini Kementerian Ketenagakerjaan RI sedang menyiapkan sosialisasi kepada Dinas Ketenagakerjaan di daerah dan persiapan teknis pelaksanaan kerja sama juga terkait pelatihan dan sertifikasi.*

Baca juga: DPR dukung penempatan TKI satu kanal ke Arab Saudi

Baca juga: DPR desak pemerintah perbaharui peraturan perlindungan TK