Organda ingin kesetaraan peraturan taksi
16 Oktober 2018 19:43 WIB
Unjuk Rasa Tolak Transportasi Daring Sejumlah tukang ojek, taksi, dan angkutan kota konvensional, melakukan unjuk rasa menolak keberadaan transportasi daring (online), di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (17/10/2017). Para pekerja transportasi konvensional yang tergabung dalam Forum Transportasi Banyumas (FORTAS), melakukan mogok dan unjuk rasa menuntut agar Pemkab Banyumas mengeluarkan aturan yang melarang keberadaan transportasi online. (ANTARA /Idhad Zakaria)
Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) menginginkan kesetaraan peraturan taksi, baik itu taksi resmi maupun konvensional terkait pengganti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Kita dan Kemenhub sama teman-teman yang terkait semuanya pada hakikatnya menginginkan ada aturan, baik pengguna maupun penyedia jasa sangat memerlukan kepastian standar untuk semua," kata Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono saat ditemui di Kementerian Perhubungan, Selasa.
Dia menjelaskan apabila ada standar ganda terkait peraturan, misalnya peraturan taksi daring dan resmi berbeda akan menimbulkan ketimpangan.
"Kalau enggak ada standar untuk semua akan menimbulkan ketimpangan yang sangat jauh merugikan penyedia jasa dan pengguna jasanya," katanya.
Sebagai contoh, lanjut dia, apabila standar keselamatannya berbeda, maka masyarakat akan dengan sendirinya memilih keselamatan yang terjamin.
"Nanti ada perbedaan pengguna tetapi penyedianya. Penyedia bisa dirugikan nanti kalau tidak punya standarnya pengguna akan turun. Jadi, kita enggak bicara aplikator ya karena penyedia jasa pengemudi online,"katanya.
Hal itu terkait dengan dihapuskannya kewajiban uji KIR oleh Mahkamah Agung dalam PM 108/107 untuk taksi daring. Menurut dia, uji KIR erat sekali kaitannya dengan jaminan keselamatan dan tidak ada toleransi untuk keselamatan. "Intinya untuk faktor keselamatan enggak bisa dikalahkan oleh yang lain," katanya.
Adrianto mengusulkan untuk peraturan taksi daring selanjutnya, lanjut dia, seharusnya berpatokan dengan undang-undang transportasi, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
"Peraturan perhubungan ya mengacunya UU lalu lintas, 'kan enggak bisa mengacu pada yang lain. Mungkin harus ditekankan begitu," katanya.
Baca juga: Organda desak pemerintah tegakkan PM 108/2017
"Kita dan Kemenhub sama teman-teman yang terkait semuanya pada hakikatnya menginginkan ada aturan, baik pengguna maupun penyedia jasa sangat memerlukan kepastian standar untuk semua," kata Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono saat ditemui di Kementerian Perhubungan, Selasa.
Dia menjelaskan apabila ada standar ganda terkait peraturan, misalnya peraturan taksi daring dan resmi berbeda akan menimbulkan ketimpangan.
"Kalau enggak ada standar untuk semua akan menimbulkan ketimpangan yang sangat jauh merugikan penyedia jasa dan pengguna jasanya," katanya.
Sebagai contoh, lanjut dia, apabila standar keselamatannya berbeda, maka masyarakat akan dengan sendirinya memilih keselamatan yang terjamin.
"Nanti ada perbedaan pengguna tetapi penyedianya. Penyedia bisa dirugikan nanti kalau tidak punya standarnya pengguna akan turun. Jadi, kita enggak bicara aplikator ya karena penyedia jasa pengemudi online,"katanya.
Hal itu terkait dengan dihapuskannya kewajiban uji KIR oleh Mahkamah Agung dalam PM 108/107 untuk taksi daring. Menurut dia, uji KIR erat sekali kaitannya dengan jaminan keselamatan dan tidak ada toleransi untuk keselamatan. "Intinya untuk faktor keselamatan enggak bisa dikalahkan oleh yang lain," katanya.
Adrianto mengusulkan untuk peraturan taksi daring selanjutnya, lanjut dia, seharusnya berpatokan dengan undang-undang transportasi, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
"Peraturan perhubungan ya mengacunya UU lalu lintas, 'kan enggak bisa mengacu pada yang lain. Mungkin harus ditekankan begitu," katanya.
Baca juga: Organda desak pemerintah tegakkan PM 108/2017
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018
Tags: