Semarang (ANTARA News) - Bawaslu tidak bisa menjatuhkan sanksi pembatalan terhadap peserta Pemilu Presiden 2019 jika pelaku politik uang bukan termasuk tim pemenangan calon presiden/wakil presiden, kata dosen Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Doktor Fitriyah.

Menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Minggu malam, peraih gelar doktor berkat penelitiannya tentang peran botoh dalam pilkada di Jawa Tengah itu mengatakan bahwa pelaku praktik politik uang itu dikenai pidana pemilu.

Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri atas unsur Bawaslu, polisi dan Kejaksaan, kata Fitriyah, yang akan menangani tindak pidana pemilu yang bersangkutan.

Pelaku bakal dijerat Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.

Di dalam pasal itu, tidak saja memengaruhi pemilih untuk memilih peserta pemilu, tetapi juga siapa saja yang yang menjanjikan/memberikan uang/materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya alias golput bisa terjerat pasal tersebut.

Jika politik uang oleh pasangan calon, pelaksana kampanye dan tim kampanye terbukti oleh Bawaslu secara terstruktur, sistematis dan masif, kata Fitriyah, Bawaslu mengeluarkan rekomendasi sanksi administrasi pengguguran calon kepada KPU.

"Jadi, tidak menunggu vonis majelis hakim. Putusan pidana ini buat pelaku," kata Firiyah yang pernah menjadi Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah.